Penemuan Jalur Trem Kuno, Arkeolog: Dulu Gerbong Kereta Ditarik Kuda

Mohamad Farhan Zhuhri
16/11/2022 16:36
Penemuan Jalur Trem Kuno, Arkeolog: Dulu Gerbong Kereta Ditarik Kuda
Arkeolog melakukan penelitian di rel trem di proyek Mass Rapid Transit (MRT) Fase 2A(MI/Adam Dwi)

PENEMUAN jalur kereta kuno berusia 300 tahun di kawasan Gajah Mada, Jakarta Pusat atau lebih tepatnya ditemukan saat pengerjaan jalur kereta Mass Rapid Transit (MRT) fase 2a (Bundaran HI-Kota Tua) ternyata menyimpan sejarah yang menarik untuk diketahui.

Pasalnya, satu dari tiga stasiun yang akan menghubungkan Monas dengan Glodok Kota ditemukan struktural trem kuno yang sudah ada sejak 1869.

"Tapi masih rel trem kuda waktu itu," ujar salah satu tim arkeolog yang menangani temuan di proyek MRT Fase II, Charunia Arni Listya D, di lokasi, Rabu (16/11).

Ia menceritakan, dahulu dua hingga 3 gerbong kereta ditarik oleh 4 ekor kuda yang digunakan sebagai alat transportasi pada masa itu.

"Dengan beban yang begitu berat, banyak kuda yang mati pada akhirnya," imbuhnya.

Selanjutnya, Lisa sapaan akrabnya, mengatakan akibat banyak kuda yang mati saat itu, akhirnya mendapat protes dari orang Eropa yang berada di kawasan itu. Diperkirakan, saat itu dalam setahun sebanyak lebih dari 200 ekor kuda mati.

"Alasannya karena terlalu banyak kuda yang mati. Dalam setahun sampai sekitar 200an kuda mati," paparnya.

Alasan lainnya hal tersebut diprotes orang Eropa dikarenakan menjadikan kota pada saat itu tidak bersih karena kotoran kuda yang tertinggal sepanjang jalur rel trem.

"Alasan yang ketiga, orang-orang Eropa itu merasa risih. Dalam satu gerbong bercampur dengan orang-orang yang dianggap di bawah kelasnya mereka," tutir Lisa.

Karena ketiga alasan itu, akhirnya timbul pemikiran untuk menggunakan kereta tenaga uap yang lebih manusiawi dibanding menggunakan tenaga hewan.

"Kemudian rel trem uap itu mulai digunakan 1889," jelasnya.

Baca juga: MRT Jakarta Lestarikan Penemuan Rel Trem di Lokasi Proyek Fase 2

Untuk lokomotifnya, saat itu pemerintah Batavia impor dari Jerman, sementaragerbongnya dari Belgia dan Belanda.

"Lokomotifnya itu menggunakan ketel uap yang diisi tenaga uap bertekanan tinggi di setiap depo depo uap tapi kelemahannya," tukasnya.

Namun tidak bertahan akibat banyak kelemahan dari menggunakan tenaga uap di antaranya ketika pengisian sering terjadi ledakan.

"Kemudian ketika si rel trem jalan pada saat musim hujan, kena hawa dingin, dia mogok," papar Lisa.

Sudah Ada Rel Trem Listrik Sejak Dahulu

Pemerintah Belanda saat itu mengganti rel trem uap dengan listrik. Namun tidak semua wilayah menggunakan itu.

"Kalau tidak salah daerah Jatinegara, Kampung Melayu, itu keberatan rel trem uapnya diganti jadi rel trem listrik," ujar Lisa.

Akhirnya sambil menunggu negosiasi dengan pihak kotamadya, elektrifikasi jalur rel trem tenaga uap berlangsung selama kurang lebih 2-3 tahun. Pada 1934, semua permasalahan dengan wilayah itu selesai, elektrifikasi rel tremnya pun selesai.

"Jadi yang kita lihat sekarang adalah sisa dari rel trem listrik bukan rel trem uap, bukan rel trem tenaga kuda. Tapi ketika di pintu besar selatan, kami menemukan bekas-bekas tapal kuda juga," pungkasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya