Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
TIDAK ada lagi rumah sakit yang berfungsi di bagian utara Jalur Gaza, Palestina. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan itu pada Kamis (21/12). Lembaga PBB itu menggambarkan pemandangan yang tak tertahankan dari sebagian besar pasien yang ditinggalkan serta meminta makanan dan air.
Badan kesehatan PBB mengatakan pihaknya telah memimpin misi ke dua rumah sakit yang rusak parah, Al-Shifa dan Al-Ahli, di utara wilayah Palestina pada Rabu. "Staf kami kehabisan kata-kata untuk menggambarkan situasi bencana yang dihadapi pasien dan petugas kesehatan yang tersisa," kata Richard Peeperkorn, perwakilan WHO untuk wilayah pendudukan Palestina.
Komentarnya muncul di tengah meningkatnya upaya diplomatik untuk menghentikan perang yang menurut Hamas telah merenggut 20.000 nyawa di Gaza. Sekitar 70% di antara mereka ialah perempuan dan anak-anak.
Baca juga: Wanita Lanjut Usia Tewas dalam Serangan Israel di Libanon
Perang dimulai ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.140 orang, sebagian besar warga sipil, dan menculik sekitar 250 orang, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka Israel.
WHO telah menggambarkan Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza yang bulan lalu menjadi fokus operasi tentara Israel dan telah dihancurkan oleh pengeboman Israel, sebagai tempat yang bermandikan darah. Rumah sakit Al-Ahli yang lebih kecil menjadi satu-satunya tempat operasi dapat dilakukan di wilayah utara, tetapi direkturnya mengatakan rumah sakit tersebut telah berhenti beroperasi pada Selasa (19/12) setelah diserbu oleh tentara Israel.
Misi yang dipimpin WHO mengungkapkan bahwa Al Ahli, yang dua hari lalu, "Kebanjiran pasien yang membutuhkan perawatan darurat kini seperti rumah sakit," Peeperkorn mengatakan kepada wartawan di Jenewa melalui tautan video dari Jerusalem.
Baca juga: Israel Selidiki Kematian Narapidana Palestina setelah Dituduh Ada Penyiksaan
"Tidak ada lagi ruang operasi karena kekurangan bahan bakar, listrik, pasokan medis, dan tenaga kesehatan, termasuk dokter bedah dan dokter spesialis lain," tambahnya. "Rumah sakit ini benar-benar berhenti berfungsi."
Dari 36 rumah sakit di Gaza, hanya sembilan yang kini berfungsi sebagian. Semuanya berada di wilayah selatan. "Tidak ada rumah sakit fungsional yang tersisa di utara."
Rumah sakit, yang dilindungi hukum kemanusiaan internasional, telah berulang kali terkena serangan Israel di Gaza sejak perang meletus. Militer Israel menuduh Hamas memiliki terowongan di bawah rumah sakit dan menggunakan fasilitas medis sebagai pusat komando. Tuduhan ini dibantah oleh kelompok Islam tersebut.
Baca juga: Realestat Israel Masuki Jalur Gaza Ingin Bangun Rumah Mewah
Ketika ditanya tentang tuduhan tersebut, Peeperkorn mengatakan, "Dalam misi ini, kami belum melihat hal seperti itu di lapangan." WHO, imbuhnya, tidak dalam posisi untuk menegaskan cara rumah sakit mana pun digunakan.
Meskipun misi Rabu bertujuan mengirimkan bahan bakar, katanya, kurangnya jaminan keamanan membuat mereka hanya dapat mengirimkan pasokan medis dan obat-obatan. "Namun, itu pun tidak cukup," katanya.
"Tanpa bahan bakar, staf, dan kebutuhan penting lain, obat-obatan tidak akan membuat perbedaan. Semua pasien akan meninggal secara perlahan dan menyakitkan."
Al Ahli, katanya, masih memiliki sekitar 10 staf yang berupaya memberikan pertolongan pertama. Sekitar 80 pasien berlindung di gereja dalam lingkungan rumah sakit dan bagian ortopedi.
Sean Casey, koordinator Tim Medis Darurat WHO yang menjalankan misi tersebut, menggambarkan "Kondisinya yang luar biasa." Di Al Ahli, tim berjalan melewati halaman, tempat mayat-mayat yang terbungkus plastik putih bertumpuk, dan suara tembakan otomatis terdengar di dekatnya. Itu diungkapkan Casey kepada wartawan dari Rafah di Gaza selatan.
Di gereja, "Kami menemukan pemandangan yang benar-benar tak tertahankan," kata Casey. Ia menggambarkan sekitar 30 pasien, termasuk anak-anak kecil dan beberapa dengan luka trauma serius, meminta-minta, bukan untuk perawatan melainkan untuk air.
"Sekarang, ini tempat orang-orang menunggu kematian." Dia menegaskan kembali seruan gencatan senjata yang semakin mendesak untuk memungkinkan bantuan dalam jumlah yang cukup dan juga untuk mengevakuasi lebih banyak pasien dari Gaza.
Ketika ditanya tentang waktunya hampir habis, dia berkata, "Saya pikir ini (sudah) terlambat. Kami menghadapi orang dewasa dan anak-anak yang kelaparan. Ke mana pun kami pergi, orang-orang meminta makanan kepada kami," katanya.
"Bahkan di rumah sakit, orang dengan patah tulang terbuka dan berdarah, mereka meminta makanan. Jika itu bukan merupakan indikator keputusasaan, saya tidak tahu apa itu." (Z-2)
PERDANA Menteri Kanada Mark Carney mengumumkan bahwa negaranya berencana untuk mengakui Negara Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
KEMENTERIAN Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia kembali menekankan pentingnya rencana politik yang adil dan menyeluruh dengan solusi dua negara, Israel dan Palestina.
PEMERINTAH Tiongkok mendukung rencana Prancis untuk menyampaikan pengakuan atas kedaulatan Palestina dalam sidang Majelis Umum PBB pada September 2025.
PRESIDEN Prancis Emmanuel Macron mengumumkan negaranya akan secara resmi mengakui Negara Palestina dalam Sidang Majelis Umum PBB pada September.
Indonesia mengutuk keras tindakan sepihak Zionis Israel untuk memaksakan kedaulatan terhadap wilayah Tepi Barat yang mereka jajah sebagaimana yang disetujui parlemen Israel itu.
SELAMA 21 bulan genosida di Jalur Gaza, Palestina, sekitar 70 persen infrastruktur hancur, menyisakan wilayah tersebut tertimbun jutaan ton puing dan tenggelam dalam gelap.
ISRAEL menyatakan akan membuka jalur udara bagi negara-negara asing yang ingin mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza dalam beberapa hari ke depan.
MILITER Israel mengumumkan bahwa bantuan akan mulai dikirim melalui udara ke Gaza, atas permintaan dari negara tetangga, Yordania.
MILITER Israel mengumumkan bahwa pengiriman bantuan kemanusiaan melalui udara ke Jalur Gaza akan dimulai pada Sabtu (26/7) malam.
Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyebut pengiriman bantuan melalui udara tidak akan membalikkan kelaparan yang semakin parah di Jalur Gaza.
UNRWA menyoroti sistem distribusi bantuan yang dikenal sebagai “Yayasan Kemanusiaan Gaza” (GHF), yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat.
Sistem distribusi bantuan yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat ini lebih melayani kepentingan militer dan politik dibandingkan kebutuhan rakyat sipil.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved