Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Gunakan Masker Polusi

Rifaldi Putra Irianto
12/8/2019 07:15
Gunakan Masker Polusi
Para pejalan kaki menggunakan masker saat berada di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.(ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

SUDAH empat hari kebijakan ganjil-genap di 25 ruas jalan Ibu Kota diterapkan, tetapi kualitas udara Jakarta masih tetap terburuk di dunia.

Situs resmi www.airvisual.com mencatat indeks kualitas udara di Jakarta mencapai 175 dengan parameter berupa partikel polutan sangat kecil berdiameter 2,5 mikrometer (PM 2.5) pada Minggu (11/8) pukul 08.20 WIB.

Airvisual menuliskan konsentrasi PM 2.5 udara Jakarta mencapai 106,3 mikrogram per meter kubik. Angka tersebut jauh di atas jumlah standar konsentrasi udara yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 25 mikrogram per meter kubik dalam jangka waktu 24 jam.

Kota Kolkata di India mene­mani Jakarta di urutan kedua dengan indeks kualitas udara pada angka 155. Sementara itu, Dubai, United Arab Emi-rates,­ mengunci di posisi ketiga dengan indeks kualitas udara 154.

Pejaten Barat, Jakarta Selatan, menjadi wilayah yang kualitas udaranya terburuk di Jakarta dengan indeks 182. Disusul peringkat kedua kawasan Pegadungan, Jakarta Barat, pada angka 180.

Indeks kualitas udara rerata wilayah demikian bisa meningkatkan gangguan pada jantung dan paru-paru. Airvisual menyebutkan kualitas udara buruk saat ini mempunyai risiko tinggi terganggu bagi kesehatan kelompok sensitif.

Airvisual merekomendasikan kelompok sensitif mengurangi kegiatan luar ruangan. Sementara itu, masyarakat yang berkegiatan di luar rumah juga dianjurkan menge­nakan masker polusi.

Sumber polutan

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu yang dihubungi terpisah menganjurkan Pemprov DKI segera mengkaji sumber polutan, menginventarisasi emisi, dan mencatat jumlah serta sumber-sumber pencemar udara yang ada dalam suatu wilayah.

Menurut Bondan, Pemprov DKI belum memberlakukan hal tersebut sehingga pendataan jumlah pencemaran udara di Jakarta tidak menye-luruh.

“Sampai saat ini belum inventarisasi emisi. Saya baru tahu data yang dikeluarkan Pemprov DKI bahwa 70% polusi udara berasal dari transportasi, 8% industri, 8% kebakaran domestik, dan 9% pembangkit listrik,” urainya.

Setahu Bondan, angka itu hanya dari parameter black carbon (BC), tetapi masih banyak lagi macam polusi udara. Selain BC, ada karbon dioksida (CO2) dan belerang dioksida (SO2). “Saat inventa-risasi emisi dilakukan akan ketahuan benar parameter apa di udara dan dari mana sumbernya,” tandasnya.

Langkah yang perlu ditindaklanjuti secepat mungkin, tambah Bondan, Pemprov DKI menginventarisasi emisi dengan menentukan wilayah geografis, kemudian menyusun inventarisasi emisi sumber tidak bergerak berupa titik dan area. Selanjutnya, menyusun inventarisasi emisi sumber bergerak on-road.

Setelah itu, pemda menyu­sun inventarisasi emisi sumber berge­rak non-road, meliputi sumber transportasi perairan, kereta api, dan udara. “Terakhir prosedur quality assurance atau quality control,” sebutnya.

Bondan mengingatkan langkah-langkah di atas segera mungkin dilakukan Pemprov DKI agar penanganan pencemaran udara tidak sehat Ibu Kota tepat sasaran. (J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya