Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PENGADILAN Moskow menghukum pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny dua tahun delapan bulan di penjara koloni. Navalny dipenjara karena melanggar pembebasan bersyarat dari hukuman 2014 karena penggelapan, dalam kasus yang menurutnya bermotif politik.
Keputusan pengadilan tersebut menjadikan Navalny sebagai tahanan politik paling terkemuka di Rusia dan mungkin merupakan putusan paling penting terhadap musuh Putin sejak pemenjaraan oligarki Mikhail Khodorkovsky pada 2005.
Setelah hakim membacakan putusan, mengurangi 10 bulan yang dihabiskan Navalny di bawah tahanan rumah dari hukuman semula tiga setengah tahun, Yulia, istri Navalny melepas maskernya, tersenyum, melambai, dan kemudian mengangkat bahu.
Baca juga: Pengadilan Rusia Vonis Navalny Tiga Tahun
“Jangan sedih! Semuanya akan baik-baik saja!” teriak Navalny pada Yulia.
Yulia menolak berkomentar saat berjalan keluar dari ruang sidang, menatap lurus ke depan.
Di luar gedung pengadilan, dia berdiri di samping dua kuasa hukum Navalny, Olga Mikhailova dan Vladimir Kobzev. Mereka berencana mengajukan banding ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa.
“Anda melihat apa yang terjadi di sana,” kata Mikhailova.
"Itu mengerikan, seperti biasanya," imbuhnya.
Setelah putusan itu, beberapa ratus pendukung Navalny berbaris di pusat kota Moskow.
Video yang dibagikan media lokal atau di media sosial menunjukkan polisi dengan pelindung tubuh memukul pengunjuk rasa dengan tongkat. Lebih dari 1.000 orang ditangkap di seluruh Rusia pada hari itu, menurut kelompok pemantau independen OVD-info.
Keputusan Kremlin mengirim Navalny ke penjara datang meskipun ada ancaman protes lebih lanjut serta kecaman internasional dari pemerintah Amerika Serikat (AS) dan para pemimpin asing lainnya. Para diplomat dari sejumlah negara barat menghadiri pengadilan tersebut.
Dalam pidato berapi-api dari ruang sidang kota Moskow yang didekorasi dengan potret Cicero dan Montesquieu menjelang hukuman, Navalny menuduh Putin memerintahkan pembunuhannya dengan racun novichok dan mengatakan bahwa satu-satunya metode yang dapat dilakukan pemimpin Rusia adalah membunuh orang.
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan Washington sangat prihatin dan mengulangi seruan untuk membebaskan Navalny tanpa syarat sesegera mungkin.
Dia mengatakan akan berkoordinasi dengan sekutu untuk meminta pertanggungjawaban Rusia.
Perdana Menteri InggrisBoris Johnson menggambarkan keputusan itu sebagai tindakan pengecut yang gagal memenuhi standar keadilan yang paling dasar.
"Alexey Navalny harus segera dibebaskan," tulis Johnson.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas menggambarkannya sebagai pukulan pahit terhadap supremasi hukum di Rusia.
Hukuman tersebut telah menunjukkan para pemimpin Rusia kewalahan dengan Navalny, yang merilis penyelidikan mendetail terhadap istana Laut Hitam senilai £1 miliar yang diduga dibangun untuk digunakan Putin.
Dia ditangkap saat kembali ke Rusia, bulan lalu, setelah selamat dari upaya pembunuhan FSB pada Agustus 2020 dengan racun novichok yang mirip dengan yang digunakan di Salisbury pada 2018.
Pejabat penjara Rusia mengatakan ketika Navalny pulih di Jerman, mereka akan berusaha memenjarakannya karena melanggar pembebasan bersyarat dalam kasus 2014 dalam upaya nyata untuk menahan kritikus Kremlin di pengasingan, tetapi dia terbang kembali. (The Guardian/OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved