Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
Inggris kehilangan pangsa pasar di Amerika Serikat, Jerman, dan Tiongkok selama pandemi Covid-19 karena kekacauan perdagangan global, keluarnya negara itu dari Uni Eropa (Brexit), dan produktivitas yang buruk, demikian menurut penelitian baru yang diterbitkan pada Senin (8/3).
Inggris berkinerja sangat buruk karena stagnasi jangka panjang dalam pertumbuhan produktivitas, menurut laporan penelitian Pusat Grup Perbankan untuk Kemakmuran Bisnis Lloyd dari Universitas Aston.
Penelitian itu menunjukkan bahwa saat semua negara bergulat dengan kesulitan akibat Covid-19, Inggris kehilangan pangsa pasar di pasar ekspor terbesarnya, yakni Amerika Serikat dan Jerman.
"Di beberapa negara tujuan ekspor utamanya - yakni Jerman, Amerika Serikat dan Tiongkok - Inggris tampaknya telah mengalami penurunan (pangsa pasar) yang lebih tajam, dan mengalami pemulihan ekonomi yang lebih lambat, dan daya saing globalnya menyusut," kata laporan itu.
"Penurunan ekspor Inggris ke AS tampak paling tajam baik secara absolut maupun relatif dan paling lama di antara negara-negara utama Eropa (kecuali Prancis)," demikian menurut laporan penelitian tersebut.
Antara 2017 hingga 2019, Inggris meningkatkan total ekspor ke Jerman sebesar 8,5 persen, dan itu kurang dari pertumbuhan ekspor yang dicapai oleh Italia (12 persen), Belanda (14 persen) dan Spanyol (20 persen), serta Amerika Serikat (24 persen).
"Data ini sampai batas tertentu memberikan gambaran perlambatan ekspor Inggris ke Jerman setelah referendum Brexit 2016, yang mungkin mengindikasikan beberapa pemisahan antara kedua ekonomi," kata ekonom Jun Du dan Oleksandr Shepotylo dalam laporannya.
Riset yang didasarkan pada statistik perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu juga menunjukkan bahwa Inggris kehilangan pangsa pasar di Tiongkok. "Kombinasi pandemi Covid, Brexit dan tantangan produktivitas jangka panjang Inggris akan menempatkan bisnis-bisnis Inggris dalam posisi yang merugikan di masa mendatang," kata laporan itu.
Produktivitas Inggris yang relatif buruk telah mengganggu perekonomian selama bertahun-tahun, dan penyebabnya bervariasi dari keterampilan karyawan yang buruk dan investasi penelitian yang rendah hingga faktor-faktor dari sisi permintaan seperti krisis keuangan. (Ant/OL-12)
Kunjungan ke Batam ini bertepatan dengan peringatan ke-5 Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA).
DUTA Besar Turki untuk Indonesia Talip Kucukcan dan Anggota Parlemen Majelis Agung Turki Serkan Bayram menyambangi NasDem Tower, DPP Partai NasDem, Jakarta, pada Jumat, (13/6).
Kesepakatan IEU-CEPA menjadi peluang strategis bagi Indonesia melakukan pengalihan perdagangan di tengah dinamika kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu United States Trade Representative Jamieson Greer dalam MCM OECD 2025 di Paris untuk memperkuat kerja sama perdagangan.
Investasi Indonesia ke Amerika Serikat bisa menjadi salah satu pilihan menghadapi kebijakan tarif resiprokal presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memandang nilai perdagangan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) berpotensi menembus US$120 miliar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved