Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Mengenal Teks Editorial, Struktur, Ciri hingga Contoh

Meilani Teniwut
08/2/2023 22:30
Mengenal Teks Editorial, Struktur, Ciri hingga Contoh
Ilustrasi(medcom.id)

DI era teknologi digital, berita tak lagi hanya bisa dilihat di koran atau media cetak lainnya, tetapi juga disajikan secara online yang juga kerap dilengkapi dengan pandangan redaksi atau kerap disebut tajuk rencana atau teks editorial.

Namun, sebelum membahas lebih lanjut tentang teks yang disebut juga dengan tajuk rencana tersebut, simak dulu penjelasannya sebagai berikut.

1. Pengertian Teks editorial 

Teks Editorial atau tajuk rencana adalah teks yang ditulis oleh redaksi media. Teks ini merupakan pandangan dan sikap resmi suatu media terhadap peristiwa yang aktual, fenomenal, dan kontroversial. Teks editorial juga dikenal sebagai tajuk rencana.

Teks editorial biasanya terdapat pada rubrik opini. Rubrik ini berisi editorial dan surat dari pembaca. Jadi, editorial dan surat pembaca adalah dua hal yang berbeda ya. Editorial dibuat oleh jajaran redaksi media massa, sedangkan surat pembaca merupakan tulisan yang dikirim oleh masyarakat biasa.

2. Ciri ciri teks editorial

Teks editorial memiliki beberapa ciri-ciri, antara lain:

a. Aktual dan faktual

Teks harus mengangkat informasi yang tengah hangat diperbincangkan di masyarakat. Jangan lupa juga, informasinya tetap harus mengedepankan fakta yang terjadi ya.

b. Sistematis dan logis

Penyusunan teks editorial harus tersistematis yang berarti harus memenuhi struktur dan kaidah kebahasaannya ya teman-teman. Teks juga harus logis, artinya masuk akal dan tidak imajinatif.

c. Argumentatif

Seperti yang sudah dijelaskan di awal artikel, teks ini berisi pendapat pribadi dari redaksi. Artinya teks ini mengutarakan argumen-argumen yang ada dalam sudut pandang redaksi.

3. Struktur teks editorial

Struktur teks editorial terdiri dari 3 bagian, yaitu pernyataan pendapat (tesis), argumentasi, dan penegasan ulang. Berikut uraian lengkapnya:

a. Pernyataan pendapat (tesis)

Berisi sudut pandang penulis terhadap permasalahan yang diangkat. Berupa pernyataan atau teori yang akan diperkuat oleh argumen.

b. Argumentasi

Bentuk alasan atau bukti yang digunakan untuk memperkuat pernyataan tesis. Bisa berupa pernyataan umum, data hasil penelitan, pernyataan para ahli atau fakta-fakta yang dapat dipercaya.

c. Penegasan Ulang Pendapat (Reiteration)

Berisi penguatan kembali atas pendapat yang telah ditunjang oleh fakta-fakta dalam bagian argumentasi.

4. Contoh teks editorial 

Berikut ini beberapa contoh teks editorial dari laman mediaindonesia.com yang bisa kamu jadikan referensi untuk belajar.

a. Contoh Teks Editorial 1:

Merawat Ruang Pulik

AKHIR-AKHIR ini, sebagian dari kita mungkin pernah dibuat jengkel dengan maraknya informasi palsu atau hoaks seputar penculikan anak. Sebagai orang yang sehari-hari kebetulan bekerja dengan metode verifikasi fakta, saya termasuk yang geregetan dengan fenomena itu. Belum lama ini, saya pun dibuat kesal dengan potongan berita dan gambar yang dibagikan seorang kawan di sebuah grup perpesanan tentang sketsa wajah orang yang diduga sebagai penculik anak. Potongan gambar itu sesungguhnya ialah berita lama pada 2018 tentang kasus penculikan anak, tetapi diproduksi ulang dengan narasi berbeda. Seolah-olah itu informasi terbaru mengenai pria yang diduga sebagai penculik anak yang tengah berkeliaran di Depok.

Kawan saya, si pengirim potongan gambar dan berita tersebut, bukanlah orang yang tidak berpendidikan. Dia bekerja dan memegang jabatan lumayan tinggi di sebuah institusi pemerintah dan merupakan lulusan sebuah universitas ternama di Bandung. Yang saya sayangkan, ia tidak menyaring informasi tersebut sebelum sharing atau membagikannya ke orang lain. Ketika ditegur, dia cuma cengengesan dan berdalih potongan gambar dan berita itu diperolehnya dari orang lain. Orang-orang yang berkelakuan seperti kawan saya ini tidaklah sedikit.

Mungkin maksudnya baik untuk mengingatkan, tapi justru berpotensi memicu panik dan ketakutan. Termasuk potongan video seorang pria yang menculik anak di sebuah ruang kelas yang dinarasikan terjadi di sebuah sekolah di Indonesia. Potongan video yang telah diedit itu banyak beredar di media sosial, terutama di grup perpesanan. Fakta sebenarnya, itu hanyalah video simulasi untuk mengantisipasi penculikan anak di sebuah sekolah di Malaysia. Secara logika, adegan di video itu saja sudah terlihat janggal. Masak ada penculik nekat menyeret anak di depan teman-temannya di sebuah ruang kelas di saat jam belajar? Gile lu Ndro, begitu kalau istilah anak sekarang. 

Kemajuan perkembangan teknologi digital memang membuat manusia kini kian terhubung dan merasa sederajat, terutama dalam melakoni kehidupan di dunia maya. Dari mereka yang paling elite hingga mereka yang menempati peringkat terbawah piramida ekonomi kini umumnya memiliki perangkat teknologi penunjang sebagai syarat keterhubungan tadi. Dengan ponsel pintar seharga ratusan ribu hingga belasan juta rupiah, mereka memiliki hak dan kesempatan yang sama, baik untuk menikmati hiburan maupun untuk mencari dan menyebarkan informasi. Namun, apakah dengan begitu kita betul-betul jadi sederajat? Apakah segala perangkat teknologi canggih itu membuat kita semakin berpengetahuan? Dari contoh peristiwa di atas, rasanya pertanyaan itu telah terjawab.

Bukan hanya pada kasus penculikan anak, informasi sesat juga kerap beredar seputar kejadian bencana, kecelakaan lalu lintas, tawuran, dan sebagainya. Kini, memasuki tahun politik, berita atau informasi palsu semacam itu mungkin bakal semakin masif diproduksi. Tentu ini menjadi tugas kita bersama (bukan cuma Kementerian Komunikasi dan Informatika) untuk memeranginya. Ruang publik, termasuk di ranah digital, jangan sampai dicemari hal-hal yang dapat mengganggu ketenteraman hidup bersama. Pandai-pandailah memilah karena sebagian di antara informasi yang kini melimpah ialah sampah. Wasalam.

b. Contoh Teks Editorial 2:

Kekerasan di Timur Tengah dan Pembakaran Al-Qur'an 

DI tengah ketidakpastian ekonomi-politik global akibat pandemi covid-19 dan perang Rusia-Ukraina, muncul pula secara bersamaan dua isu yang mencemaskan dunia Islam, yakni eskalasi konflik Israel-Palestina dan pembakaran Al-Qur’an di Swedia secara berulang oleh aktivis anti-Islam, Rasmus Paludan. Kedua isu telah memicu protes di berbagai negara Islam. Apa yang memicu insiden-insiden ini?  

Israel-Palestina
Membaranya konflik Israel-Palestina dipicu kebijakan pemerintahan ultra kanan Israel di bawah PM Benjamin Netanyahu, pemimpin partai garis keras Likud yang menentang kemerdekaan Palestina. Begitu terbentuk pada akhir 2022, pemerintahan ini langsung meluncurkan proyek perluasan pembangunan permukiman Yahudi di daerah pendudukan Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Tepi Barat dan Jalur Gaza- sesuai Kesepakatan Oslo 1993- diproyeksikan akan menjadi teritorial Palestina merdeka dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kota. Partai-partai sayap kanan Israel terus membangun permukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur untuk menciptakan realitas baru di lapangan, guna membuyarkan mimpi Palestina memiliki negara. Kini, tak kurang dari 750 ribu komunitas Yahudi mendiami daerah pendudukan ini di tengah 2,5 juta jiwa populasi Palestina. 

Bila permukiman ilegal Yahudi terus meluas, suatu ketika– saat warga Yahudi telah menjadi mayoritas di sana– tuntutan Palestina atas dua daerah itu tidak lagi realistis. Inilah yang dicemaskan Palestina, juga komunitas internasional, yang menganggap solusi dua negara merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Di tengah keresahan Palestina, pada Januari lalu, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memprovokasi Palestina dengan melakukan kunjungan ke kompleks Masjid Al-Aqsa. Frustrasi menghadapi kondisi hidup yang tak menentu di tengah mandeknya proses perdamain sejak 2014 dan merosotnya legitimasi Otoritas Palestina di bawah Presiden Mahmoud Abbas, anak-anak muda dari semua faksi Palestina sejak awal tahun lalu mengambil inisiatif melawan Israel.

Caranya dengan membentuk organisasi yang diberi nama Sarang Singa. Mereka menyerang pos pemeriksaan dan tentara Zionis, serta pemukim Yahudi di daerah pendudukan Tepi Barat. Sampai akhir 2022, tak kurang dari 14 orang Israel dibunuh, sedangkan Israel menewaskan paling tidak 200 warga Palestina. Intensifikasi operasi militer Israel di Tepi Barat oleh pemerintahan Netanyahu sejak berkuasa memuncak dengan dibunuhnya sembilan pejuang Palestina di Jenin pada 26 Januari 2023. Dengan demikian, total warga Palestina yang dibunuh dalam kurun waktu kurang dari sebulan menjadi 30 orang. Kelompok Jihad Islam di Gaza lalu menembakkan dua roket ke wilayah selatan Israel yang dibalas dengan serangan udara ke kantong itu. Saat konflik Israel-Palestina bereskalasi, seorang Palestina menyerang sinagog di Jerusalem Timur, menewaskan 7 orang Yahudi. Israel pun melancarkan operasi militer yang lebih keras. Situasi Timur Tengah yang membara telah menimbulkan keprihatinan dunia internasional. Hancurnya keamanan ini tak bisa dilepaskan dari kebijakan rasialisme pemerintahan Israel dan sikap permisif Gedung Putih terhadap politik apartheid Israel.

 Presiden AS Joe Biden, yang mengeklaim menjadikan HAM sebagai panglima politik luar negerinya, justru bersikap lunak terhadap pembunuhan warga Palestina yang terjadi hampir setiap hari. Ia bahkan mempertahankan kebijakan Presiden Donald Trump, seperti mengakui seluruh Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Lebih jauh, Biden tak mewujudkan janji kampanyenya untuk membuka konsulat AS untuk Palestina di Jerusalem yang ditutup Trump. Memang pada Juli 2022, dalam lawatannya ke Timur Tengah, Biden mampir ke Ramalah untuk menemui Abbas. Di sana ia mengulangi janjinya mendukung solusi dua negara Israel dan Palestina. Namun, ia tidak membawa konsep perdamaian. Menghadapi situasi saat ini, Biden mengirim Menteri Luar Negeri Antony Blinken ke kawasan panas itu untuk mendeeskalasi situasi dan membicarakan perdamaian dengan pemimpin Israel. Namun, lagi-lagi, kita tak dapat berharap ia akan memecahkan kebuntuan karena ia juga tidak membawa konsep perdamaian dan harus berhadapan dengan pemerintahan yang tidak menghendaki Palestina merdeka.

Pembakaran Al-Qur’an
Pada saat bersamaan, politikus sayap kanan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan, membakar Al-Qur’an di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Ia melakukannya dua kali, 21 dan 28 Januari, sebagai reaksi atas penolakan Turki terhadap lamaran Swedia menjadi anggota NATO. Memang sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, Finlandia dan Swedia meninggalkan kebijakan tradisionalnya yang netral (non-alignment). Serbuan Rusia terhadap Ukraina ditakutkan melebar ke negeri mereka sehingga menjadi anggota NATO dipandang urgen untuk memitigasi kemungkinan itu.

Namun, lamaran kedua negara Nordik itu terhalang resistansi Turki dan Hongaria kecuali beberapa syarat dipenuhi. Sesuai aturan NATO, keanggotaan baru hanya akan diterima setelah mendapat persetujuan semua anggota. PM Hongaria Viktor Orban berjanji parlemen negaranya akan menyetujui lamaran kedua negara pada Februari. Sebaliknya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan justru memperkeras posisinya setelah Paludan membakar Al-Qur’an dengan izin dan perlindungan aparat setempat. Ia berjanji akan meneruskan aksinya setiap pekan sampai Turki menyetujui lamaran Swedia. Paludan ialah pemimpin Partai Stram Kurs (Garis Keras) yang dalam Pemilu 2021 tidak mendapat satu pun kursi parlemen.

Dus, aksi-aksi dia tampaknya bertujuan meningkatkan elektabilitas partainya. Toh, politik identitas dan populisme merupakan fenomena resistansi terhadap globalisasi yang melanda seluruh dunia. Kendati kebebasan berekspresi harus dihormati, penghinaan terhadap keyakinan agama sulit diterima komunitas agama. Tak mengherankan beberapa negara dengan penduduk mayoritas muslim seperti Arab Saudi, Yordania, Kuwait, Somalia, Pakistan, Libanon, dan Indonesia, melayangkan protes terhadap Swedia, yang mendefiniskan kebebasan secara luas.

Dengan menyadari kebebasan yang eksesif itu, karena dapat merugikan kepentingan negaranya, Menlu Swedia Tobias Billsrom mengungkapkan penyesalan atas insiden itu. "Provokasi Islamphobia sangat mengerikan. Swedia menjunjung kebebasan berekspresi, tetapi bukan berarti pemerintah Swedia, atau saya sendiri, mendukung kebebasan yang diungkapkan (Paludan)," katanya.

Biar begitu, Turki membatalkan berturut-turut rencana kunjungan menteri pertahanan, ketua parlemen Swedia, dan menunda tanpa batas waktu rencana pertemuan NATO untuk membicarakan lamaran Swedia dan Finlandia. 

Pembakaran Al-Qur’an di depan Kedutaan Besar Turki memang merupakan penghinaan terhadap negara berpenduduk mayoritas muslim itu. Kemenlu RI menyatakan aksi Paludan merupakan penistaan kitab suci dan melukai serta menodai toleransi umat beragama. Kebebasan berpendapat seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab. Terlebih, kebebasan tanpa parameter berpotensi menimbulkan ancaman keamanan dan perdamaian dunia. 

Bagaiman pun, sikap keras Erdogan tampak bertujuan meningkatkan kartu tawar Turki terhadap Swedia. Sebagaimana diketahui, untuk mendapat dukungan Turki, Erdogan menuntut Swedia dan Finlandia mengekstradisi para tokoh anti-Turki dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di kedua negara itu. Sejak 1984 PKK mengangkat senjata melawan Ankara untuk menuntut otonomi luas bagi etnik Kurdi di Turki yang eksistensi budayanya tak diakui Ankara. Kekerasan dalam perjuangan mereka berujung pada pelabelan sebagai teroris oleh Turki, AS, dan NATO. Sebagai anggota NATO, Turki sangat strategis dan instrumental bagi NATO dalam mengendalikan akses Rusia ke Laut Tengah, membendung pengaruh Iran, dan menjaga hegemoni barat di Timur Tengah. 

Swedia dan Finlandia telah mengamendemen konstitusi untuk memungkinkan mereka meloloskan UU Anti-Terorisme yang lebih keras, guna mengakomodasi tuntutan Turki berupa larangan kelompok anti-Turki berkiprah di negara mereka. Namun, tidak bersedia mengekstradisi simpatisan PKK. Atas tekanan AS dan NATO, Turki dan Swedia khususnya terus berunding untuk menyelesaikan perbedaan mereka, sampai Paludan memanfaatkan situasi seiring dengan demokrasi besar-besaran PKK disertai penggantungan boneka menyerupai Erdogan di balai kota Stockholm pada awal Januari lalu. Bagaimana pun, sulit untuk tidak mengaitkan sikap keras Erdogan dengan kepentingan politik Partai Keadilan dan Pembangunan yang dipimpinnya. Pada Mei mendatang, Turki akan menyelenggarakan pemilihan presiden dan legislatif. Partai Erdogan yang bercorak Islam tidak dalam posisi cukup kuat untuk memenangi kedua pemilu, yakni Erdogan sebagai calon presiden petahana. Penyebabnya, ekonomi Turki sedang merosot. Namun, bila perundingan dengan Swedia mandek dan Paludan terus mewujudkan ancamannya– sedangkan kekerasan Israel-Palestina berlanjut– dunia Islam yang bergolak akan mengganggu stabilitas dunia.

Nah, itu dia penjelasan dan juga contoh-contohnya, jika kalian masih binggung kalian boleh langsung mengunjungi website @mediaindonesia pada kolom opini. Semoga bermanfaat.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya