Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Rangkul Afghanistan, Tiongkok Ambisi Kuasai Pasar Lithium Dunia

Media Indonesia
20/5/2023 21:02
Rangkul Afghanistan, Tiongkok Ambisi Kuasai Pasar Lithium Dunia
Pertemuan wakil perusahaan Tiongkok Gochin dengan Kementerian Pertambangan dan Perminyakan Afghanistan pada April 2023 lalu.(Ist/Afghanistan's Ministry of Mine and Petroleum)

KELOMPOK Taliban yang kembali menguasai pemerintahan Afghanistan dinilai memiliki kedekatan dengan Tiongkok.

Pengamat menilai bahwa Tiongkok secara otomatis menguasai kekayaan alam di Afghanistan seperti mineral tambang salah satunya lithium.

Di atas kertas, melalui perusahaan Gochin yang berbasis di Tiongkok, Beijing telah menjalin kontrak dengan Kementerian Pertambangan dan Perminyakan Afghanistan sebesar USD 10 miliar untuk mengelola litium Afganistan.

Baca juga: PII: Pemerintah Afghanistan harus Waspadai Jebakan Hutang Tiongkok

Menurut Bloomberg, investasi Tiongkok di Afganistan yang bernilai lebih dari USD 1 triliun dolar AS, adalah merupakan bagian dari proyek yang lebih besar Tiongkok pada negara-negara “mitranya”.

Tiongkok menjanjikan kerja sama ini akan menciptakan 120.000 pekerjaan langsung, ditambah beberapa pembangunan infrastruktur dan perbaikan sarana-prasarana bagi bangsa dan negara Afganistan.

Tiongkok Kuasai Cadangan Lithium Afghanistan

Upaya Tiongkok untuk mengontrol sumber daya mineral Afganistan, terutama cadangan lithiumnya, menjadi bagian terpenting dari strategi Beijing sebagai rantai pasokan mineral global.

Perlu diketahui bahwa lithium merupakan bahan baku baterai yang rechargeable untuk telepon selular, laptop, kamera digital, dan kendaraan listrik.

Afghanistan agar Waspada Jalin Kerja Sama dengan Tiongkok

Melihat hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mengingatkan Afganistan agar waspada dengan segala bentuk kerja sama eksploitasi sumber daya mineral dengan Tiongkok, agar tidak senasib seperti negara-negara yang kini terpuruk usai bermitra dengan Beijing.

Baca juga: Turki dan Tiongkok Kerja Sama Bangun Pabrik Baterai Mobil

Peneliti CENTRIS, AB Solissa membeberkan sejumlah fakta dan bukti negara-negara ‘terjajah’ Tiongkok, karena jebakan utang yang dibalut Beijing melalui sistem kerja sama.

“Hati-hati (Afganistan) dengan Tiongkok. Lihat saja Srilanka atau negara-negara di Afrika yang tanah airnya terjajah Beijing gegara termakan janji manis 'Negeri Tirai Bambu',” kata AB Solissa dalam keterangan pers, Sabtu (20/5).

Jika diberikan kontrak penambangan lithium, perusahaan Tiongkok  juga telah berjanji untuk terlibat dalam sejumlah proyek infrastruktur Afghanistan lainnya, termasuk terowongan, bendungan pembangkit listrik tenaga air, dan jalan raya, menurut Kementerian Pertambangan dan Perminyakan Afghanistan.

Ekspansi Ekonomi Beijing ke Afghanistan

CENTRIS menilai Beijing saat ini tengah berusaha memperluas kehadiran ekonominya di Afghanistan, dan menguasai sumber daya alamnya sejak Taliban mengambil alih Afghanistan. 

Baca juga: Eropa di Antara Persaingan Ekonomi AS-Tiongkok

Untuk menegosiasikan ulang dan memulai kembali kontrak pertambangan dan minyak sebelumnya, bisnis dan otoritas China telah melakukan kontak dengan para pemimpin Taliban.

Pemerintah Afghanistan telah menandatangani kontrak untuk mengumpulkan minyak dari cekungan Amu Darya dengan Perusahaan Minyak dan Gas Asia Tengah Xinjiang (CAPEIC) pada 6 Januari.

Sebanyak 150 juta dolar akan diinvestasikan dalam perjanjian pada tahun pertama, dan USD 540 juta akan diinvestasikan selama tiga tahun ke depan. 

Atas jasanya tersebut, Tiongkok memiliki peluang untuk meningkatkan kekuatan dan pengaruh regionalnya dengan memperluas kehadirannya di Afghanistan.

Warga Tiongkok Selundupkan Batu Mengandung Lithium

Akan tetapi, beberapa kejadian pencurian seperti yang diungkap oleh otoritas Afghanistan di mana lima orang, termasuk dua warga negara Tiongkok ditangkap karena berusaha menyelundupkan sekitar 1.000 ton batu yang mengandung lithium ke luar negeri melalui Pakistan, memperlihatkan cara lain Tiongkok dalam mengelsploitasi ilegal mineral afganistan.

“Kami sependapat dengan mantan diplomat Afganistan di Beijing, Sayed Mehdi Munadi, perihal dugaan Tiongkok secara ilegal mengeksploitasi kekayaan alam Afghanistan melalui penyuapan, penyelundupan, dan cara lainnya, karena tidak sedikit bukti yang terdokumentasi di media,” ucap AB Solissa.

Apalagi, pejabat senior Kementerian Pertambangan dan Perminyakan Afghanistan Mohammad Rasool Aqab mengklaim bahwa batu-batu itu, yang mengandung hingga 30% lithium, secara diam-diam dipindahkan dari Nuristan dan Kunar, dua dari banyak wilayah Afghanistan yang berbatasan dengan Pakistan.

Baca juga: Kejar Cuan, Bolivia Seriusi Bisnis Litium bersama Amerika Latin

“Banyak yang menduga hal ini dilakukan Tiongkok dengan cepat untuk merespon meningkatnya permintaannya litium dan kobalt sebagai salah satu bahan baku industrian, salah sarunya mobil listrik,” jelas AB Solissa.

Hampir dua pertiga lithium dunia diproses dan disempurnakan oleh perusahaan Tiongkok, yang dapat menimbulkan bahaya rantai pasokan bagi negara lain.

Selain Afganistan, Tiongkok telah melakukan investasi besar dalam penambangan litium di Amerika Latin selama lima tahun terakhir, termasuk Argentina, Bolivia, Meksiko, dan Chili, menurut laporan Khaama Press.

Bukan hanya itu, bisnis Tiongkok mencari ke Afrika, termasuk Zimbabwe, Namibia, dan Kongo, untuk aset mineral. 

Sekitar dua pertiga kobalt dunia dan 10 persen tembaga diproduksi di Afrika, dan penemuan sumber daya litium masih dalam tahap awal. 

Investor China sangat ingin berinvestasi dalam kekayaan mineral benua meskipun ada risiko seperti ketidakstabilan politik, peraturan dan regulasi yang lemah, korupsi, infrastruktur yang buruk, dan masalah yang terkait dengan eksplorasi tahap awal. 

Baca juga: Luhut Akui Indonesia Sulit Menjadi Raja Baterai Kendaraan Listrik

“Beberapa analis mencatat bahwa perusahaan Tiongkok berinvestasi dalam pasokan lithium di Amerika Latin dan Afrika bahkan ketika harga litium rendah sebagai bagian dari rencana jangka panjang mereka untuk memastikan pasokan unsur tanah jarang,” ujar AB Solissa.

David Deckelbaum, MD untuk Keberlanjutan dan Transisi Energi di Cowen Inc. yang berbasis di New York, memperkirakan bahwa Tiongkok telah menginvestasikan antara USD 60 dan USD 100 miliar dalam membangun industri litiumnya selama sepuluh tahun terakhir dengan mensubsidi produksi kendaraan listrik murah dan mendorong  bisnis untuk berinvestasi dalam infrastruktur untuk penambangan dan pemurnian logam.

Baca juga: RI Siap Jadi Produsen Kunci Baterai Lithium Global

Bagi negara-negara lain yang ingin beralih ke energi hijau, pendekatan Tiongkok, bagian dari strategi jangka panjang untuk memperluas kepentingan geoekonominya dan merebut supremasi pasar, menghadirkan masalah geopolitik dan keamanan. 

“Misalnya, pada tahun 2019, Tiongkok mengancam akan berhenti memasok mineral tanah jarang ke AS sebagai bagian dari sengketa perdagangannya dengan AS,” kata AB Solissa.

“Kemungkinan Tiongkok mengendalikan pasar lithium, seperti yang dilakukan OPEC dengan minyak bumi, cukup serius,” pungkas AB Solissa. (RO/S-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya