PRESIDEN Brasil Jair Bolsonaro menandatangani perintah eksekutif untuk mencairkan 5,3 miliar real atau US$1,2 miliar dalam pinjaman baru guna memerangi pandemi covid-19.
Brasil, saat ini, menyumbang sekitar seperempat dari kematian harian covid-19 di seluruh dunia, lebih banyak daripada negara lain, dan upaya vaksinasi terhambat oleh kurangnya vaksin.
Bolsonaro telah menuai kritik luas karena penanganannya terhadap pandemi, mulai dari menyepelekan tingkat keparahan penyakit, hingga mengkritik upaya awal mengamankan vaksin serta menentang tindakan jarak sosial.
Baca juga: Jerman tak akan Gunakan AstraZeneca untuk Warga di Bawah 60 Tahun
“Pinjaman baru akan digunakan untuk menopang sistem kesehatan Brasil,” kata Kementerian Keuangan Brasil.
Kementerian Kesehatan Brasil akan menerima dana tersebut dan menggunakannya di lebih dari 2.600 klinik kesehatan umum, serta untuk membangun lebih banyak tempat tidur rumah sakit.
Pada Selasa (30/3), lansia Brasil di Negara Bagian Rio de Janeiro menunggu dalam antrean panjang di bawah terik matahari untuk mendapatkan vaksinasi.
Sementara Brasil yang berharap mendapat 46 juta dosis vaksin pada Maret, akhirnya hanya menerima 22 juta.
"Setelah semua pengorbanan ini, di bawah sinar matahari ini, kami akan melihat apakah kami bisa mendapatkan (vaksin), tetapi sepertinya tidak mungkin, itu sangat tidak terorganisir," kata Ira Salazar, seorang pensiunan yang berada di belakang antrean dengan lebih dari 100 orang.
Pada hari yang sama, regulator kesehatan Brasil Anvisa mengatakan vaksin Covaxin covid-19, yang dikembangkan Bharat Biotech India, tidak memenuhi standar manufakturnya.
Pemerintah Brasil menandatangani kontrak bulan lalu untuk membeli 20 juta dosis Covaxin. Bharat Biotech telah mengajukan permohonan penggunaan darurat vaksin di Brasil pada 8 Maret.
Bharat dan mitranya dari Brasil, Precisa Medicamentos, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka akan mengajukan banding atas keputusan tersebut dan akan memberikan bukti bahwa keputusan itu mematuhi semua persyaratan.
“Covaxin telah disetujui untuk digunakan di lima negara, termasuk India,” kata pernyataan itu. (Straitstimes/OL-1)