Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Pakar UGM Beri Tips Kenali Tanda-Tanda Wilayah Rawan Longsor

Agus Utantoro
25/1/2025 06:43
Pakar UGM Beri Tips Kenali Tanda-Tanda Wilayah Rawan Longsor
Relawan menggunakan beko untuk membersihkan lumpur di salah satu titik longsor pada hari kedua bencana longsor di Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (22/1/2025)(ANTARA/Harviyan Perdana Putra)

PERISTIWA bencana tanah longsor yang menimpa korban jiwa di Klungkung, Bali, Minggu (19/1) yang merenggut 4 nyawa dan di Pekalongan, Selasa (21/1) yang menyebabkan 22 orang meninggal dunia, 4 masih dinyatakan hilang  terjadi setelah hujan deras.

Penyebab terjadinya tanah longsor ini adalah curah hujan dengan intensitas sangat tinggi. Mengacu pada data hujan dari satelit diperkiraan telah terjadi hujan beberapa hari sebelum kejadian longsor dengan intensitas hujan ada yang mencapai 93 mm/hari. 

Dosen Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr.Eng. Ir. Wahyu Wilopo S.T., M.Eng., IPM., secara khusus menyorot kasus Pekalongan hasil  penelitian mengindikasikan bahwa curah hujan 30 mm per hari atau 63 mm per tiga hari bisa memicu longsor di Pulau Jawa. Kondisi lingkungan juga memiliki kemungkinan berpengaruh terhadap kejadian longsor ini seperti perubahan fungsi lahan.

Ia mengatakan kejadian bencana longsor di Pekalongan ini ini mengingatkan semua pihak tentang pentingnya melakukan kegiatan mitigasi khususnya pada bencana yang dipicu oleh kondisi hidrometeorologi seperti longsor, banjir ataupun angin ribut yang dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. “Jumlah dan dampaknya makin meningkat akibat dipicu adanya perubahan iklim global,” kata Wahyu, Jumat (24/1).

Wahyu Wilopo lebih lanjut mengatakan akibat lokasinya yang berada di kaki lereng juga dijumpai morfologi kipas kolovial (sedimen lepas) dengan kemiringan lereng yang cukup terjal dan material yang agak lepas. “Batuan  yang menyusun Petungkriyono  adalah  batuan vulkanik  dan juga endapan  hasil runtuhan pada masa lampau yang terdiri dari lempung sampai bongkah,” katanya.

Dikatakan, struktur geologi di daerah ini ditemukan beberapa patahan baik patahan normal maupun geser. “Kondisi ini mempercepat proses pelapukan yang ada sehingga membentuk endapan tanah yang tebal pada beberapa tempat,” ungkapnya.

Secara umum, Wahyu Wilopo mengingatkan kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor. Wahyu menyampaikan ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk menyelamatkan diri yaitu dengan mengenali dan memahami risiko yang ada disekitar baik untuk warga asli ataupun warga pendatang. Kemudian melakukan identifikasi daerah yang aman dan tidak terisolasi, jalur yang paling aman, dan terpendek menuju lokasi tersebut.

“Apabila terjadi tanda-tanda longsor ataupun hujan tidak deras tetapi berlangsung cukup lama sebaiknya bisa melakukan evakuasi mandiri ke tempat yang aman dan apabila akan berteduh atau berhenti istirahat pilihlah tempat yang aman dari potensi kejadian longsor,” katanya.

Adapun tanda-tanda yang bisa dikenali masyarakat antara lain seperti terjadi retakan tanah, miringnya tiang atau pohon, serta struktur bangunan yang sudah tidak sempurna. Selain itu munculnya mata air yang mana airnya keruh pada kaki lereng, bahkan ada guguran tanah atau batuan di lereng. “Biasanya akan ada getaran serta gemuruh untuk longsor yang cukup besar,” ujarnya.

Untuk mengantisipasi terjadinya korban kejadian longsor ini, diakui Wahyu sudah banyak alat deteksi peringatan dini yang dikembangkan, salah satunya dari UGM yang sudah diimplementasikan di berbagai wilayah Indonesia. Sistem EWS ini juga sudah distandarkan menjadi SNI 8235:2017 tentang Sistem Peringatan Dini Gerakan Tanah dan ISO 22328-2:2024 Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for landslides. 

Yang tidak kalah penting, imbuhnya, pemerintah dan masyarakat juga mengikuti informasi dari BMKG yang secara rutin sudah menginfokan tentang prediksi curah hujan yang tinggi untuk beberapa wilayah di Indonesia sebagai peringatan bagi semua. Apalagi Badan Geologi juga sudah menginformasikan peta ancaman kejadian longsor tiap bulannya ke masing-masing daerah. Namun demikian tantangan yang ada adalah bagaimana menginformasikan peringatan tersebut dapat sampai pada semua warga yang berisiko terjadi longsor. 

“Saya kira bagaimana pemerintah daerah mampu merespon terhadap informasi tersebut dengan cepat, tepat dan dalam rentang waktu yang sesuai. perlu kerjasama yang baik antara pemerintah, masyarakat, swasta, media massa dan akademisi untuk mitigasi ini,” pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya