Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Gangguan Emosi dan Kecemasan Bisa Picu Kebiasaan Rokok pada Remaja Disabilitas

Iqbal Al Machmudi
13/12/2024 18:08
Gangguan Emosi dan Kecemasan Bisa Picu Kebiasaan Rokok pada Remaja Disabilitas
ilustrasi(freepik)

 

KETUA Centre for ASEAN Autism Studies (CAAS), Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Hersinta mengungkapkan terdapat pemicu kebiasaan merokok bagi remaja penyandang disabilitas seperti gangguan emosi dan juga kesulitan belajar. Ia mengungkapkan di Amerika Serikat remaja penyandang disabilitas sudah mulai merokok pada usia 14 tahun.

"Ada satu riset lain juga yang mengatakan bahwa pelajar dengan ADHD, dengan disabilitas perkembangan, mereka berpotensi untuk melakukan aktivitas merokok. Selain itu juga pada orang dengan disabilitas gangguan mobilitas. Jadi angka-angka ini menggambarkan bahwa ternyata ada kelompok disabilitas yang memiliki kebiasaan merokok yang lebih tinggi di antara para pelajar tersebut," kata Hersinta dalam dialog TCSC IAKMI di Jakarta, Jumat (13/12).

Faktor lainnya yakni stigma dan diskriminasi yang dialami oleh para pelajar disabilitas. Membuat mereka lari atau mencari kegiatan dan sifatnya bisa menenangkan. Salah satunya adalah dengan merokok.

"Ada juga rasa ingin tahu dan pengaruh keluarga dan lingkungan. Menjadi alasan untuk mengatasi kecemasan atau anxiety, jadi ketika digali lebih lanjut, kenapa sebetulnya mereka senang mengkonsumsi rokok, terutama rokok elektrik. Mereka bilang ada perasaan high, ada perasaan fun setelah menggunakan rokok elektrik," ungkapnya.

Di kesempatan yang sama, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah telah berupaya untuk menjauhkan asap rokok dan kebiasaan rokok pada anak disabilitas.

"Khusus untuk anak disabilitas, tentunya kita melakukan berbagai upaya-upaya seperti misalnya pendekatan edukasi yang inklusif, artinya yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari," kata Nadia. 

Cara penyampaiannya berbeda dengan anak-anak umum lainnya yang terus pemerintah upayakan. Penyampaiannya seperti menyediakan audio/video dengan bahasa isyarat atau dalam bentuk huruf-huruf braille. 

Kemudian penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tanpa kecuali yang perlu ditegakkan bersama terutama pada kepala daerah, karena kepala daerah memberikan peranan penting agar KTR bisa dijalankan.

"Memastikan di mana pun juga di fasilitas pendidikan bagi anak-anak disabilitas, dilakukan penerapan KTR. Edukasi bahaya merokok, bukan hanya kepada anak-anak, tapi juga pada pendidiknya supaya bisa pastikan bahwa lingkungan itu akur untuk anak-anak kita yang disabilitas," pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya