Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KONDISI organisasi birokrasi jelang akhir masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai tak lagi sehat. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah berpandangan, sudah tidak ada kepercayaan dalam internal jajaran ASN Pemprov DKI Jakarta terhadap pemimpinnya.
Hal ini dibuktikan dengan enggannya 239 ASN DKI untuk mengikuti lelang jabatan untuk Eselon 2. Padahal seluruhnya memenuhi syarat untuk naik jabatan. Mereka tak melanjutkan proses lelang jabatan tanpa melaporkan alasan yang jelas. Sementara itu, dalam sepekan kemudian, terdapat satu kepala SKPD yang mengundurkan diri yakni Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Pujiono.
Baca juga: Polisi Sebut Perpanjangan SIM Secara Daring Tutup Celah Pungli
BPAD sebelumnya bergabung dengan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dalam satu badan. Namun, sejak 2017 lalu, BPAD dan BPKD berdiri sendiri dengan tujuan agar Pemprov DKI dapat fokus menata aset-aset milik Pemprov. Kepala BPAD DKI pertama adalah Ahmad Firdaus yang kemudian dirotasi menjadi Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga. Ia kemudian digantikan oleh Pujiono pada tahun lalu.
"Artinya yang ada di bawah ini tidak mau naik ke atas. Sementara yang sudah punya posisi malah banyak yang mundur. Ini bentuk saling tidak percaya antara yang menjadi bawahan dengan atasannya. Ini sudah dikategorikan tidak sehat sebetulnya," kata Trubus saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (20/5).
Trubus menjelaskan, banyaknya ASN yang ogah naik jabatan ini baru pertama kali terjadi di Pemprov DKI Jakarta. Enggannya para ASN naik jabatan ini juga diduga disebabkan seleksi jabatan yang tidak transparan.
"Kalau saya melihat yang membuat mereka enggan seleksi juga ada isu bahwa yang terpilih itu yang dekat-dekat dengan DKI 1. Jadi mereka pun malas. Buat apa ikut seleksi kalau yang terpilih sudah dapat diprediksi," jelasnya.
Sementara itu, terkait mundurnya kepala SKPD, Trubus menegaskan hal tersebut juga sebagai dampak seleksi yang tidak transparan.
"Jadi hasil dari seleksi yang tidak ketat itu membuat orang yang duduk sekarang di jabatannya bukan orang yang benar-benar mampu. Walhasil, ketika mereka duduk di posisinya, mereka tidak mampu dan memutuskan untuk mundur," ujar Trubus.
Ia pun menyarankan agar seleksi jabatan dibuat setransparan mungkin melibatkan lembaga pemerintah pusat seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Kementerian Dalam Negeri pun diminta turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini.
"Kalau terus berlarut, kasihan rakyat. Rakyat menunggu pembangunan. Sementara pembangunan kurang maksimal karena yang duduk ini masih pelaksana tugas. Kewenangan pelaksana tugas tentunya berbeda dengan definitif. Pelaksana tugas pun ada batasannya," tukasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved