Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
HUMAN Rights Working Group (HRWG) menyambut lawatan kerja Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihide Suga ke Indonesia pekan ini dengan mendesak pemerintah 'Negeri Matahari Terbit' itu untuk melakukan negosiasi ulang kerja sama dalam skema magang Technical Intern Training Program (TITP).
Alasannya, maraknya praktik perekrutan tidak adil (unfair recruitment) yang ditandai penarikan biaya berlebih hingga eksploitasi tanpa pengawasan dan penindakan yang tegas dari pemerintah Indonesia terhadap pelaku saat proses prakeberangkatan. Begitu juga halnya dengan eksploitasi kerja saat masa magang di Jepang.
Menurut HRWG, praktik merugikan ini disebabkan pemerintah Indonesia tidak menetapkan struktur biaya proses pemagangan ke Jepang. Skema itu hanya diatur melalui Permen Naker No 8/2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri dan para pemagang dikeluarkan dari skema perlindungan yang diatur dalam Pasal 4 (b) UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran. Di sana, pemagang diperlakukan layaknya pekerja sehingga seharusnya masuk dalam jaminan perlindungan UU No 18/2017.
Baca juga: Jokowi: Kunjungan PM Suga Bawa Harapan di Tengah Pandemi
"HRWG mengakui kontribusi positif ekonomi atas kerja sama ini. Meski demikian, maraknya praktik eksploitasi dan pelanggaran HAM harus dihentikan," ujar HRWG dalam keterangan tertulis yang disampaikan Deputi Direktur HRWG Daniel Awigra, Selasa (20/10) malam.
Dalam skema ini, alih-alih ingin meningkatkan keterampilan dan pengetahuan serta memperbaiki nasib dengan magang ke Jepang, sebelum mereka berangkat, banyak dari mereka bahkan sudah terlilit utang.
Seruan renegosiasi ini berkebalikan dengan upaya pemerintah (Menteri Ketenagakerjaan) yang justru ingin meneruskan dan menambah kuota para pemagang ke Jepang.
Seruan negosiasi ulang dan moratorium adalah rekomendasi hasil kajian HRWG, “Shifting the Paradigm of Indonesia-Japan Labour Migration Cooperation”, yang diluncurkan HRWG Mei 2020.
Studi menyimpulkan, dengan meneruskan kerja sama ini sama halnya kedua pemerintah (Indonesia dan Jepang) terus memfasilitasi praktik eksploitasi para pekerja.
Pemerintah kedua negara harus mengubah paradigma lama, yaitu kerja sama mendatangkan buruh murah sebanyak-banyaknya dan tutup mata atas praktik eksploitasi, menjadi paradigma yang mengedepankan perlindungan sebagai dasar kerja samanya seperti semangat UU PPMI.
Selain moratorium atau penghentian sementara, kata HRWG, kunjungan ini juga bisa menjadi agenda untuk melakukan renegosiasi bilateral sembari memperbaiki payung hukum perlindungan dan efektivitas pengawasannya baik di Indonesia maupun Jepang.
"Pemerintah Indonesia terus didorong untuk menetapkan struktur pembiayaan yang jelas. Pemerintah Indonesia juga didorong untuk mendisiplinkan dan memberikan sanksi kepada aktor-aktor yang selama ini melakukan praktik tidak etis," kata HRWG.
Setahun lalu, Pemerintah Jepang merevisi Undang-undang Keimigrasian pada April 2019 dengan tujuan menjaring 340.000 pekerja asing kategori specified skilled workers dari beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia.
Skema baru ini sayangnya tidak diikuti penghapusan beberapa skema penempatan tenaga kerja asing yang telah berlaku sebelumnya, yaitu TITP.
Menurut data Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, pada 21 Januari 2020, terdapat 51.337 orang Indonesia bekerja di Jepang dan lebih separuhnya masuk dalam kategori skema magang. (OL-1)
Tanpa penataan sistem pelatihan kerja yang inklusif lintas usia, ketimpangan kompetensi dapat menimbulkan ketegangan antargenerasi di tempat kerja.
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PD DKI Jakarta Kusworo mengkhawatirkan rancangan peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok dapat meningkatkan angka pengangguran.
Pekerja industri konstruksi di Jepang terus berkurang karena masalah penuaan. Hal ini tentunya menjadi tantangan besar bagi sektor konstruksi di Jepang.
Kondisi ketenagakerjaan saat ini mengalami penurunan sehingga perlu diimbangi dengan pertumbuhan jumlah wirausaha.
Jika Anda merupakan HRD, pemilik perusahaan, atau staf administrasi yang ingin mengelola data tenaga kerja secara online, maka SIPP BPJS Ketenagakerjaan adalah solusi utama.
Penting bagi perguruan tinggi untuk segera menyesuaikan kurikulumnya agar menghasilkan lulusan yang adaptif dan siap bersaing di pasar tenaga kerja energi dan mineral.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved