Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TIDAK ada lagi rumah sakit yang berfungsi di bagian utara Jalur Gaza, Palestina. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan itu pada Kamis (21/12). Lembaga PBB itu menggambarkan pemandangan yang tak tertahankan dari sebagian besar pasien yang ditinggalkan serta meminta makanan dan air.
Badan kesehatan PBB mengatakan pihaknya telah memimpin misi ke dua rumah sakit yang rusak parah, Al-Shifa dan Al-Ahli, di utara wilayah Palestina pada Rabu. "Staf kami kehabisan kata-kata untuk menggambarkan situasi bencana yang dihadapi pasien dan petugas kesehatan yang tersisa," kata Richard Peeperkorn, perwakilan WHO untuk wilayah pendudukan Palestina.
Komentarnya muncul di tengah meningkatnya upaya diplomatik untuk menghentikan perang yang menurut Hamas telah merenggut 20.000 nyawa di Gaza. Sekitar 70% di antara mereka ialah perempuan dan anak-anak.
Baca juga: Wanita Lanjut Usia Tewas dalam Serangan Israel di Libanon
Perang dimulai ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.140 orang, sebagian besar warga sipil, dan menculik sekitar 250 orang, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka Israel.
WHO telah menggambarkan Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza yang bulan lalu menjadi fokus operasi tentara Israel dan telah dihancurkan oleh pengeboman Israel, sebagai tempat yang bermandikan darah. Rumah sakit Al-Ahli yang lebih kecil menjadi satu-satunya tempat operasi dapat dilakukan di wilayah utara, tetapi direkturnya mengatakan rumah sakit tersebut telah berhenti beroperasi pada Selasa (19/12) setelah diserbu oleh tentara Israel.
Misi yang dipimpin WHO mengungkapkan bahwa Al Ahli, yang dua hari lalu, "Kebanjiran pasien yang membutuhkan perawatan darurat kini seperti rumah sakit," Peeperkorn mengatakan kepada wartawan di Jenewa melalui tautan video dari Jerusalem.
Baca juga: Israel Selidiki Kematian Narapidana Palestina setelah Dituduh Ada Penyiksaan
"Tidak ada lagi ruang operasi karena kekurangan bahan bakar, listrik, pasokan medis, dan tenaga kesehatan, termasuk dokter bedah dan dokter spesialis lain," tambahnya. "Rumah sakit ini benar-benar berhenti berfungsi."
Dari 36 rumah sakit di Gaza, hanya sembilan yang kini berfungsi sebagian. Semuanya berada di wilayah selatan. "Tidak ada rumah sakit fungsional yang tersisa di utara."
Rumah sakit, yang dilindungi hukum kemanusiaan internasional, telah berulang kali terkena serangan Israel di Gaza sejak perang meletus. Militer Israel menuduh Hamas memiliki terowongan di bawah rumah sakit dan menggunakan fasilitas medis sebagai pusat komando. Tuduhan ini dibantah oleh kelompok Islam tersebut.
Baca juga: Realestat Israel Masuki Jalur Gaza Ingin Bangun Rumah Mewah
Ketika ditanya tentang tuduhan tersebut, Peeperkorn mengatakan, "Dalam misi ini, kami belum melihat hal seperti itu di lapangan." WHO, imbuhnya, tidak dalam posisi untuk menegaskan cara rumah sakit mana pun digunakan.
Meskipun misi Rabu bertujuan mengirimkan bahan bakar, katanya, kurangnya jaminan keamanan membuat mereka hanya dapat mengirimkan pasokan medis dan obat-obatan. "Namun, itu pun tidak cukup," katanya.
"Tanpa bahan bakar, staf, dan kebutuhan penting lain, obat-obatan tidak akan membuat perbedaan. Semua pasien akan meninggal secara perlahan dan menyakitkan."
Al Ahli, katanya, masih memiliki sekitar 10 staf yang berupaya memberikan pertolongan pertama. Sekitar 80 pasien berlindung di gereja dalam lingkungan rumah sakit dan bagian ortopedi.
Sean Casey, koordinator Tim Medis Darurat WHO yang menjalankan misi tersebut, menggambarkan "Kondisinya yang luar biasa." Di Al Ahli, tim berjalan melewati halaman, tempat mayat-mayat yang terbungkus plastik putih bertumpuk, dan suara tembakan otomatis terdengar di dekatnya. Itu diungkapkan Casey kepada wartawan dari Rafah di Gaza selatan.
Di gereja, "Kami menemukan pemandangan yang benar-benar tak tertahankan," kata Casey. Ia menggambarkan sekitar 30 pasien, termasuk anak-anak kecil dan beberapa dengan luka trauma serius, meminta-minta, bukan untuk perawatan melainkan untuk air.
"Sekarang, ini tempat orang-orang menunggu kematian." Dia menegaskan kembali seruan gencatan senjata yang semakin mendesak untuk memungkinkan bantuan dalam jumlah yang cukup dan juga untuk mengevakuasi lebih banyak pasien dari Gaza.
Ketika ditanya tentang waktunya hampir habis, dia berkata, "Saya pikir ini (sudah) terlambat. Kami menghadapi orang dewasa dan anak-anak yang kelaparan. Ke mana pun kami pergi, orang-orang meminta makanan kepada kami," katanya.
"Bahkan di rumah sakit, orang dengan patah tulang terbuka dan berdarah, mereka meminta makanan. Jika itu bukan merupakan indikator keputusasaan, saya tidak tahu apa itu." (Z-2)
Sejumlah pesepak bola dan atlet lainnya juga mengunggah pesan solidaritas bagi warga Palestina yang tinggal di wilayah Sheikh Jarrah, Jerusalem Timur.
"Doa saya untuk mereka yang tidak dapat merayakan dengan damai hari ini," kata pemain Fenerbahce itu.
Pogba dan Diallo, keduanya beragama Islam, mengibarkan bendera itu sebagai dukungan untuk Palestina, saat Old Trafford diisi sekitar 10 ribu pendukung.
Penggemar sepak bola Israel pada Rabu (10/8) menemukan negara mereka tidak ada dalam daftar FIFA terkait negara-negara anggota menjelang kompetisi Piala Dunia.
Pihak Palestina tak keberatan dengan kehadiran Timnas sepak bola Israel di Indonesia pada ajang Piala Dunia U-20.
Produsen pakaian olahraga asal Jerman, Puma, akan mengakhiri kesepakatan sponsorship dengan tim sepak bola nasional Israel dalam keputusan yang diambil sebelum dimulainya perang di Gaza.
Menurut Otoritas Barang Antik Israel (IAA), temuan itu diidentifikasi sebagai konstruksi kerajaan periode Kuil Pertama (abad 10-6 SM) serta yang paling indah dan mengesankan hingga saat ini.
Orang Yahudi pada periode Romawi itu dianggap tidak tinggal di pertanian di luar desa atau kota.
Pemain Israel-Arab itu didatangkan Al-Nasr dari klub Tiongkok Guangzhou R & F seharga 2,5 juta euro.
Kerja sama tersebut menjadi kesepakatan pertama yang dilakukan antara negara Arab dan negara Yahudi.
Bagi Skotlandia, dua kekalahan beruntun membuat mereka tersingkir dari puncak klasemen Grup B2 disalip Rep Ceko yang menang 2-0 atas Slovakia.
Seorang anggota keluarga kerajaan Abu Dhabi, Sheikh Hamad bin Khalifa Al-Nahyan, menandatangani perjanjian kemitraan senilai US$92 juta pada Senin dengan pemilik klub, Moshe Hogeg.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved