Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
PEMERAHAN susu kedua baru saja selesai. Beberapa penduduk kibbutz Dafna yang tersisa bertahan di bawah ancaman pembukaan front baru dalam perang Israel dengan Hamas di Jalur Gaza, Palestina.
Di sini, beberapa ratus meter dari Libanon selatan, tempat musuh Israel, Hizbullah, berkuasa, momok tragedi 7 Oktober kembali menghantui warga sipil. Hampir seluruh 1.050 penduduk komunitas pertanian ini dievakuasi ke hotel-hotel dekat Danau Galilea. Hanya sekitar 15 orang yang tetap tinggal bertugas menjaga keamanan kibbutz.
Dafna dicapai melalui jalan raya sempit dan tidak terawat yang oleh orang Israel disebut jalan utara yang lama. Kini, wilayah tersebut sudah sepi, dan penyebabnya terlihat jelas di seberang perbatasan--posisi Hizbullah, kelompok militan Libanon yang bersekutu dengan Iran, menyatakan siap meningkatkan operasinya melawan Israel jika keadaan memungkinkan.
Baca juga: Iran Siap Beri Dukungan Apapun untuk Palestina
Dua kali sehari atau satu kali dibandingkan sebelum perang, para petani datang untuk memerah susu sapi mereka. "Jika kita tidak melakukannya, mereka akan mati," kata Arik Yaakobi, 45, salah satu dari sedikit orang yang tetap tinggal.
"Masyarakat takut untuk kembali karena kemungkinan Hizbullah akan mengulangi yang dilakukan Hamas," katanya.
Pada 7 Oktober, militan Hamas menyerbu perbatasan Gaza dan menyerang pertanian, desa-desa, serta festival musik gurun di Israel selatan. Serangan ini, menurut para pejabat Israel, menewaskan sekitar 1.400 orang, sebagian besar dari mereka ialah warga sipil.
Baca juga: Tentara Israel Cegat Serangan Rudal dari Wilayah Laut Merah
Sebagai tanggapan, tentara Israel melancarkan pengeboman tanpa henti di Gaza yang menewaskan lebih dari 8.500 warga Palestina, sebagian besar juga warga sipil, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah tersebut.
Di Dafna, hanya tentara yang terlihat di jalanan. Tanda-tanda kepergian warga sipil yang terburu-buru terlihat di mana-mana. Ada mainan anak-anak berserakan di halaman, sepeda dibuang ke tempat bermain, cucian masih dijemur.
Kadang-kadang, ada warga yang kembali sebentar untuk menyirami halamannya atau mengumpulkan beberapa barang. Setelah itu, mereka segera pergi.
Sarit Zehavi, pendiri dan direktur Alma, pusat penelitian di wilayah hulu Galilea, mengatakan dia khawatir dengan keselamatan keluarganya. "Saya tidak tidur lagi. Saya terus berpikir tentang pagar di sekitar rumah saya yang perlu saya perkuat. Tentang Hamas, kami telah melihat yang bisa terjadi pada kami," kata Zehavi, seorang letnan kolonel cadangan di tentara Israel dan ibu dari tiga anak, termasuk dua remaja.
"Serangan dari Libanon ialah perbuatan Hizbullah. Kita tahu hari ini bahwa tidak ada penghalang yang dapat mencegah infiltrasi itu," tambahnya.
Dia kemudian menunjukkan kepada AFP satu film propaganda pendek Hizbullah dari 2014. Pemimpinnya, Hassan Nasrallah, menjelaskan sambil tersenyum rencana mereka untuk mengendalikan Galilea dan mencantumkan titik-titik strategis negara tersebut, seperti pabrik, kilang, jalan raya, pusat perbelanjaan, bandara, dan pangkalan militer.
Persamaannya dengan serangan yang sebenarnya dilakukan Hamas sangat mencolok. Serangan roket besar-besaran diluncurkan ke Israel utara, gelombang pasukan komando Hizbullah melintasi perbatasan dan menembus Israel, didukung oleh drone dan speed boat. "Yang pasti Hizbullah bermaksud menyerang Galilea suatu hari nanti," kata Zehavi.
Pemerintah Israel menanggapi ancaman ini dengan serius. Kekhawatiran mengenai kemungkinan perang dengan Hizbullah mendorong pihak berwenang untuk mengevakuasi 22.000 penduduk dari kota terdekat, Kiryat Shmona. Hanya beberapa ratus orang yang tersisa, kebanyakan orang lanjut usia atau orang cacat yakni orang-orang yang dirawat oleh tentara dan harus pindah ke kamp di pinggir kota.
Hal yang sama juga terjadi pada semua komunitas kibbutz di sepanjang perbatasan Libanon. Beberapa di antaranya, seperti Hanita dan Dafna, yang didirikan pada akhir 1930-an, kini sudah sepi.
Seorang perwira senior militer yang dikerahkan untuk mempertahankan wilayah tersebut mengatakan kepada AFP, "Kami dikerahkan di sini di utara untuk mempertahankan perbatasan utara kami dari serangan Hizbullah. Kami siap untuk mencegah serangan apa pun. Setiap hari ialah hari pertempuran. Setiap hari ada banyak serangan dari Hizbullah," tambah petugas yang tidak mau disebutkan namanya.
Hizbullah dan faksi-faksi Palestina yang bersekutu telah menembakkan roket dan rudal melintasi perbatasan hampir setiap hari sejak 7 Oktober, sehingga memicu tembakan artileri balasan dari Israel. Setidaknya 62 orang tewas di Libanon, menurut penghitungan AFP, sebagian besar ialah pejuang Hizbullah tetapi juga empat warga sipil termasuk jurnalis Reuters Issam Abdallah. Pejabat Israel telah melaporkan empat kematian, termasuk satu warga sipil.
Pada 2006, Israel dan Hizbullah terlibat konflik berdarah yang menyebabkan lebih dari 1.200 orang tewas di Libanon, sebagian besar warga sipil, dan 160 orang di Israel, sebagian besar tentara.
Perwira intelijen veteran Israel, Avi Melamed, mengatakan masih jauh dari pasti bahwa Hizbullah akan berperang melawan Israel kali ini. "Rakyat Iran yang mengendalikan Hizbullah punya dilema: tidak melakukan apa pun dan membiarkan konflik Israel-Palestina terus berlanjut atau bertindak dan mengambil risiko bahwa respons Israel akan menghancurkan Hamas dan Hizbullah," kata Melamed. Oleh karena itu, imbuhnya, saat ini mereka hanya melancarkan serangan terbatas untuk menghindari eskalasi.
Di kibbutz Dafna, Yaakobi tetap khawatir. "Kami ingin kembali dan tinggal di sini tetapi masa depannya tidak pasti," katanya. "Dan kami harus tetap memerah sapi-sapi tersebut meskipun mereka ketakutan oleh sirene peringatan atau tembakan artileri kami ke arah Libanon." (Z-2)
PEMERINTAH Belanda menyatakan dua menteri Israel sebagai persona non grata akibat pernyataan dan tindakan yang dianggap memicu kekerasan serta mendorong pembersihan etnis Gaza.
PAUS Leo XIV menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza.
PEMUKIM Israel menyerang desa Kristen Palestina Taybeh di Tepi Barat, Palestina, yang dijajah, semalaman. Mereka membakar mobil dan menyemprotkan grafiti yang mengancam.
KONDISI kelaparan di Jalur Gaza kini mencapai titik kritis dan mengancam nyawa lebih dari dua juta penduduk Palestina.
KRISIS gizi di Jalur Gaza, Palestina, mencapai titik kritis dengan lonjakan kematian yang mencolok sepanjang Juli 2025. Hal itu diungkapkan WHO dalam laporan terbaru yang dirilis 27 Juli 2025.
Caisse de Prévoyance de l'Etat de Geneve (CPEG), dana pensiun pemerintah di Jenewa, Swiss, memutuskan untuk mencabut investasinya dari obligasi pemerintah Israel.
Negara-negara Arab dan Barat menyerukan agar Hamas menyerahkan senjata dan mengakhiri kekuasaan di Gaza.
PBB menyebut Gaza menghadapi krisis kelaparan terburuk dengan lebih dari 20 ribu anak alami gizi buruk.
PRANCIS dan Inggris, bersama sejumlah negara lainnya, mulai menunjukkan niat serius untuk mengakui Palestina.
NIAT Prancis dan sejumlah negara lain untuk mengakui Palestina sebagai negara berdaulat dinilai sebagai langkah penting dalam peta diplomasi internasional.
PRANCIS menyatakan bahwa satu-satunya jalan menuju perdamaian antara Israel dan Palestina adalah melalui solusi dua negara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved