Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PERWAKILAN pemerintah Republik Indonesia mengevakuasi 15 WNI ke Safe House di Kantor KBRI Khartoum di tengah kondisi perang saudara di Sudan yang masih membara dan telah menewaskan sedikitnya 270 orang.
Dengan menggunakan kesempatan pergerakan saat melakukan distribusi logistik, KBRI membawa 15 WNI dimaksud dari wilayah Khartoum yang mayoritas terdiri dari keluarga yang mempunyai anak kecil atau bayi serta ibu hamil.
Mempertimbangkan situasi peperangan yang masih berlangsung di beberapa titik di Khartoum, para WNI yang blm dapat menjangkau Safe House KBRI diimbau untuk tetap berada di dalam rumah masing-masing dan tidak melakukan kegiatan di luar rumah. Demi keselamatan, pergerakan menuju Safe House KBRI dilakukan ketika situasi keamanan sudah memungkinkan.
Baca juga : Seorang WNI di Sudan Terkena Peluru Nyasar
Bantuan juga diberikan kepada sekitar 200 WNI terdampak perang yang mayoritas berstatus Mahasiswa dan PMI. Petugas KBRI bekerja sama dengan PPI Sudan dan Ikatan Mahasiswa Indonesia (IMI) menelusuri beberapa wilayah di Arkaweet dan Makmurat yang berjarak 500 meter dari zona konflik bersenjata.
Sebelumnya, KBRI juga telah mendistribusikan sembako kepada WNI, termasuk kepada 76 mahasiswa yang ditampung di Auditorium Kampus Internasional University of Africa.
Baca juga : Dua Jenderal Berseteru, Rakyat Sudan jadi Korban
Bantuan yang diberikan berupa mie instan, roti, beras, telur, teh, kopi dan air mineral. Pasokan didapatkan KBRI di tengah kelangkaan suplai logistik akibat tersendatnya distribusi barang masuk dan banyaknya toko yang tutup.
Pada 16 April, KBRI juga telah melakukan silaturahmi virtual dengan WNI berdomisili di Khartoum dan sekitarnya untuk menyampaikan langkah dan imbauan KBRI di masa genting tersebut.
Sesuai data KBRI, jumlah WNI tercatat sebanyak 1.209 orang, mayoritas berdomisili di wilayah Khartoum, dan sebagian di Wad Madani, dan Port Sudan. (Medcom.id/Z-4)
PENGUASA militer Sudan menghadapi tekanan berat dari pengunjuk rasa dan pemerintah Barat, untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil yang baru.
KONFLIK antara pengunjuk rasa dari warga sipil melawan penguasa militer terbaru di Sudan mulai memanas.
PENGUASA militer Sudan, Kamis (16/5), menangguhkan pembicaraan penting dengan para pemrotes tentang pemerintahan sipil.
PASUKAN keamanan Sudan menyerang kamp protes di ibu kota. Akibatnya sekitar 13 orang tewas dalam insiden tersebut.
PENGUASA militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengatakan militer telah memutuskan untuk membatalkan kesepakatan dengan para pengunjuk rasa.
Enam puluh orang tewas dalam penumpasan dua hari terhadap para demonstran Sudan yang dilakukan oleh pasukan militer dan paramiliter Sudan.
Diketahui ada sekitar 1.200 WNI yang berada di Sudan saat ini, sebanyak 800 diantaranya adalah mahasiswa. Keamanan mereka terancam karena konflik antara militer dan milisi Sudan.
PERANG saudara masih berkecamuk di Sudan. Pertempuran antara militer dan kelompok paramiliter yang disebut Pasukan Pendukung Cepat (RSF) meletus sejak Sabtu, (15/4).
Para mahasiswa WNI mengatakan hingga Selasa, (18/4) suara ledakan terus menggema di telinga warga ibu kota Sudan, Khartoum.
Sejauh ini situasi keamanan di Sudan belum kondusif untuk mengevakuasi sebanyak 1.209 WNI ke tempat lebih aman termasuk ke Tanah Air.
JEPANG mempersiapan proses evakuasi warganya dari Sudan, setelah gagalnya gencatan senjata yang diinisiasi oleh Amerika Serikat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved