Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Indonesia dan G20 Bisa Tuntaskan Konflik Rusia-Ukraina

Cahya Mulyana
26/5/2022 09:00
Indonesia dan G20 Bisa Tuntaskan Konflik Rusia-Ukraina
Kerusakan bangunan di Ukraina akibat invasi Rusia(AFP/SERGEY BOBOK)

DIREKTUR Eksekutif Indonesian Institute of Advance International Studies (INADIS) Ple Priatna menilai terdapat tiga jalan untuk Indonesia mendamaikan konflik Rusia-Ukraina. Pertama jalur G20, ASEAN dan Gerakan Non-Blok.

"Indonesia harus maju di hadapan dunia untuk mengatasi krisis ini. Sebab PBB telah gagal menjalankan manajemen krisis multilateral dalam konflik Rusia-Ukraina, karena hingga saat ini PBB tidak mampu memberi solusi perdamaian dunia," katanya pada diskusi daring bertema Menuju Perdamaian Rusia-Ukraina yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Kamis (26/5).

Pada diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah Luthfi Assyaukanie dihadiri Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan, Guru Besar Universitas Pertahanan Anak Agung Banyu Perwita, Pengamat Militer dan Pertahanan Keamanan Connie Rahakundini Bakrie dan Joko Purwanto dari Aktivis Komite Persahabatan Rakyat Indonesia-Rusia.

Selain itu, hadir pula Ketua Program Studi Kajian Wilayah Eropa sekaligus Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia (SKSG-UI) Henny Saptatia dan Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Ade Alawi.

Baca juga: AS Sebut 20 Negara Tawarkan Paket Senjata Bantu Ukraina Lawan Rusia

Dalam krisis Rusia-Ukraina, Priatna berpendapat posisi Amerika Serikat dan negara-negara Barat memegang prinsip free rider yang menjadi bagian dari peperangan. Negara-negara bukan bagian yang mengupayakan jalan keluar untuk perdamaian.

"Dengan jalur G20, ASEAN dan Gerakan Non-Blok dapat digunakan Indonesia untuk mengumpulkan energi dalam mendamaikan Rusia-Ukraina," tegasnya.

Sementara Aktivis Komite Persahabatan Rakyat Indonesia-Rusia Joko Purwanto menilai krisis Rusia-Ukraina merupakan dampak dari upaya ekspansi NATO ke Eropa Timur yang sudah berlangsung lama.

Menurut Joko, ada sejumlah kesepakatan di masa lalu antara Rusia dan sejumlah negara NATO agar tidak melanjutkan ekspansi ke Eropa Timur. Namun, ujarnya, kesepakatan itu dilanggar.

Joko menyayangkan, bantuan sejumlah negara NATO dan Amerika Serikat dalam bentuk persenjataan justru menjauhkan langkah-langkah perdamaian dalam konflik ini.

Ketua Program SKSG-UI Henny Saptatia berpendapat dalam mengupayakan suatu perdamaian seharusnya diikuti dengan upaya yang benar-benar untuk mewujudkan perdamaian. Bila Indonesia akan mengupayakan perdamaian lewat jalur Gerakan Non-Blok harus benar-benar pada posisi netral dalam proses mewujudkan perdamaian.

Henny berharap, para akademisi di Tanah Air mendorong agar Indonesia bersikap netral dan segera mengupayakan perdamaian pada krisis Rusia-Ukraina.

Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Ade Alawi berpendapat jurnalisme damai harus dikedepankan dalam pemberitaan tentang konflik Rusia-Ukraina.

Jalur Gerakan Non-Blok, ujar Ade, dapat dipakai untuk mengajukan proposal perdamaian dalam krisis tersebut.

"Dalam jangka panjang, perlu dipersiapkan upaya membangun arsitektur perdamaian dunia," katanya.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, saat ini adalah waktu yang tepat bagi Indonesia yang memiliki kebijakan politik bebas aktif, untuk mengupayakan perdamaian pada konflik Rusia-Ukraina.

Bila kedua pihak yang bertikai dapat dipertemukan di Indonesia dalam mengupayakan perdamaian, menurut Saur, akan menjadi langkah penting dan bersejarah.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya