Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
DOKTER spesialis penyakit dalam, Dirga Sakti Rambe membagikan tips kepada para orangtua apabila anaknya mengalami demam setelah imunisasi atau vaksin.
Perlu diketahui bahwa demam setelah imunisasi bukan kondisi yang berbahaya, karena kondisi ini merupakan suatu bentuk respons tubuh anak dalam membentuk sistem kekebalan baru gabungan dari vaksin yang disuntikkan, sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
"Pertama, kalau demam, kasih anak minum yang banyak atau berikan ASI. Terus kalau suhunya di atas 38 derajat, boleh dikasih paracetamol," ucap Dirga dikutip dari instagram Kementerian Kesehatan pada Minggu (25/5).
Cara kedua, kalau nyeri atau bengkak atau kemerahan, cukup kompres dengan es. Setelah itu dilihat, kalau anak kita aktif, makan minumnya mau, maka tidak usah panik. Tetapi jika anak kita terlihat lemas, demamnya lebih dari tiga hari, segera bawa ke anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.
"Jangan lupa untuk melengkapi imunisasi untuk anak-anak kita. Ibu-ibu, jangan ragu ajak anak kita imunisasi," ujarnya.
Demam setelah imunisasi umumnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian vaksin. Gejala demam ini adalah respons normal tubuh terhadap vaksinasi dan merupakan tanda bahwa sistem kekebalan tubuh sedang aktif.
Demam setelah imunisasi adalah hal yang umum terjadi dan tidak perlu menjadi sumber kekhawatiran bagi orangtua. (H-3)
OTAK anak memiliki tempat khusus untuk berimajinasi. Imajinasi merupakan salah satu aspek penting dalam masa tumbuh kembang anak.
Kondisi saluran pencernaan tidak hanya berdampak pada sistem imun, tetapi juga sangat berhubungan dengan produksi hormon-hormon kebahagiaan yang memengaruhi mood
IMUNISASI anak wajib diberikan pada bayi baru lahir hingga individu usia 18 tahun. Kementerian Kesehatan mewajibkan vaksinasi pada anak untuk melindungi buah hati
Balita laki-laki di Naimibia harus kehilangan satu matanya setelah sebelumnya diduga dicium oleh kerabatnya yang ternyata menderita herpes.
PREVALENSI stunting pada kelompok Kuintil 1 (Q1) atau yang relatif miskin jauh lebih tinggi, sekitar 26%. Sementara di kelompok Kuintil 5 (Q5) atau kelompok yang relatif lebih kaya hanya 13%.
Jika screen time berlebih tidak diatasi, pada jangka panjang perilaku anak memburuk, misalnya semakin hiperaktif, sulit berkonsentrasi di sekolah dan berpengaruh pada akademik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved