Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
UNTUK menghindari bahaya kesehatan keracunan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang telah menewaskan lebih dari ratusan anak di Indonesia, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) meminta masyarakat agar lebih bijak memilih kemasan pangan yang aman. Hal itu disebabkan zat-zat kimia ini ternyata tidak hanya digunakan sebagai pelarut dalam sirup obat batuk tetapi juga ada dalam kemasan pangan plastik sekali pakai.
"EG dan DEG harusnya bahan kimia yang ada di industri sebagai antibeku dan lain-lain, tetapi ternyata ada juga di kemasan segala macam. Yang jelas, zat-zat ini bisa membahayakan kesehatan anak-anak di Indonesia," ujar Pengurus PDUI, Dr. Catherine Tjahjadi, dalam keterangan tertulis, Jumat (27/1).
Menurutnya, EG dan DEG yang ada dalam kemasan pangan itu bisa saja terlepas ke dalam produknya. Apalagi banyak para pedagang yang menjual kemasan-kemasan ini dengan meletakkannya di panas matahari alias dijemur. Bukan hanya itu, kemasan pangan sekali pakai yang mengandung EG dan DEG seperti kemasan plastik sekali pakai diisi ulang berkali-kali oleh sebagian masyarakat. "Nah, perlakuan-perlakuan yang tidak benar seperti inilah yang bisa membuat EG dan DEG itu terlepas dari kemasannya ke produknya," tukasnya.
Karena itu, sebagai pengurus PDUI, dia meminta masyarakat perlu untuk memilih dengan bijak kemasan-kemasan pangan yang aman untuk kesehatan. "Masyarakat harus jeli dan meningkatkan awareness atau kesadaran yang dimulai dari keluarga dulu untuk lebih aware dengan kemasan-kemasan yang mengandung bahan kimia ini," ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa EG dan DEG merupakan zat yang tidak berwarna dan tidak berbau tetapi rasanya manis. "Nah, rasa manis dari EG dan DEG inilah yang kemungkinan membuat orang suka enggak ngeh bahwa itu zat kimia sehingga senang untuk mengonsumsinya. Padahal, jika sering diminum, zat-zat ini akan menumpuk dalam tubuh dan bisa mengganggu kesehatan," tuturnya.
Kenapa EG dan DEG bisa membahayakan kesehatan anak-anak? Menurut Catherine, hal itu disebabkan zat-zat kimia ini sangat mengganggu keseimbangan asam dan basa di tubuh. Dia mengutarakan ketika EG dan DEG tertelan ke dalam tubuh, zat ini akan membentuk senyawa yang disebut glycolic acid atau asam glikolat. Nah, asam inilah yang, menurutnya, bisa mengganggu keseimbangan asam basa dalam tubuh si anak, sehingga menyebabkan kondisi yang disebut asidosis metabolik atau ketidakseimbangan asam basa di dalam tubuh.
Karena terjadi asidosis metabolik, lanjutnya, asam glikolat yang terbentuk saat EG dan DEG tertelan juga diubah menjadi oksalat. "Oksalat ini kemudian berikatan dengan kalsium membentuk kalsium oksalat. Nah, inilah yang kalau jumlahnya banyak dan menumpuk bisa bikin gangguan dari organ tubuh di otak, paru-paru, ginjal, dan sebagainya," katanya.
Jadi, katanya, EG dan DEG tidak hanya menyebabkan gangguan ginjal, tetapi juga syaraf dan paru-paru. Untuk gangguan syaraf, menurutnya, keracunan EG dan DEG sama dengan keracunan etanol yang gejala-gejalanya ialah mengantuk, linglung, gelisah, bicara melantur, dan disorientasi seperti orang mabuk. Keracunan EG dan DEG juga memiliki gejala mudah capai saat berlari, napas terengah-engah dan pendek, serta sesak napas.
Selain itu terjadi perubahan tekanan darah, bisa tinggi atau malah bisa rendah, dan denyut jantungnya menjadi sangat cepat tidak beraturan. Kalau untuk gangguan ginjalnya, gejalanya ialah mual, muntah, kencingnya berkurang, dan tidak bisa buang air kecil. "Nah, kenapa yang lebih disorot itu gangguan ginjalnya, karena gejalanya yang ke ginjal itu lebih spesifik. Jadi mungkin itu yang lebih mudah terlihat sama dokter," tuturnya.
Chaterine mengatakan PDUI sangat peduli terhadap masalah EG dan DEG. Karenanya, menurut dia, PDUI ikut melakukan edukasi terkait EG dan DEG kepada setiap pasien saat datang berobat ke dokter dan melalui pos pelayanan terpadu (posyandu). "Kita lebih bergerak dari segi sosialisasi di masyarakat. Kita selalu menyarankan agar masyarakat harus lebih bijak memilih pangan dan kemasan pangan yang aman," tukasnya.
PDUI juga berharap edukasi mengenai bahaya EG dan DEG dilakukan di lingkungan sekolah. Menurut Chaterine, hal itu mengingat banyak juga guru-guru yang kurang paham soal zat-zat kimia berbahaya yang ada dalam pangan dan kemasan pangan. (OL-14)
"Kemenkes sebaiknya tidak berhenti pada takaran zat senyawa berbahaya. Ada problem regulasi,"
Arist Merdeka Sirait secara tegas menyampaikan bahwa langkah BPOM sudah tepat untuk menarik peredaran pada obat sirop yang mengandung Etilen Glikol.
Bareskrim Polri masih melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pihak PT Afi Pharma di Kediri, Jawa Timur. Total sudah 15 orang diperiksa.
“Fomepizole menjadi bagian dari terapi pengobatan dan diberikan secara gratis kepada pasien. Kami tidak lakukan komersialisasi obat,”
BPOM merilis obat sirop yang dilarang beredar dari 3 industri farmasi yakni PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.
BPOM mendapatkan cukup bukti dari dua perusahaan farmasi yang menggunakan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) di atas angka yang aman.
Bantuan modal usaha untuk perempuan pelaku UMKM menjadi bentuk dukungan agar mereka lebih optimal dalam mengembangkan usaha.
Barcode adalah kode batangan berbentuk garis tersusun yang dapat terbaca oleh mesin. Kode batangan ini biasanya akan di scan saat akan membayar di kasir.
Kemasan yang diberi label BPA Free juga perlu diteliti lagi mengandung bahan kimia lain yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan atau tidak.
Studi ini merupakan upaya Nestlé memenuhi komitmen akan kemasan berkelanjutan dengan mengurangi penggunaan plastik resin baru
PARA pedagang makanan dan minuman mengandalkan pemakaian kemasan air guna ulang karena dianggap lebih praktis dan ekonomis
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved