Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Israel-Bahrain Normalisasi Hubungan Diplomatik

Haufan Hasyim Salengke
12/9/2020 05:57
Israel-Bahrain Normalisasi Hubungan Diplomatik
Foto kombinasi yang menampilkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa(AFP/RONEN ZVULUN and Fayez Nureldine)

ISRAEL dan Bahrain sepakat menjalin hubungan diplomatik penuh, Jumat (11/9), dalam terobosan kedua antara Israel dan tetangga Arabnya setelah menormalisasi hubungan dengan Uni Emirat Arab (UEA), bulan lalu.

Perjanjian terbaru diselesaikan selama panggilan telepon antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa, menurut pernyataan bersama Amerika Serikat (AS)-Bahrain-Israel yang diterbitkan di Twitter oleh Presiden AS Donald Trump.

Pernyataan itu memuji kesepakatan tersebut sebagai 'terobosan bersejarah' yang dikatakan akan meningkatkan perdamaian di kawasan itu.

Baca juga: Hacker dari Tiga Negara Targetkan Trump dan Biden

"Pembukaan dialog langsung dan hubungan antara dua masyarakat dinamis dan ekonomi maju ini akan melanjutkan transformasi positif Timur Tengah dan meningkatkan stabilitas, keamanan, dan kemakmuran di kawasan," kata pernyataan itu.

Berbicara kepada wartawan di Oval Office saat AS memperingati serangan teroris 11 September 2001, Trump menggembar-gemborkan kesepakatan tersebut, mengatakan ketika ia menjabat pada 2017, Timur Tengah dalam keadaan kacau balau.

"Bahkan pejuang yang hebat pun lelah berperang dan mereka lelah berperang," kata Trump. "Saya bisa melihat banyak hal baik terjadi sehubungan dengan rakyat Palestina."

Keputusan menormalkan hubungan datang satu minggu sebelum UEA dan Israel secara resmi menandatangani pakta selama upacara di Gedung Putih. Trump menjamu Netanyahu dan Menteri Luar Negeri UEA Mohammed bin Zayad.

Kepemimpinan Palestina sebelumnya mengecam kesepakatan UEA-Israel, mengatakan itu tidak melayani kepentingan Palestina dan mengabaikan hak-hak rakyat Palestina.

Otoritas Palestina mengatakan setiap kesepakatan dengan Israel harus didasarkan pada Prakarsa Perdamaian Arab tahun 2002 dengan prinsip 'tanah untuk perdamaian' dan bukan 'perdamaian untuk perdamaian'. (AA/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya