Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

BRIN: Pelestarian Mangrove Terbentur Kebijakan dan Kepemilikan Lahan

Atalya Puspa
01/8/2024 13:45
BRIN: Pelestarian Mangrove Terbentur Kebijakan dan Kepemilikan Lahan
Pengunjung menaiki perahu saat menyusuri Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Jakarta, Sabtu (24/9/2022).(MI/ADAM DWI)

UPAYA pelestarian hutam mangrove di wilayah pesisir banyak menemui permasalahan hukum. Peneliti Pusat Rist Hukum (PRH) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laely Nurhidayah menyebutkan bahwa ada banyak permasalahan hukum ditemui dalam penelitiannya itu. Terutama terkait pelestarian hutan mangrove di Indonesia, khususnya di wilayah pesisir utara jawa.

“Terkait Mangrove ke depannya akan banyak permasalahan dan tantangan khususnya dengan kebijakan pemerintah. Terutama dari aspek tanah atau lahan baru dan peruntukan lahan. Juga kebijakan giant seawork initiative yang akan dilakukan pemerintah di tahun mendatang dapat menyebabkan mangrove yang saat ini ditanam akan rusak,” kata Laely, Rabu (31/7).

Laely mengatakan bahwa kenaikan permukaan air laut merupakan permasalahan utama di wilayah pesisir Pulau Jawa Indonesia, termasuk Jakarta, Semarang, Brebes, Pekalongan dan Demak. Hal tersebut disebabkan adanya migrasi lingkungan masyarakat lokal di masa lalu karena mangrove ditebang untuk budidaya perikanan dan kayu bakar.

Baca juga : PNM Tanam 50.000 Pohon Mangrove untuk Cegah Bencana Pesisir

Laely menjelaskan, di wilayah pesisir utara pulau jawa juga terjadi perubahan iklim, bencana permukaan laut dan permasalahan tanah lainnya. Akibatnya, di daerah - daerah tersebut sering terdampak bencana rob. “Bencana rob tersebut bukan lagi menjadi bencana tahunan tapi menjadi banjir sepanjang hari,” ungkapnya. 

Lebih jauh, Laely menegaskan, dampak paling buruk yang terjadi yakni adanya salah satu bagian wilayah desa, yaitu desa Dukuh terendam air laut. Mereka harus migrasi karena desa tersebut sudah tidak dapat dihuni lagi.  Demikian juga terjadi di Bedono, tepatnya desa Rejosari Kabupaten Semarang serta beberapa desa di Pekalongan. Abrasi parah yang mengakibatkan rumah-rumah hancur sehingga diprediksi tahun 2035 desa tersebut akan hilang, berubah menjadi perairan.

Melihat kejadian nyata adanya desa yang hilang terkena rob, Laely menyatakan bahwa ekosistem mangrove harus dipulihkan. Restorasi dilakukan melalui kegiatan seperti rehabilitasi, restorasi, suksesi alami, perlindungan habitat mangrove, serta metode lain yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Baca juga : Gerakan Pilih Hijau Tanam 15.000 Mangrove untuk Pelestarian Lingkungan

“Perlu adanya sinergi kebijakan antara pusat, daerah, dan masyarakat mengenai perlindungan mangrove dan penegakan aturan perundangan. Hal itu terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,”  tegasnya.

Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, juga Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove.

Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Hukum Ade Angelia Y Marbun menyampaikan, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam restorasi lahan untuk mangrove yaitu aspek teknis atau ekologis, hukum, sosial, dan keuangan atau operasional.

Baca juga : Sambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Weda Bay Project Tanam 1 Juta Mangrove

“Aspek hukum memegang peran penting sebagai perlindungan dalam restorasi terkait lahan mangrove,” terang Ade.

Hal tersebut diungkapkan Ade, untuk memberikan dasar bahwa lokasi tersebut secara hukum ditetapkan sebagai kawasan mangrove atau kawasan ruang terbuka hijau berdasarkan rencana tata ruang. Dengan demikian dapat mencegah terjadinya alih fungsi lahan.

Sehingga yang paling aman dan ideal, menurut penjelasannya, lokasi lahan restorasi mangrove harus milik instansi pemerintah dan hutan mangrove tersebut bisa dijadikan lokasi wisata alam.

Baca juga : Peringati Hari Keanekaragaman Hayati, ABM Group Tanam 600 Bibit Mangrove

Yang tidak kalah penting adalah dalam perlindungan mangrove ialah peran komunitas, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan peran serta perempuan terhadap konsep konservasi. Di sini perempuan sebagai aktor, penggiat pelestarian, dan pelindung mangrove.

Amelia Wulansari selaku Direktur Eksekutif Bina Karta Lestari (BINTARI) menanggapi kasus – kasus tersebut dengan berkaca dari keprihatinan terhadap pencemaran lingkungan, abrasi laut, dan kerusakan mangrove. Ia mengaku berkolaborasi dengan masyarakat untuk mengidentifikasi hal hal apa yang dapat dilakukan untuk restorasi mangrove. Juga memetakan wilayah yang secara ekologis , tanaman mangrove dapat tumbuh secara alami.

Lebih lanjut, Amelia meninjau dari aspek hukum gambaran bagaimana lokasi tersebut untuk 10 tahun mendatang.

“Karena status 80% atau 50% lebih lahan mangrove menjadi Hak Guna Pakai (HGP) pihak swasta. Hal ini yang menjadikan kendala untuk melakukan restorasi dan pemetaan, apakah lokasi tersebut aman dan dapat dijadikan sebagai restorasi mangrove dan memberikan edukasi ke masyarakat,” ucap dia. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya