Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

RUU Kesehatan Dinilai Keluar dari Nilai Kemanusiaan dan Pancasila

M. Iqbal Al Machmudi
16/1/2023 22:05
RUU Kesehatan Dinilai Keluar dari Nilai Kemanusiaan dan Pancasila
RUU KESEHATAN: Suasana Rapat Baleg DPR di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/1) membahas RUU tentang Kesehatan.(MI/ Moh Irfan)

ORGANISASI profesi kesehatan dan organisasi kemasyarakatan menilai bahwa draft dari Rancangan Undang-Undangan (RUU) Kesehatan bertentangan dari nilai kemanusiaan dan Pancasila. Hal tersebut tercantum pada surat terbuka yang dikeluarkan oleh tujuh organisasi pada 16 Januari 2023 yang ditujukan pada Presiden Joko Widodo.

Ketujuh organisasi tersebut yakni PB IDI, PB PDGI, PB PDGI, DPP IAI, PP IBI, DPP PPNI, MKI, dan YLKI. "Omnibus law kesehatan versi terakhir yang menurut pendapat kami memuat beberapa hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan secara universal dan juga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, serta hak-hak publik," tulis surat terbuka tersebut.

Terdapat 6 poin utama sebagai landasan hilangnya norma kemanusiaan dan hilangnya nilai Pancasila. Pertama, menghilangnya norma agama yang sebelumnya tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, seperti pada asas pembangunan kesehatan, kesehatan reproduksi, dan terkait aborsi.

Kedua, pengaturan mengenai transplantasi organ yang sangat bertentangan dengan prinsip otonomi dalam norma etika kedokteran/kesehatan. Ketiga, pengaturan mengenai zat adiktif yang memasukkan pengaturan terkait narkotika dan psikotropika sama dengan pengaturan hasil tembakau dan minuman beralkohol sehingga berpotensi penyalahgunaan lebih besar.

Keempat, pengaturan mengenai data dan informasi kesehatan rakyat termasuk di dalamnya terkait informasi genetik yang dapat ditransfer ke luar wilayah Indonesia. Hal ini akan berpotensi menjadi ancaman jika mengacu kepada prinsip perlindungan data pribadi dan ketahanan kesehatan nasional.

Kelima, intervensi medis dipengaruhi oleh pembiayaan kesehatan bukan didasarkan pada standar pelayanan yang diejaawantahkan dalam standar prosedur operasional, standar pelayanan dan standar profesi. Terakhir, longgarnya persyaratan tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA/WNI lulusan luar negeri tanpa mempertimbangkan evaluasi kompetensi dan kewajiban mampu berbahasa Indonesia yang berpotensi mengancam perlindungan/keselamatan pasien.

"Masuknya tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA tanpa kendali akan berpotensi mengancam hak-hak masyarakat dan juga hak-hak tenaga medis/tenaga kesehatan," tulisnya lagi. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya