Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PSIKOLOG anak Universitas Indonesia (UI) Prof Rose Mini Agoes Salim menyambut baik rencana pemerintah membatasi penggunaan sosial media bagi anak. Terlebih pembatasan usia sangat diperlukan dalam mengoptimalisasi perkembangan psikologis dan mental anak.
"Bagus, karena dengan cara begitu, kita membantu orangtua yang tidak paham dalam hal ini untuk kemudian lebih memperhatikan penggunaan media sosial untuk anak-anaknya," kata Prof Rose dihubungi Media Indonesia, Jumat (17/1).
Saat ini, banyak orang tua yang salah kaprah dalam pengunaan media sosial bagi anak-anaknya. "Orangtua justru membuatkan akun medsos untuk anaknya, padahal belum diperlukan untuk anak-anaknya," ucapnya.
Oleh karena itu, batasan pengunaan media sosial diperlukan karena dikhawatirkan anak-anak akan mengabaikan dunia nyata yang seharusnya menjadi tempat berinteraksi secara langsung. "Jika anak sudah terbiasa di media sosial, dia akan lebih sibuk di sana daripada kehidupan nyata," ungkapnya.
Terlebih, lanjut Prof Rose, menjalin pertemanan di dunia nyata tidak bisa digantikan dengan menjalin pertemanan di dunia maya. Sebab, perteman di media sosial hanya sesuatu yang semu. Perteman secara nyata justru mengajarkan anak pada banyak hal seperti bersosialisasi, menghargai, tenggang rasa dan berpikir kritis. Itu yang tidak bisa didapatkan di dunia maya.
Guru Besar Psikologi dari Universitas Indonesia ini menegaskan bahwa anak-anak harus distimulasi mulai dari motorik, kognitif, perkembangan sosial, dan emosinya secara nyata. Dia mencotohkan, anak bisa mengatasi kesalahan, mereduksi emosinya jika mereka bermain dan berinteraksi di kehidupan nyata tetapi kondisi itu tidak didapatkan jika anak-anak bermain di media sosial.
"Lebih baik anak-anak mengunakan waktunya untuk lebih banyak berinteraksi dan bermain dengan teman-temannya, yang harusnya mereka lewati pada usia tersebut," paparnya.
Terkait gawai, Rose mengakui perangkat itu digunakan untuk memberikan informasi kepada anak-anak sehingga fungsinya pun bisa menjadi positif ataupun negatif.
"Untuk hal positif, pengunaannya juga tidak harus 24 jam, perlu diperhatikan. Harus ada pengawasan orangtua, sehingga anak-anak tidak sampai mengakses game online atau website lainnya," jelasnya.
Rose memastikan bahwa penggunaan gawai harus disosialisasikan secara bijak dan masif kepada orangtua, guru dan anak-anak. "Jika anak-anak bebas mengakses gawai maka mereka bisa dengan mudah mengakses game online dan media sosial," pungkasnya. (M-2)
Psikolog Klinis dari Universitas Indonesia Teresa Indira Andani mengatakan sebaiknya anak diberikan bimbingan dari orangtua soal manfaat dan risiko media sosial ketimbang melarangnya
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved