Wayang Kulit Purwa: Seni Tradisional yang Sarat Filosofi
Reynaldi Andrian Pamungkas
04/3/2025 23:59
Dalang Ki Ardhi Purbo Antono memainkan Wayang Kulit Purwa dengan lakon Wisanggeni Lahir dalam Festival Wayang Indonesia 2015 di halaman Museum Fatahillah, Jakarta(MI/ARYA MANGGALA)
WAYANG Kulit Purwa adalah salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang menggunakan boneka bayangan (wayang kulit) yang dimainkan oleh seorang dalang di balik layar putih dengan cahaya lampu atau blencong.
Wayang ini berasal dari Jawa, khususnya berkembang di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Purwa dalam bahasa Jawa berarti kuno atau asli, sehingga Wayang Kulit Purwa mengacu pada wayang yang mengisahkan cerita-cerita klasik dari kisah Mahabharata dan Ramayana.
Wayang Kulit Purwa merupakan salah satu seni pertunjukan tertua di Indonesia yang memiliki nilai historis, filosofis, dan religius yang tinggi.
Seni ini berkembang terutama di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, serta telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia (2003).
Asal-usul Wayang Kulit Purwa
Wayang kulit purwa diduga berasal dari kebudayaan asli Nusantara yang kemudian mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu dan Buddha.
Kata "wayang" berasal dari bahasa Jawa yang berarti "bayangan", sedangkan "purwa" berarti "awal" atau "kuno".
Beberapa teori asal-usul wayang kulit purwa:
1. Teori Asli Nusantara
Wayang berkembang sejak zaman kerajaan kuno, seperti Kerajaan Kutai dan Mataram Kuno (abad ke-8 M).
Digunakan sebagai media upacara adat dan penyebaran ajaran leluhur.
2. Teori Pengaruh Hindu-India
Pada abad ke-10, kisah Mahabharata dan Ramayana diperkenalkan ke Jawa oleh pendeta Hindu dari India.
Cerita epos ini kemudian diadaptasi dalam pertunjukan wayang dengan karakter yang lebih lokal.
3. Teori Pengaruh Islam
Pada abad ke-15 hingga 16, Sunan Kalijaga (salah satu Wali Songo) menggunakan wayang sebagai media dakwah Islam.
Gambar wayang dibuat datar dan berlubang untuk menghindari larangan menggambar makhluk hidup secara utuh dalam Islam.
Perkembangan Wayang Kulit Purwa
Zaman Hindu-Buddha: Media penyebaran ajaran Hindu, bercerita tentang Mahabharata dan Ramayana.
Zaman Islam: Sunan Kalijaga menyempurnakan bentuk wayang agar lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Zaman Kolonial Belanda: Wayang tetap bertahan dan berkembang dengan masuknya cerita-cerita lokal.
Zaman Modern: Wayang menjadi bagian dari budaya nasional dan sering dipentaskan dalam berbagai acara besar.
Nilai dan Makna Wayang Kulit Purwa
Mengandung nilai moral dan pendidikan
Simbol perlawanan antara kebaikan dan kejahatan
Media dakwah dan hiburan masyarakat
Mencerminkan filosofi kehidupan dan kepercayaan masyarakat Jawa
Wayang Kulit Purwa bukan hanya seni pertunjukan, tetapi juga warisan budaya yang kaya akan nilai kehidupan dan sejarah panjang Nusantara.
Berikut Tokoh-tokoh Utama Wayang Kulit Purwa
Wayang Kulit Purwa banyak mengadaptasi kisah Mahabharata dan Ramayana yang diwarnai oleh tokoh-tokoh heroik, bijaksana, hingga tokoh jahat.
1. Tokoh dalam Kisah Mahabharata
Pandawa Lima (Tokoh Protagonis)
Kelima bersaudara ini adalah keturunan Raja Pandu dan sering digambarkan sebagai ksatria yang berbudi luhur.
Yudhistira (Puntadewa): Bijaksana, jujur, pemimpin Pandawa
Bima (Werkudara): Kuat, berani, setia
Arjuna: Tampan, sakti, ahli panah
Nakula & Sadewa: Kembar yang cerdas, ahli strategi
Kurawa (Tokoh Antagonis)
Kelompok ini berjumlah 100 bersaudara, dipimpin oleh Duryodana (Suyudana). Mereka terkenal licik dan selalu ingin merebut kerajaan dari Pandawa.
Tokoh Bijaksana dan Dewa
Batara Guru: Raja para dewa (versi Hindu: Siwa)
Batara Narada: Penasehat para dewa
Kresna: Dewa sekaligus penasihat Pandawa
2. Tokoh dalam Kisah Ramayana
Tokoh Utama
Rama: Pangeran Ayodhya yang bijaksana
Shinta: Istri Rama yang diculik Rahwana
Laksmana: Adik Rama, ksatria setia
Hanoman: Kera putih sakti yang membantu Rama
Tokoh Antagonis
Rahwana: Raja Alengka, menculik Shinta
Indrajit: Anak Rahwana yang sakti
3. Tokoh Unik dalam Wayang Kulit Jawa
Selain tokoh dari Mahabharata dan Ramayana, dalam wayang kulit purwa ada tokoh khas Jawa seperti:
Semar, Gareng, Petruk, Bagong: Tokoh punakawan (penasihat dan penghibur)
Togog & Mbilung: Punakawan versi Kurawa
Tokoh-tokoh dalam wayang ini tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga menyampaikan pesan moral, filosofi kehidupan, dan ajaran kebijaksanaan dalam budaya Jawa.
Berikut Teknik Pementasan dan Dalang Wayang Kulit Purwa
Pertunjukan Wayang Kulit Purwa merupakan pementasan tradisional yang memiliki teknik pementasan khas, dengan dalang sebagai tokoh utama yang mengendalikan jalannya cerita.
Teknik Pementasan Wayang Kulit Purwa
1, Persiapan Panggung (Kelir dan Blencong)
Wayang dimainkan di balik kelir (layar putih), dengan pencahayaan dari blencong (lampu minyak) untuk menciptakan efek bayangan.
2. Dalang sebagai Pengatur Cerita
Dalang memainkan wayang, mengatur suara, dan memandu alur cerita.
3. Iringan Gamelan dan Sinden
Musik gamelan mengiringi jalannya pertunjukan.
Sinden (penyanyi perempuan) dan waranggana melantunkan tembang Jawa untuk menambah suasana.
4. Struktur Pementasan
Dibagi menjadi tiga bagian utama:
Pendahuluan (Jejeran): Pembukaan dan pengenalan tokoh.
Pertengahan (Perang Gagal dan Perang Besar): Konflik antara kebaikan dan kejahatan.
Akhir (Tancep Kayon): Penyelesaian cerita, ditandai dengan wayang gunungan.
Peran dan Fungsi Dalang dalam Wayang Kulit
Dalang adalah tokoh utama dalam pementasan wayang, memiliki peran penting sebagai:
Pencerita: Menghidupkan dialog dan narasi cerita.
Penggerak Wayang: Mengendalikan lebih dari 10 wayang sekaligus.
Pengatur Irama Musik: Memberi aba-aba kepada pengrawit gamelan.
Penyampai Nilai Moral: Menyisipkan nasihat dalam cerita.
Wayang Kulit Purwa tidak hanya hiburan, tetapi juga media pendidikan dan penyebaran nilai budaya serta ajaran moral dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Kesimpulan
Jadi, Wayang Kulit Purwa bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan, penyebaran ajaran moral, dan simbol budaya Jawa. (Z-4)