Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Dukungan Instrumen Fiskal untuk Tekan Angka Perokok Remaja

Iqbal Al Machmudi
04/8/2024 14:12
Dukungan Instrumen Fiskal untuk Tekan Angka Perokok Remaja
ilustrasi rokok(freepik)

CENTER for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai pentingnya instrumen fiskal untuk menekan angka perokok remaja. CISDI mendorong kenaikan cukai rokok sebagai pelengkap larangan penjualan rokok batangan di supermarket hingga warung. 

"Kami memandang masyarakat sangat membutuhkan regulasi pembatasan iklan dan sponsor dan pembatasan akses terhadap produk tembakau. Akan tetapi, kami tetap mengharapkan pemerintah menggunakan instrumen fiskal dengan menaikkan cukai rokok untuk membatasi konsumsi," kata Project Lead for Tobacco Control CISDI, Beladenta Amalia saat dihubungi, Minggu (4/8).

Berdasarkan riset CISDI, kenaikan cukai hingga 45% dapat menurunkan konsumsi rokok sebesar 19,50% sampai 27,74%. Menurut Beladenta  peraturan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan cukup efektif menekan jumlah perokok anak. 

Baca juga : Kontrol Konsumsi Rokok Remaja Lebih Efektif dengan Peningkatan Cukai

"Namun, kebijakan non-fiskal ini akan lebih efektif jika pemerintah mau meningkatkan persentase cukai rokok setiap tahunnya secara progresif," ujar dia.

PP 28/2024 yang disahkan pekan lalu diyakini akan berdampak besar terhadap pengendalian zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik di Indonesia.

enurutnya anak-anak dan remaja sensitif terhadap harga sehingga bila rokok ketengan yang jauh lebih murah daripada rokok bungkus dilarang, kecil kemungkinan mereka akan membeli dan mulai merokok.

Baca juga : DPR Kritik Larangan Jual Rokok Eceran, Dianggap Tak Memihak Wong Cilik

 

Dari sisi keterjangkauan, riset CISDI pada 2023 menemukan 7 dari 10 siswa membeli rokok eceran atau batangan ketika mencoba rokok untuk pertama kalinya.

Ia menilai pemerintah perlu menetapkan peraturan kesehatan yang ketat untuk membatasi konsumsi rokok di Indonesia. Faktanya, prevalensi perokok anak di Indonesia terus mengalami peningkatan dari 7,20% pada 2013, 8,80% pada 2016, 9,10% pada 2018, dan 10,70% pada 2019.

"Catatan kami memperkirakan, tanpa adanya peraturan pengendalian yang ketat, prevalensi perokok akan terus tumbuh hingga 16% pada 2030. Indonesia hingga hari ini juga masih menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih memperbolehkan iklan dan promosi rokok," pungkasnya. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya