Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kucing-kucingan PKL dengan Satpol PP

Ferdian Ananda Majni
07/9/2019 14:00
Kucing-kucingan PKL dengan Satpol PP
Ilustrasi -- Satpol PP melakukan razia Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di trotoar Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (26/10).(MI/ARYA MANGGALA)

WALAU harus kucingkucingan dengan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), para pedagang kaki lima (PKL) tak pernah jera. Satu lokasi yang cukup disorot ialah PKL di Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

"Setiap hari ada pengawasan, tapi mereka sudah terbiasa. Kalau ada petugas, mereka kabur, tapi nanti kembali lagi," ungkap Zainal, petugas Satpol PP Jakarta Pusat, Jumat (6/9).

Bahkan, menurut Zainal, meski upaya penertiban sudah dilakukan berkali-kali, ternyata langkah tersebut tidak menyurutkan para PKL untuk kembali menggelar lapak dagangan mereka di trotoar Jalan Jatibaru Raya.

"Padahal, kita bersiaga dan memantau pergerakan para PKL. Kita juga arahkan mereka untuk tidak menyerobot jalur pejalan kaki," lanjutnya.

Katspol Tanah Abang, Aries Cahyadi, mengatakan pihaknya menertibkan PKL yang berdagang di pinggir Banjir Kanal Barat, Tanah Abang, Jakarta Pusat. "Penertiban dilakukan tadi," ujar Aries saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (6/9).

Selain melakukan penertiban, Satpol PP kembali melakukan sosialisasi dan imbauan, bahkan penyitaan terhadap barang-barang dagangan PKL. "Untuk dijadikan bukti di persidangan tipiring di pengadilan," papar Aries.

Namun, terbukti penyitaan barang dagangan tidak membuat PKL menyerah.

Pengakuan PKL

Berdasarkan pantauan Media Indonesia, lapak PKL mulai memenuhi jalur pedestrian Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, sejak pukul 09.00 WIB. Ada pedagang pakaian, jilbab, sepatu, dan sandal. Selain itu, ada juga pedagang asongan. Mereka berdesakan di area yang terbatas.

Pejalan kaki yang akan melewati trotoar tersebut harus saling berbagi dengan pejalan kaki lainnya. Namun, tak jarang, langkah mereka terhenti untuk melihat-lihat barang yang ditawarkan pedagang.

Saat petugas Satpol PP bergerak, dengan sigap para PKL memindahkan barang-barang dagangan mereka. Jadi, PKL selalu kucing-kucingan dengan petugas Satpol PP. Begitu petugas Satpol PP pergi menjauh, PKL kembali menata barang-barang dagangan mereka di tempat semula.

Para PKL mengaku nekat berjualan karena rutin membayar iuran. Seorang pedagang dompet, Khairul, mengatakan, setiap satu bulan ia membayar Rp4 juta harga sewa lahan kepada Ekspedisi Kobra Express sebagai pemilik lahan.

"Jadi, yang lapak dalam itu saya bayar Rp4 juta, untuk luar ini (jalur pedestrian) bayar Rp1 juta per bulan," kata Khairul, Jumat (6/9).

Namun, Khairul menegaskan tidak ada preman yang dibayar. "Tapi enggak ada backingan. Yang bayar preman juga lari kalau ada razia Satpol PP," sebutnya.

Senada dengan Khairul, pedagang pakaian yang tidak bersedia disebutkan namanya mengaku harus membayar agar bisa menggunakan lapak di pinggir jalur pedestrian.

"Kita cuma nyari makan, kalau enggak jualan gimana mau makan dan bayar (lapak jualan)," kilahnya.

Sementara itu, seorang petugas Satpol PP yang tidak mau disebutkan namanya membenarkan adanya preman yang menghalangi petugas Satpol PP saat penertiban.

"Mereka dibayar sama PKL. Backing untuk jaga-jaga. Kita juga sering bersitegang sama mereka yang ngakunya warga sini," paparnya. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya