Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
PASAL penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2024 tentang Kesehatan memantik polemik. Tepatnya, di pasal 103, khususnya Ayat (4) butir e yaitu penyediaan alat kontrasepsi.
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JJPI) Ubaid Matraji memandang bahwa pemerintah harus mendengarkan suara masyarakat, karena ini jelas menyangkut hajat hidup mereka. Apalagi, peraturan ini entah bagaimana prosesnya, sangat tidak partisipatif dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasannya.
“Daripada kontradiktif dengan tatanan sosial di sekolah dan juga merusak moralitas anak-anak, sebaiknya aturan ini dicabut dan didiskusikan kembali dengan melibatkan partisipasi yang lebih luas,” ungkapnya, Selasa (6/8).
Baca juga : Pembagian Alat Kontrasepsi Pada Pelajar Dinilai Keliru
Saat ini, Indonesia sedang menghadapi kondisi darurat pornografi dan kekerasan seksual terhadap anak. Menurut data National Centre for Missing Exploited Children (NCMEC), kasus konten pornografi pada anak di Indonesia merupakan yang terbanyak keempat di dunia, dan peringkat dua skala Asia Tenggara.
“Di tengah situasi yang semacam ini, mestinya pemerintah perlu memperkuat pendidikan seksual dan juga pengembangan penyuluhan kesehatan reproduksi pada anak di sekolah, daripada penyediaan alat kontrasepsi,” tutur Ubaid.
Karena itu, terkait dengan polemik ini, JPPI menyatakan sikap mendesak mencabut PP 28/2024 karena merusak masa depan anak. Peraturan ini dikatakan jelas merusak masa depan anak-anak Indonesia. Jika dipaksakan, mereka kian akan terpapar kekerasan seksual dan juga pornografi di lembaga pendidikan. Selain itu, aturan ini juga dibuat diam-diam dan tidak melibatkan public secara luas. Padahal, beleid ini sangat terkait hajat hidup orang banyak, terutama orang tua dan anak-anak usia sekolah.
Baca juga : KSP : Cari Jalan Tengah Polemik Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Remaja
Dia juga menolak penyediaan alat kontrasepsi pada anak di sekolah. Menurut Ubaid yang mereka butuhkan adalah edukasi pendidikan kesehatan reproduksi, bukan kebutuhan alat kontrasepsi. Penyediaan alat kontrasepsi yang salah tempat, berakibat pada banyaknya kasus penyalahgunaan alat kontrasepsi pada anak, yang berujung pada jebakan kasus kekerasan pada anak.
Selanjutnya, perlu penguatan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Anak usia sekolah harus fokus pada proses pendidikan reproduksi di sekolah, bukan malah melakukan kegiatan aktif penggunaan alat kontrasepsi. Sebab, anak usia sekolah, belum dianggap sah untuk memberikan persetujuan seksual (age of consent).
“Ini harus digarisbawahi, age of consent harus mengikuti usia sah menikah berdasarkan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia yaitu 19 tahun. Jadi, penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah harus ditolak karena lebih banyak mengundang bahaya, bahkan tidak ada manfaatnya,” pungkas Ubaid. (Z-8)
Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Teguh Kumara mengungkapkan, pihaknya menemukan alat kontrasepsi saat penggerebekan pesta gay pada Minggu (22/6)
Penelitian ini memperkuat bukti bahwa kontrasepsi hormonal memiliki efek yang bervariasi terhadap kesehatan mental, tergantung pada kondisi individu.
BRIN melalui berbagai program risetnya, mendorong pengembangan teknologi kesehatan, termasuk teknologi kontrasepsi.
Berikut beberapa fungsi kondom yang perlu kamu tahu, seperti dipaparkan oleh dr. Arthur Samuel Simon, Sp.KK, seorang Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.
Kontrasepsi jangka pendek merupakan metode pencegahan kehamilan yang berlaku dalam durasi waktu terbatas dan memerlukan penggunaan rutin.
Kontrasepsi hormonal adalah metode yang menggunakan hormon estrogen dan/atau progesteron untuk mencegah kehamilan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved