Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Ketersediaan Akses Kontrasepsi untuk Anak Dinilai Merusak

Despian Nurhidayat
06/8/2024 14:57
Ketersediaan Akses Kontrasepsi untuk Anak Dinilai Merusak
Massa dari Yayasan Madani Mental Health Care melakukan kampanye Anti Seks Bebas(MI )

PASAL penyediaan alat kontrasepsi bagi usia sekolah dan remaja dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2024 tentang Kesehatan memantik polemik. Tepatnya, di pasal 103, khususnya Ayat (4) butir e yaitu penyediaan alat kontrasepsi.

Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JJPI) Ubaid Matraji memandang bahwa pemerintah harus mendengarkan suara masyarakat, karena ini jelas menyangkut hajat hidup mereka. Apalagi, peraturan ini entah bagaimana prosesnya, sangat tidak partisipatif dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembahasannya.

“Daripada kontradiktif dengan tatanan sosial di sekolah dan juga merusak moralitas anak-anak, sebaiknya aturan ini dicabut dan didiskusikan kembali dengan melibatkan partisipasi yang lebih luas,” ungkapnya, Selasa (6/8).

Baca juga : Pembagian Alat Kontrasepsi Pada Pelajar Dinilai Keliru

Saat ini, Indonesia sedang menghadapi kondisi darurat pornografi dan kekerasan seksual terhadap anak. Menurut data National Centre for Missing Exploited Children (NCMEC), kasus konten pornografi pada anak di Indonesia merupakan yang terbanyak keempat di dunia, dan peringkat dua skala Asia Tenggara.

“Di tengah situasi yang semacam ini, mestinya pemerintah perlu memperkuat pendidikan seksual dan juga pengembangan penyuluhan kesehatan reproduksi pada anak di sekolah, daripada penyediaan alat kontrasepsi,” tutur Ubaid.

Karena itu, terkait dengan polemik ini, JPPI menyatakan sikap mendesak mencabut PP 28/2024 karena merusak masa depan anak. Peraturan ini dikatakan jelas merusak masa depan anak-anak Indonesia. Jika dipaksakan, mereka kian akan terpapar kekerasan seksual dan juga pornografi di lembaga pendidikan. Selain itu, aturan ini juga dibuat diam-diam dan tidak melibatkan public secara luas. Padahal, beleid ini sangat terkait hajat hidup orang banyak, terutama orang tua dan anak-anak usia sekolah.

Baca juga : KSP : Cari Jalan Tengah Polemik Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Remaja 

Dia juga menolak penyediaan alat kontrasepsi pada anak di sekolah. Menurut Ubaid yang mereka butuhkan adalah edukasi pendidikan kesehatan reproduksi, bukan kebutuhan alat kontrasepsi. Penyediaan alat kontrasepsi yang salah tempat, berakibat pada banyaknya kasus penyalahgunaan alat kontrasepsi pada anak, yang berujung pada jebakan kasus kekerasan pada anak.

Selanjutnya, perlu penguatan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Anak usia sekolah harus fokus pada proses pendidikan reproduksi di sekolah, bukan malah melakukan kegiatan aktif penggunaan alat kontrasepsi. Sebab, anak usia sekolah, belum dianggap sah untuk memberikan persetujuan seksual (age of consent).

“Ini harus digarisbawahi, age of consent harus mengikuti usia sah menikah berdasarkan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia yaitu 19 tahun. Jadi, penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah harus ditolak karena lebih banyak mengundang bahaya, bahkan tidak ada manfaatnya,” pungkas Ubaid. (Z-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya