Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

PM Libia Ingin Mundur pada Akhir Oktober

Faustinus Nua
17/9/2020 10:08
PM Libia Ingin Mundur pada Akhir Oktober
Perdana Menteri Libia Fayez al-Sarraj(AFP/Adem ALTAN)

PERDANA Menteri Libia yang diakui secara internasional, Fayez al-Sarraj, Rabu (16/9), mengungkapkan dia ingin mundur dari jabatannya pada akhir Oktober. Hal itu dikhawatirkan memicu ketegangan politik di Tripoli di tengah upaya baru menemukan solusi politik bagi konflik negara itu.

"Saya menyatakan keinginan tulus saya untuk menyerahkan tugas saya kepada otoritas eksekutif berikutnya selambat-lambatnya akhir Oktober," katanya dalam pidato yang disiarkan televisi.

Mengutip pembicaraan yang disponsori PBB di Jenewa, dia menunjukan kemajuan dalam menyetujui cara untuk menyatukan negara terfragmentasi Libia dan mempersiapkan pemilihan.

Baca juga: Jejak Kaki Berusia 120 Ribu Tahun Ditemukan di Arab Saudi

Sarraj adalah kepala Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA), yang berbasis di Tripoli, sementara Libia timur dan sebagian besar wilayah selatan dikendalikan Tentara Nasional Libia (LNA) Khalifa Haftar.

Perang saudara telah menarik kekuatan regional dan internasional dengan Uni Emirat Arab, Mesir, dan Rusia mendukung LNA dan Turki mendukung GNA.

Namun, kedua belah pihak terdiri dari koalisi yang tidak stabil yang mengalami tekanan sejak Turki membantu GNA untuk menghentikan serangan LNA selama 14 bulan di Tripoli pada bulan Juni.

"Ini secara efektif merupakan senjata awal untuk putaran baru, bermanuver untuk apa yang akan datang selanjutnya," kata Tarek Megerisi, seorang anggota kebijakan di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri.

"Pada akhirnya, itu akan meninggalkan GNA sebagai entitas, dan Libia barat, sedikit terdegradasi," tambahnya.

Blokade ekspor energi LNA, sejak Januari, telah merampas sebagian besar pendapatan negara Libia, memperburuk standar hidup dan berkontribusi pada protes di kota-kota yang dikendalikan kedua belah pihak.

Di Tripoli, protes tersebut memicu ketegangan antara Sarraj dan Menteri Dalam Negeri yang berpengaruh Fathi Bashagha, yang sempat diskors bulan lalu sebelum mengembalikannya ke jabatannya.

Kepergian Serraj dapat menyebabkan pertikaian baru di antara tokoh-tokoh senior GNA lainnya, dan antara kelompok bersenjata dari Tripoli dan kota pesisir Misrata di Bashagha yang memegang kendali di lapangan.

"Masalah milisi akan lebih jelas," kata Jalel Harchoui, peneliti di Clingendael Institute.

Serraj telah memimpin GNA sejak dibentuk pada 2015 sebagai hasil dari perjanjian politik yang didukung PBB yang bertujuan untuk menyatukan dan menstabilkan Libia setelah kekacauan yang diikuti pemberontakan tahun 2011 untuk menggulingkan Muammar Gaddafi.

Terlepas dari kegagalan dan kelemahan pemerintah yang dipimpinnya, dia dipandang sebagai seorang moderat yang nyaman berurusan dengan sebagian dari faksi timur dan sekutu asing mereka, serta pemain internasional lainnya. (France24/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya