Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MENJELANG pergantian tahun, Indonesia Kita menyajikan pertunjukan ke-41 yang mengusung tema pertarungan politik yang terjadi di antara dua pihak yang sebelumnya bersahabat.
Selama dua hari, yaitu 1 Desember dan 2 Desember 2023, Indonesia Kita dan Bakti Budaya Djarum Foundation menggelar pertunjukan berjudul “Musuh Bebuyutan” yang dipentaskan di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
Lakon pertunjukan ini digarap oleh Agus Noor sebagai penulis dan direktur artistik, bersama dengan Butet Kartaredjasa sebagai pendiri Indonesia Kita yang juga tampil sebagai aktor utama.
Baca juga: Taman Ismail Marzuki Gelar Rangkaian Perayaan HUT ke-55
“Musuh Bebuyutan” mengisahkan hubungan seorang pemuda dan seorang perempuan yang bertetangga dan berteman baik. Namun sebuah peristiwa menjadikan keduanya berseteru dan berbeda pilihan politik.
Permusuhan keduanya merembet ke mana-mana, membuat situasi kampung menjadi penuh kasak kusuk. Masyarakat menjadi terbelah sikap, ada yang mendukung si pemuda, dan ada juga yang mendukung si perempuan.
Lurah Lama Ikut Cawe-cawe
Situasi di perkampungan itu makin memanas ketika Lurah lama akan habis masa jabatannya, dan pemilihan Lurah baru akan dilangsungkan. Akankah Lurah lama tidak akan ikut “cawe-cawe” dalam pemilihan itu?
Indonesia Kita sebagai pertunjukan panggung yang bertekad menampilkan kekayaan seni tradisional, di pentas ke-41 ini akan menampilkan gaya pemanggungan yang terinspirasi pada kesenian lenong.
Pilihan pemanggungan seperti ini untuk menggambarkan suasana perkampungan yang tenang dan akrab, tetapi kemudian menjadi penuh kehebohan.
Baca juga: Siswa Sekolah Indonesia Kuala Lumpur Hadirkan Seni Budaya Nusantara
Gaya pemanggungan lenong juga akan membuat panggung pertunjukan menjadi lebih penuh dengan kejenakaan.
Dengan kejenakaan itulah, segala intrik, konflik, dan suasana permusuhan bisa ditampilkan secara penuh humor, dengan sindiran isu-isu politik yang dikemas dengan menarik. Peristiwa demi peristiwa yang menandai perseteruan, dikemas dengan gaya humor.
“Lenong adalah seni pemanggungan yang akrab. Di pertunjukan-pertunjukan lenong tradisional, para penonton bahkan bisa memberikan komentar dan berkomunikasi langsung dengan para pemain," jelas Agus Noor tentang lakon yang dia garap kali ini.
"Celetukan-celetukan spontan antara pemain dan penonton yang terjadi di pementasan lenong inilah yang membuat seni lenong bisa dikatakan sangat demokratis. Inilah yang ingin kita tampilkan di pertunjukan ini," katanya
"Judulnya memang terkesan tegang ya, Musuh Bebuyutan. Namun inilah inti pertunjukan kali ini. Kami berharap, perbedaan pendapat itu tidak harus dijadikan permusuhan," ujar Agus Noor.
Baca juga: Banyak Peminat, Pagelaran Musikal Ken Dedes Dipentaskan Kembali
"Jadi pertunjukan ini bisa dikatakan persiapan dan upaya mengingatkan penonton Indonesia Kita, supaya perbedaan pilihan yang akan terjadi di tahun depan nanti, harus tetap dijalani dengan santai, seru, guyon, dan jangan terlalu serius,” jelas Agus Noor.
Sejalan dengan pesan Agus Noor lewat naskah yang ditulisnya ini, Butet Kartaredjasa juga menyampaikan harapannya bahwa melalui pertunjukan seni, masyarakat Indonesia bisa lebih tenang dan kalem menghadapi pesta demokrasi yang akan terjadi dalam beberapa bulan lagi.
“Negara ini tak ubahnya perkampungan dalam pertunjukan lenong. Ada yang tampil di atas panggung, menyajikan sandiwara, dan penonton bisa mengomentari penampilan mereka," kata Butet Kartaredjasa.
"Namun seperti biasa, apa pun komentar penonton, para pemain terus melanjutkan peran-perannya. Saya berharap pertunjukan Indonesia Kita kali ini, bisa mengingatkan masyarakat bahwa proses demokrasi kita seperti pertunjukan lenong," jelasnya.
"Publik bisa memberikan pendapat, namun tetap saja para aktor di atas panggung akan mengikuti jalannya skenario. Untuk itu, kita tidak perlu sampai harus berseteru, bermusuhan, dan saling benci bahkan dengan saudara sendiri hanya karena perbedaan politik. Kita menikmati saja pertunjukan demokrasi nanti,” papar Butet.
Baca juga: Amero Jewellery Hadirkan Pertunjukan Seni Kolosal Borobudur
“Lakon yang akan ditampilkan merupakan sebuah karya seni yang dihadirkan dengan sentuhan unik dan kental akan budaya dengan mengangkat kekayaan seni khas Betawi dalam format lenong," kata Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
"Dengan tema perebutan takhta dan kuasa, lakon ini tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga sebuah karya seni yang sarat pesan moral, dipadu dengan unsur komedi yang menghibur," jelasnya.
"Dalam setiap adegan, penonton akan disuguhkan dengan nuansa kehidupan masyarakat Betawi yang khas, disertai dengan gaya lenong yang membuat pertunjukan ini begitu istimewa," ucap Renitasari.
"Melalui setiap dialog dan tingkah laku para karakter, lakon ini mengajak penonton untuk merenung, tertawa, dan pada akhirnya, mengambil hikmah dari cerita yang dihadirkan. Semoga pesan moral yang terkandung dalam pertunjukan ini dapat tersampaikan dan diterima dengan baik oleh para penikmat seni,” papar Renitasari. (RO/S-4)
"Melalui kegiatan di teater ini juga dapat melatih sikap percaya diri anak. Dalam sebuah pementasan teater dengan banyak penonton membuat anak makin membentuk karakternya,"
Protagonis adalah tokoh yang memiliki watak baik, dikenal, dan disukai semua orang. Tokoh ini merupakan kunci dan bagian yang sangat penting dalam sebuah cerita.
SEBUAH karya seni, termasuk seni teater, merupakan media untuk menyampaikan suatu pesan. Pertunjukan teater bisa menjadi media untuk menyampaikan pesan kepada khalayak.
MELALUI seni peran monolog, Wawan Sofwan tidak hanya mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya melalui sebuah drama.
Regina Art Monologue Project yang menampilkan monolog berjudul 'Cotton Candy' yang dibawakan Joane Win dan 'Besok atau Tidak Sama Sekali' oleh Wawan Sofwan, pentas di kota Den Haag, Belanda.
Taman Ismail Marzuki sejatinya mengangkat harga diri dan martabat seniman.
Anies memastikan bukan hotel bintang lima di situ yang dibangun di TIM, tapi wisma berskala internasional yang harganya terjangkau untuk seniman menginap.
Komisi X DPR RI meminta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, tidak mengganggu kegiatan seniman pascarevitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM).
Revitalisasi TIM tengah dihentikan sementara. Penghentian ini dimanfaatkan DKJ untuk membuka ruang dialog antara pihak Pemerintah Provinsi, Jakpro, masyarakat, dan seniman
Tidak jelasnya perkembangan serta transparansi pengelolaan dan sistem pada Taman Ismail Marzuki, membuat semua seniman ada rasa frustasi, akan mau dibawa kemana Taman Ismail Marzuki ini.
Gubernur DKI pernah menjelaskan bahwa TIM bukan tempat cari uang, tapi faktanya pemakaian gedung teater besar untuk hari biasa naik dari Rp30 juta/hari jadi Rp60 juta/hari
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved