Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

KLHK Akui Banyak Perusahaan yang Belum Taat Kendalikan Pencemaran Lingkungan

Atalya Puspa
31/7/2023 18:15
KLHK Akui Banyak Perusahaan yang Belum Taat Kendalikan Pencemaran Lingkungan
Petugas membersihkan sungai dari tumpukan sampah di Kalimantan Selatan(Antara/Bayu Pratama S)

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengakui masih banyak pengusaha yang belum taat dalam mengendalikan pencemaran yang ditimbulkan dari aktivitas usahanya. 

Hal itu dikatakan Direktur Pengendalian Pencemaran Air Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nety Widayati menanggapi penelitian Aksi Ekologi Emansipasi Rakyat (AEER) yang menyebutkan aktivitas PT Weda Bay Industrial Park membuat air dan udara Halmahera Utara mengalami pencemaran.

"Tools itu sudah ada. Ada dokumen lingkungan, persetujuan teknis, pemenuhan baku mutu air limbah, emisi, limbah B3, itu sudah ada tools pencegahan. Tapi, yang kami data itu memang mereka banyak yang belum taat. Persetujuan teknisnya saja belum ada, apalagi tahu bahwa aktivitas itu melebihi baku mutu atau tidak, karena memantau saja belum," kata Nety di Jakarta, Senin (31/7).

Baca juga : Indonesia Jadi Importir Sampah Plastik Terbesar Ke-7 Sedunia. Kok Bisa? 

Seperti diketahui, sesuai mandat dari UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya yaitu PP No. 22 Tahun 2021 tentang PPLH. Sesuai aturan itu, persetujuan lingkungan wajib dimiliki oleh setiap usaha dan/atau kegiatan yang memiliki dampak penting atau tidak penting terhadap lingkungan, dan menjadi prasyarat penerbitan perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah.

Khusus untuk pengendalian pencemaran air, pemerintah pun telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis Dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan. 

Baca juga : DPRD DKI Tegaskan Tangani Polusi Udara bukan Sekedar Gelar Formula E

Dalam aturan itu, dikatakan kegiatan usaha yang wajib memiliki dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal), upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL) dan membuang limbah ke tanah, sungai atau air laut wajib memiliki persetujuan teknis dan sertifikat laik operasi (SLO).

"Jadi pemerintah sudah menetapkan baku mutu air limbah dari kegiatan usaha. Dan jika setiap kegiatan usaha ini memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan, tentunya aman," ucap dia.

Namun demikian, ia mengakui, pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan penuh untuk mendorong semua perusahaan membuat pertek dan SLO. Pasalnya, ada juga perusahaan yang izin usahanya dikeluarkan oleh pemeritan daerah.

"Ini sekarang menjadi concern Kemenko Marves, KLHK, Kementerian Ketenagakerjaan, Kemenkes dan Kemenperin. Kami melakukan bimbingan kepada pelaku usaha ini bahwa mereka yang sudah melakukan pembuangan air limbah tapi belum memilii pertek, itu kami bina," ucap dia.

"Tapi kalau perusahaan ada di kawasan, itu yanggung jawabnya kawasan. Jadi kawasan harus bertanggung jawab terhadap perusahaan yang ada," imbuh dia.

Nety menegaskan, pemerintah tidak segan-segan untuk menurunkan sanksi bagi perusahaan yang terbukti melanggar.

"Kita sudah turun di Morowali dan yang tidak sesuai aturan akan diberikan sanksi. Sudah ada yang mendapat sanksi administratif," ucap dia.

Ia berharap di Agustus 2023 perusahaan sudah memiliki aturan teknis agar mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk mencegah pencemaran dari kegiatan berusaha mereka.

"Kami tuh tegas juga. Jadi kemarin saya minta pokoknya satu minggu dokumen pertek dari perusahaan sudah disubmit. Tapi mereka nawar awal Agustus. Kami lalu buat kesepakatan dengan masing-masing, kapan mau menyelesaikannya," pungkas dia.

Pada kesempatan itu, Peneliti Lingkungan AEER Arfah Durahman mengungkapkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan AEER pada Juni 2023, wilayah Halmahera Utara yang merupakan tempat industri pertambangan PT Weda Bay Industrial Park berdiri mengalami perburukan kondisi lingkungan. Beberapa elemen yang diamati ialah air dan udara.

"Dari sisi air, misalnya di Sungai Karkar, Sungai Woebem, Sungai Gwondi tertimbun. Lalu Sungai Wosea, Sungai Ake Doma mengalami penyempitan dan aluran sungai Ake Sake dialihkan untuk kepentingan industri," ucap Arfah.

Selain itu AEER juga melakukan pemantauan kualitas udara di 12 titik. Dalam pemantauan itu, terjadi pertambahan kasus Ispa di wilayah Halmahera Utara.

"Puskesmas Lalilef mencatat penambahan kasus Ispa dari 300 kasus pertahun menjadi 800 sampai 1.000 kasus pertahun," ucapnya. (Z-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya