Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Mengenal Bahaya Myasthenia Gravis, Lelah yang Mengancam Nyawa

Basuki Eka Purnama
12/7/2025 21:34
Mengenal Bahaya Myasthenia Gravis, Lelah yang Mengancam Nyawa
Diskusi kesehatan bertajuk “Lebih dari Sekadar Lelah”.(MI/HO)

DI tengah budaya kerja yang menuntut produktivitas tinggi, banyak profesional muda mengabaikan kelelahan ekstrem dan menganggapnya sebagai burnout. Padahal, rasa lelah bisa jadi adalah gejala dari Myasthenia Gravis, sebuah penyakit autoimun serius yang dapat mengancam jiwa? 

Menjawab tantangan rendahnya pemahaman publik di Indonesia, Menarini Indonesia berkolaborasi dengan Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI) menyelenggarakan diskusi kesehatan bertajuk “Lebih dari Sekadar Lelah”.

Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun neuromuskular kronis yang ditandai dengan kelemahan otot yang berfluktuasi. 

Gejalanya seperti kelopak mata turun, penglihatan ganda, suara sengau, dan kesulitan menelan sering kali disalahartikan sebagai kelelahan biasa atau stres. 

Keterlambatan diagnosis dapat menurunkan kualitas hidup secara drastis dan meningkatkan risiko komplikasi fatal berupa krisis miastenik atau gagal napas.

“Selain dapat menyebabkan kematian, penyakit ini juga menurunkan produktivitas kerja, membatasi aktivitas sosial, dan pada akhirnya menimbulkan dampak ekonomi dan sosial bagi pasien, keluarga, dan sistem kesehatan. Pasien MG memerlukan pengobatan yang tepat, konsisten, dan terjangkau untuk dapat mempertahankan kualitas hidup yang optimal. Dengan demikian, ketersediaan dan akses pengobatan sangatlah penting," ujar Dokter Spesialis Saraf RSCM Ahmad Yanuar Safri.

Yanuar menyampaikan kembali jika semua hal tersebut dapat terpenuhi, pasien MG dapat diobati dengan tuntas dan dapat beraktivitas kembali seperti sebelumnya.

Dokter Spesialis Saraf RS Brawijaya Saharjo Zicky Yombana menyampaikan, “Pada saat ini, banyak masyarakat yang mengabaikan gejala seperti kelopak mata yang sering turun atau suara yang tiba-tiba menjadi sengau, lalu menganggapnya hanya sebagai kelelahan biasa akibat tuntutan pekerjaan. Di era digital ini, banyak yang terjebak dalam 'Jebakan Dr. Google', mencoba mendiagnosis diri sendiri dan menunda konsultasi medis yang krusial." 

"Sebagai dokter sekaligus pasien, saya tahu persis betapa pentingnya diagnosis dini. Jika Anda merasakan kelemahan otot yang hilang timbul, segera berkonsultasi dengan dokter saraf. Itulah kunci untuk mencegah komplikasi berbahaya seperti krisis miastenik dan memungkinkan untuk kembali hidup secara produktif," lanjutnya.

Selain itu, perspektif pasien juga dibagikan oleh Annisa Kharisma, yang akrab dipanggil Tata, dari YMGI. 

“Bagian terburuknya adalah kebingungan. Saya diberi tahu bahwa saya 'hanya lelah,' 'stres karena pekerjaan,' atau 'mungkin hanya butuh lebih
 banyak tidur.' Saya pun mulai meragukan diri saya sendiri,” tutur Tata. 

“Lain kali jika ada seseorang yang berkata mereka 'lelah,' saya harap Anda mengingat cerita saya. Mari kita bersama-sama membangun komunitas yang penuh kesadaran dan proaktif dalam memeriksakan kesehatan diri," tambahnya.

Pasien MG menghadapi risiko kematian yang lebih tinggi secara signifikan. Ditemukan bahwa tingkat mortalitas pada pasien MG mencapai 14% dalam 5 tahun dan 21% dalam 10 tahun setelah gejala muncul. 

Risiko terbesar datang salah satunya dari krisis pernapasan (krisis miastenik) yang membutuhkan perawatan intensif. Hal ini menegaskan betapa krusialnya kesadaran publik dan diagnosis dini untuk mengelola Myasthenia Gravis secara efektif dan mencegah komplikasi fatal.

Presiden Direktur Menarini Indonesia Idham Hamzah menegaskan kegiatan ini adalah wujud nyata komitmen perusahaan dalam menyediakan pengobatan yang berkualitas bagi pasien MG di Indonesia. 

“Menarini tidak hanya berkomitmen menghadirkan terapi yang efektif, tetapi juga turut peduli terhadap kondisi dan perjuangan pasien yang hidup dengan penyakit ini. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya kami untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit MG, agar pasien tidak terlambat didiagnosis dan dapat segera mendapatkan terapi yang tepat,” ujar Idham.

Menarini mengajak seluruh pemangku kepentingan termasuk dokter, apoteker, asosiasi pasien, serta pemerintah untuk bersama-sama meningkatkan kesadaran terhadap Myasthenia Gravis, mengurangi keterlambatan diagnosis, serta menjamin keberlanjutan terapi yang tepat. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya