Gangguan Penglihatan pada Anak Masih Tinggi, Penyebab Bervariasi

M Iqbal Al Machmudi
07/10/2024 13:23
Gangguan Penglihatan pada Anak Masih Tinggi, Penyebab Bervariasi
Ilustrasi(freepik.com)

GANGGUAN penglihatan masih menjadi beban kesehatan masyarakat secara global maupun nasional. Penyebab kebutuaan pada anak sangat bervariasi mulai dari gangguan refleksi hingga amblyopia.

"Selain gangguan refleksi dan amblyopia, penyakit yang mengganggu fungsi penglihatan antara lain katarak dan glukoma diperkirakan 5-20 persen, kebutuaan pada anak disebutkan oleh katarak, dan sekitar 20.000-40.000 anak lahir dengan katarak kongenital," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Yudhi Pramono dalam konferensi pers secara daring, Senin (7/10).

Sedangkan pada glukoma pada anak merupakan kondisi pediatrik yang jarang berjadi dan berhubungan dengan gangguan yang signifikan.

Baca juga : Anak Berisiko Alami Mata Kering Jika Terlalu Lama Menatap Layar

Amblyopiadan gangguan refraksi sering ditemukan bergaitan dengan dampak perusahaan tambahan yang ditimbulkan pada glukoma pada anak. Glukoma kongenital primer umumnya terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan insiden diperkirakan 1-10.000 kelahiran. 

"Lebih lanjut, pemberian kacamata pada anak yang membutuhkan dapat mengurangi kegagalan belajar hingga 44 persen," ucapnya.

Berdasarkan data dari World Report of Vision 2019, saat ini di seluruh dunia terdapat 2,2 miliar orang yang mengalami gangguan penglihatan. 1 miliar di antaranya dapat dinyari, dapat dijergah, maupun dapat diobati.

Baca juga : Anak Indonesia masih Hadapi Masalah Gizi

Sekitar 65 juta anak di dunia menderita mata minus dan diprediksi meningkat menjadi 275 juta di tahun 2050. Prevalensi gangguan penglihatan pada anak-anak sebesar 6,3 per 1.000 penduduk. Untuk kebutuhan anak-anak merupakan salah satu prioritas program penampulangan gangguan penglihatan karena penyebabnya dapat dihindari.

Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi disabilitas penglihatan pada penduduk umur di atas 1 tahun sebesar 0,4 persen dan proporsi penggunaan alat bantu lihat pada penduduk umur di atas 1 tahun di Indonesia sebesar 11,2 persen.

"Prevalensi gangguan penglihatan pada anak sekolah usia 5-19 tahun di Indonesia diperkirakan mencapai 10 persen. Jika gangguan refleksi tidak ditangani, maka kondisinya dapat memperburuk bahkan menyebabkan kebutuhan," ungkapnya.

Gangguan penglihatan dapat terjadi pada semua kelompok umur karena luasnya penyebab dan faktor risiko terjadinya gangguan. 

"Apabila tidak dilakukan kemampuan pencegahan dan pengendalian secara serius dan intensif, maka dampak dan gangguan penglihatan berpengaruh terhadap kualitas hidup dan kesehatan masyarakat hingga nantinya akan menimbulkan beban ekonomi dan kerugian negara," pungkasnya. (H-2)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya