Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Jepang Rindukan Banyak Tangis Bayi

Cahya Mulyana
01/4/2022 21:15
Jepang Rindukan Banyak Tangis Bayi
bayi(Ilustrasi)

PEMERINTAH Jepang melakukan sejumlah terobosan untuk meningkatkan populasi. Negeri Sakura telah lama dilanda penurunan angka kelahiran yang sangat tajam.

Biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk meningkatkan kesuburan dan kehamilan akan diganti pemerintah Jepang hingga 70%. Tujuannya supaya Jepang bangkit dari penuaan generasi terparah di dunia.

Seorang dokter, Atsushi Tanaka, mengharapkan lebih banyak pasien di kliniknya. Ia melayani peningkatan kesuburan melalui metode fertilisasi in-vitro (IVF) dengan tarif 500.000 yen.

Meskipun antrean pasiennya banyak, tapi Tanaka mengaku jumlahnya belum cukup untuk meningkatkan angka demografis. Selain angka kesuburan tidak mudah dipacu juga biayanya sangat mahal, ditambah lagi asuransi tidak membayar skrining genetik dan penggunaan sel telur donor.

Kondisi itu diperparah dengan jumlah wanita usia subur yang semakin sedikit. Jepang pun harus lebih bersabar untuk dapat mendengarkan banyak tangis bayi di ruang persalinan.

Persoalan yang dihadapi Jepang ini menjadi pelajaran bagi negara-negara maju yang menghadapi penurunan angka kelahiran. Angka kelahiran Korea Selatan juga terus menurun meskipun cakupan asuransi publik untuk perawatan kesuburan diperluas.

Metode IVF sudah tersedia di beberapa negara termasuk Denmark, Prancis dan Jepang. Cara ini hanya bisa membantu satu dari 14 kehamilan atau sekitar 7% bayi, dikandung melalui IVF pada 2019. Mengacu pada data kelahiran, Jepang baru menyentuh 1,3 dari standar 2,1 untuk menstabilkan populasi.

Baca juga: Angka Kelahiran Jepang Terendah di Dunia

Tekanan ekonomi dan situasi sosial Jepang menjadi momok untuk masyarakatnya meluangkan waktu memikirkan kehamilan. Padahal pemerintah Jepang telah menawarkan beberapa bantuan keuangan kepada pasangan berpenghasilan rendah yang melakukan program kehamilan.

Krisis demografis Jepang mencapai titik terendah selama enam tahun berturut-turut. Stimulasi kebijakan pemerintah Jepang diharapkan membuat masyarakatnya mengikuti program kehamilan.

“Bagus bahwa itu akan menurunkan standar bagi orang-orang berusia awal 30-an yang membutuhkan perawatan IVF tetapi sedang menunggu pembayaran bonus mereka,” kata Yuko Imamura dari Health and Global Policy Institute.

Ia juga mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan untuk membantu membayar pembekuan telur. Kemudian membiayai selama masa perawatan yang harganya mahal dan belum ditanggung oleh asuransi.

"Pemerintah menyuruh perempuan bekerja. Tapi mereka juga menyuruh perempuan punya anak lebih cepat, dan bukankah itu kontradiktif? Ini solusi," tuturnya.

Sebuah studi baru-baru ini oleh Sumitomo Life Insurance Co menemukan mayoritas wanita Jepang berpikir tidak mungkin mengejar perawatan kesuburan sambil bekerja.

Sementara itu, Yuki Yano dan suaminya, yang telah mencoba untuk hamil selama beberapa tahun, mengatakan program kehamilan melalui IVF masih terlalu mahal. Bahkan dengan pertanggungan asuransi, tetap harus mengeluarkan uang sekitar 150.000 yen per siklus.

"Kami berdua hampir tidak memenuhi kebutuhan seperti sekarang, dan kami tidak punya uang untuk membayar ratusan ribu yen untuk IVF," kata pria berusia 31 tahun itu.

Untuk saat ini, dia tetap menggunakan Clomid, obat yang membantu merangsang ovulasi.

"Sulit, jujur ??saja. Dan saya semakin tua".

Jepang telah menyisihkan 17,4 miliar yen dalam anggaran untuk tahun fiskal yang dimulai pada 1 April. Banyak wanita Jepang mengatakan ini bukan hanya tentang biaya dan metode medis yang tersedia, tetapi kesehatan jasmani dan rohani.

Megumi Takai, 33, berencana untuk segera meninggalkan pekerjaan penuh waktu di kantornya, dan bekerja paruh waktu untuk lebih fokus pada perawatan kesuburan. Dia mengatakan banyak wanita tidak dapat menggunakan waktu luang untuk pergi ke dokter kandungan.

"Saya berharap masyarakat lebih mendukung tentang ini, dan semua orang bisa mengambil cuti saat dibutuhkan," katanya.(Straits Times/OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya