Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
GAMBAR satelit terbaru dari NASA menunjukan dampak pemanasan global yang mencengangkan. Di mana hamparan salju di Alaska berganti dengan tanah kosong yang luas.
Gambar tersebut diambil instrumen Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Terra dan Aqua milik NASA. Mereka menunjukkan wilayah Bristol Bay Borough di Alaska bagian selatan. Anchorage, yang terletak di timur laut, biasanya memiliki kedalaman salju rata-rata 33 cm pada bulan Januari antara tahun 1998 dan 2025.
Namun, tahun ini, stasiun cuaca di daerah tersebut, bersama dengan bagian lain di negara bagian itu, hampir tidak melaporkan adanya salju di tanah. Yang tersisa hanyalah area tanah terbuka yang terlihat jelas dari luar angkasa.
"Sejak Desember 2024, suhu di seluruh negara bagian telah meningkat 3 hingga 6 derajat Celsius di atas normal, menurut NOAA, dan beberapa daerah mengalami anomali yang lebih besar," tulis NASA Earth Observatory dalam sebuah blog yang menyertai gambar tersebut. "Suhu yang hangat menyebabkan salju dan es yang ada mencair, sementara presipitasi baru turun dalam bentuk hujan, bukan salju."
Seiring dengan pemanasan global yang semakin cepat, wilayah Arktik seperti Alaska mengalami peningkatan suhu yang jauh lebih drastis, hingga empat kali lebih cepat dibandingkan bagian dunia lainnya. Rata-rata suhu di Anchorage pada Januari adalah minus 1,5°C, yaitu 7,2°C lebih tinggi dari rata-rata dan lebih hangat dibandingkan suhu yang tercatat di lebih dari tiga lusin negara bagian lainnya di AS.
Ada dua alasan utama di balik fenomena ini. Pertama, kondisi cuaca yang tidak biasa di seluruh Pasifik Utara memicu gelombang panas laut di Amerika Utara selama musim dingin ini. Pemanasan ini semakin parah di Alaska akibat adanya tekanan udara tinggi yang hangat dan bertahan lama di atas negara bagian tersebut.
Kedua, perubahan iklim semakin mengikis es laut di wilayah tersebut, yang biasanya berfungsi sebagai perisai pelindung dengan memantulkan sinar matahari kembali ke luar angkasa. Namun, fenomena yang dikenal sebagai efek albedo ini kini bekerja sebaliknya: es laut yang mencair membuka perairan yang lebih gelap, yang justru menyerap lebih banyak panas dari sinar matahari.
Akibatnya, saat planet kita semakin hangat, wilayah Arktik berubah dari "kulkas alami" menjadi "pemanas". Hal ini menyebabkan lapisan salju di Alaska semakin menyusut. Model iklim memprediksi pada pertengahan abad ini, pengurangan drastis salju akan mengancam gletser di kawasan itu serta memicu badai yang lebih kuat dan curah hujan yang lebih tinggi.
Pada akhir Januari, tekanan udara tinggi yang sebelumnya bertahan mulai melemah, menyebabkan angin dingin Arktik kembali membawa suhu di bawah nol di seluruh negara bagian. Namun, prakiraan cuaca setempat memperkirakan kondisi ini tidak akan bertahan lama, dengan suhu yang lebih hangat dari rata-rata diperkirakan kembali ke Alaska pada pertengahan Februari. (Live Science/Z-3)
SELAMA 21 bulan genosida di Jalur Gaza, Palestina, sekitar 70 persen infrastruktur hancur, menyisakan wilayah tersebut tertimbun jutaan ton puing dan tenggelam dalam gelap.
Boeing Starliner belum akan terbang ke ISS hingga awal 2026 karena masalah thruster dan kebocoran helium.
NASA merlisi foto permukaan matahari dengan jarak 6,1 juta kilometer menggunakan wahana antariksa Parker Solar Probe.
Tabrakan DART dan asteroid Dimorphos tidak hanya menggeser orbitnya, juga berdampak kompleks.
Solar maksimum merupakan fase siklus 11 tahun aktivitas bintik (sunspot) pada matahari yang diperkirakan terjadi pada Juli ini.
Sebuah studi menemukan lapisan tanah liat tebal dan kaya mineral di permukaan Mars.
Mencairnya gletser memuci letusan gunung api yang lebih sering dan eksplosof, yang memperparah krisis iklim.
Penelitian terbaru mengungkap hilangnya hutan tropis menyebabkan pemanasan global berkepanjangan setelah peristiwa Great Dying 252 juta tahun lalu.
Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca meningkat, anggaran karbon Bumi diperkirakan akan habis dalam waktu 3 tahun ke depan.
Meski dunia menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat celcius, pencairan lapisan es di dunia tetap melaju tak terkendali.
Peningkatan suhu juga sangat dipengaruhi oleh emisi gas rumah kaca (GRK), seperti karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia.
Penyebab Pemanasan Global: Faktor & Dampak Buruknya. Pemanasan global mengkhawatirkan? Pelajari penyebab utama, faktor pendorong, dan dampak buruknya bagi bumi. Temukan solusinya di sini!
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved