Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Pengertian Seksisme dan Contoh yang tidak Disadari

Meilani Teniwut
20/11/2022 08:19
Pengertian Seksisme dan Contoh yang tidak Disadari
Ilustrasi.(Freepik.com.)

KOMENTAR seksis kini sangat mudah ditemukan di media sosial. Seringnya seksisme menyudutkan kaum wanita tetapi tak jarang juga merugikan laki-laki. 

Komentar bernada seksisme dianggap tidak manusiawi karena mengandung sudut pandang merendahkan salah satu kelompok jenis kelamin tanpa melihatnya sebagai seorang individu. Seringnya pendapat seksis juga menggeneralisasi satu kelompok jenis kelamin tertentu, sehingga sudut pandangnya bersifat sangat subjektif dan hanya berdasarkan pengalaman pribadi. Apa saja sih contoh seksisme itu?

Pengertian seksisme

Dikutip dari situs European Institute for Gender Equality, seksisme berkaitan dengan kepercayaan mendasar tentang hal alami dari perempuan dan laki-laki serta peran mereka dalam masyarakat. Anggapan seksis diwujudkan melalui stereotip gender yakni satu gender dipandang lebih unggul dibanding gender lain. Akibat dari pandangan seksis, terjadi penggambaran dalam berbagai ranah kehidupan.

Seksisme bisa ada dalam diri laki-laki atau perempuan, tetapi yang sering terjadi korban ialah kaum perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan laman Britannica menjelaskan bahwa seksisme ialah prasangka dan anggapan bahwa salah satu jenis kelamin lebih superior atau lebih baik daripada jenis kelamin yang lain. Misalnya, seperti anggapan yang sudah dibahas tadi, laki-laki lebih bisa jadi seorang pemimpin, sementara perempuan dianggap kurang kompeten. Laki-laki harus berperan sebagai kepala keluarga yang memberikan nafkah, sementara perempuan tidak usah bekerja dan lebih baik mengurus rumah tangga saja. 

Anggapan lain terkait seksisme ialah percuma perempuan sekolah tinggi, karena nanti juga cuma bekerja di dapur. Anggapan seperti ini yang membuat orangtua jadi berpikir untuk menyekolahkan anak perempuan setinggi-tingginya karena akhirnya hanya menghabiskan uang.

Dikutip dari wikipedia, seksisme ialah prasangka yang didasarkan pada gender. Seksisme sering kali ditujukan pada wanita, sehingga yang dimaksud di sini yaitu ada penilaian negatif terhadap seseorang karena seseorang tersebut ialah wanita. Seksisme dapat merujuk pada kepercayaan atau sikap yang berbeda, yaitu:

a. Kepercayaan bahwa satu jenis kelamin atau seks lebih berharga dari yang lain.
b. Chauvinisme pria atau wanita.
c. Sifat misoginis (kebencian terhadap wanita) atau misandri (kebencian terhadap laki-laki).
d. Ketidakpercayaan kepada orang dalam seks yang berbeda.

Jenis seksisme 

Tindakan seksis mencakup semua yang menganggap satu jenis kelamin atau gender sebagai inferior dan dapat disampaikan melalui perilaku, pidato, tulisan, gambar, gerak tubuh, hukum dan kebijakan, praktik serta tradisi. Seksisme dapat dikategorikan dalam beberapa cara.

a. Hostile sexism.

Hostile sexism merupakan keyakinan dan perilaku yang secara terbuka memusuhi sekelompok orang berdasarkan jenis kelamin atau gender. Salah satu contohnya ialah misogini atau kebencian terhadap wanita. Orang-orang yang berpandangan misoginis biasanya memandang perempuan memiliki sikap manipulatif, pendusta, dan menggunakan rayuan untuk mengendalikan pria.

Pandangan ini juga berlaku untuk siapa saja yang memiliki sifat feminin dan siapa saja yang mengekspresikan gender mereka dengan cara yang diasosiasikan dengan feminitas. Orang-orang yang melanggengkan praktik hostile sexism ingin mempertahankan dominasi laki-laki atas perempuan dan jenis kelamin terpinggirkan lainnya. 

Mereka biasanya menentang kesetaraan gender dan menentang hak-hak LGBTQIA+ karena melihat hal ini sebagai ancaman bagi laki-laki dan sistem yang menguntungkan mereka. Pada studi di Indonesia tahun 2019 menemukan adanya kaitan antara hostile sexism dengan kekerasan seksual. Orang-orang yang mendukung seksisme lebih cenderung menyalahkan korban dalam kasus perkosaan, bukan menyalahkan pelakunya.

b. Seksisme baik hati (benevolent sexism).

Seksisme baik hati lebih melihat perempuan memiliki sikap yang polos, murni, merawat dan mengasuh, rapuh, serta membutuhkan perlindungan. Tidak seperti namanya, benevolent sexism tak sebaik itu karena masih menganggap satu jenis kelamin atau gender lebih lemah dari yang lain. Ide-ide ini dapat mengarah pada kebijakan dan perilaku yang membatasi hak memilih seseorang atau kemampuan seseorang untuk membuat pilihannya sendiri. 

Misalnya, satu studi pada 2020 menemukan bahwa pria yang mendukung seksisme baik hati cenderung mendukung kebijakan yang membatasi kebebasan wanita hamil. Jenis seksisme seperti ini cenderung merusak kepercayaan diri perempuan tentang kemampuan diri mereka sendiri.

c. Seksisme ambivalen.

Seksisme ambivalen adalah gabungan antara seksisme baik hati dan hostile sexism. Beberapa peneliti berpendapat kedua seksisme saling dukung sebagai bagian dari suatu sistem. 

Seksisme yang baik hati menawarkan perlindungan bagi perempuan sebagai ganti peran yang lebih inferior. Sementara hostile sexism sangat menentang mereka yang menyimpang dari sistem ini. Contohnya mempekerjakan seseorang karena penampilannya menarik, tetapi kemudian memecatnya karena tidak menanggapi rayuan seksual.

d. Seksisme institusional.

Seksisme ini merujuk pada tindakan seksis yang mengakar dalam organisasi, seperti pemerintah, sistem hukum, sistem pendidikan, lembaga keuangan, media, tempat kerja, dan sebagainya. Ketika kebijakan, aturan, sikap, atau undang-undang menciptakan dan memperkuat seksisme ini disebut dengan seksisme institusional. 

Salah satu indikator yang paling terlihat yaitu kurangnya keragaman gender di antara pemimpin politik dan eksekutif bisnis. Indikator lain berupa kesenjangan upah gender, wanita berpenghasilan lebih rendah daripada laki-laki hampir di setiap pekerjaan.

e. Seksisme antarpribadi.

Seksisme ini terwujud selama interaksi dengan orang lain dan terjadi di mana pun, termasuk tempat kerja, dalam kelompok, dalam anggota keluarga, dan interaksi dengan orang asing. Contoh seksisme antarpribadi yaitu membuat komentar tidak pantas tentang penampilan seseorang atau memerhatikan dan memberi sentuhan seksual yang tidak diinginkan.

f. Seksisme yang terinternalisasi.

Seksisme ini berbentuk keyakinan seksis yang dimiliki seseorang tentang diri mereka sendiri. Biasanya, mereka mengadopsi keyakinan ini tanpa sadar sebagai akibat dari paparan perilaku seksis atau pendapat orang lain. 

Keyakinan seksisme diri sendiri menyebabkan perasaan tidak mampu, keraguan diri, ketidakberdayaan, dan malu pada diri sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih sedikit bekerja di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika disebabkan oleh seksisme yang terinternalisasi. Hal ini karena stereotip seksis memengaruhi kinerja akademik. 

Contoh seksisme di kehidupan

a. Pelecehan verbal hingga fisik.

Menurut survei dari Stop Street Harassment, ada 81% perempuan yang mengalami gangguan seksual di tempat umum dan media sosial. Bentuk pelemahan ini beragam mulai dari catcalling, sentuhan yang tidak diinginkan, kata-kata bermuatan seksual, hingga komentar soal bagian tubuh seseorang.

Pelaku biasanya beralasan bahwa saat mereka mengomentari tubuh seseorang atau memanggil cantik, sebenarnya mereka sedang memberikan pujian atau bercanda. Namun sebenarnya itu tindakan menyakitkan ketika yang menerimanya merasa risih atau bahkan ketakutan. Jika kamu pernah dilecehkan seperti ini atau melihat langsung kejadian ini menimpa orang lain, jangan ragu untuk menegur.

b. Sering diminta mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai.

Praktik seksisme di kantor yang sering terjadi yaitu perempuan sering diminta untuk mengatur jadwal dan membuatkan kopi untuk klien. Padahal itu tidak ada dalam deskripsi pekerjaannya. Hal itu terjadi hanya karena pekerjaan itu dianggap identik dengan perempuan. 

Dikutip dari Future Women, perempuan sering dipaksa untuk melakukan pekerjaan tidak sesuai kewajibannya tetapi dengan gaji yang lebih rendah dibanding laki-laki bukanlah hal langka. Ada penelitian yang menemukan bahwa perempuan memikul sebagian besar tanggung jawab pekerjaan rumah tangga kantor. Saat bersedia melakukan pekerjaan tersebut, mereka tidak mendapat gaji. Jika menolak, mereka akan dipandang tidak baik oleh atasan atau rekan kerja.

c. Victim blaming. 

Perempuan sering disalahkan atau menjadi korban blaming saat kekerasan seksual menimpanya. Laki-laki yang menjadi pelaku kekerasan tersebut kerap kali dimaklumi atau bahkan tindakannya tidak dianggap sebagai suatu kesalahan. 

Ketika perempuan ditanya, "Kamu memakai apa waktu itu terjadi?", "Kamu senang/menikmatinya enggak?", atau "Bagaimana perilakumu sampai bisa membuat laki-laki tergoda dan melakukan kekerasan itu?" Hal itu menunjukkan sikap seksis yang menyudutkan perempuan, padahal ia sedang menjadi korban.

Berbeda dengan laki-laki, perempuan menjadi pihak yang harus selalu waspada dan menjaga sikap serta tingkah laku jika tidak mau mengalami kesedihan atau pengkhianatan. Padahal, yang harus disalahkan bila hal itu terjadi yaknisepenuhnya si pelaku. 

Perempuan seharusnya tidak selalu merasa cemas dan menjaga sikap dan tingkah laku seperti masyarakat kebanyakan mengharapkannya agar tidak menerima kekerasan seksual. Pasalnya, bisa hidup dengan aman merupakan hak setiap orang.

d. Pertanyaan-pertanyaan mengganggu peran.

Saat perempuan sudah berumur 20 sampai 30 tahun, pasti orang-orang yang ada di sekitarnya menanyakan waktu ia menikah. Di Indonesia, saat seorang perempuan sudah mencapai umur 30 tetapi belum juga menikah, ia akan dibilang perawan tua, dicap tidak laku, atau diingatkan bahwa dirinya punya tanggal kedaluwarsa. Hal serupa lebih sedikit dialami oleh laki-laki. 

Saat perempuan tersebut sudah menikah, pertanyaan mengganggu akan berlanjut tentang jadwal punya anak, seolah-olah perempuan dinilai dari kemampuannya untuk punya anak. Saat pasangan belum kunjung punya anak karena masalah kemandulan, perempuan yang sering disalahkan pertama kali. Lalu bila si perempuan bekerja, akan ada saja orang yang menyalahkan pilihannya menjadi perempuan pekerja yang terlalu sibuk sehingga sulit mengusahakan punya anak.

Ketika ada di dunia kerja, tidak jarang juga perempuan-perempuan hebat ditanyai, "Bagaimana kamu menyeimbangkan kehidupan kerja dan rumah tangga, serta mengurus anak-anak?" Sementara, pertanyaan sejenis lebih jarang kita dengar dilontarkan kepada laki-laki.

e. Pujian yang merendahkan perempuan.

Di bidang pekerjaan yang didominasi oleh kaum adam seperti teknologi, olahraga, atau bahkan musik, perempuan sangat sering mendapatkan pujian dalam bentuk seperti ini, "Buat ukuran cewek, kamu termasuk jago juga." Banyak laki-laki yang melontarkan kalimat ini untuk mengakui kalau perempuan juga sebenarnya bisa mengerjakan pekerjaan tersebut, yang ujung-ujungnya mempertahankan keyakinan seksi laki-laki.

Contohnya di dunia gim yang didominasi laki-laki, perempuan yang jago sering mendapat komentar seperti itu, seakan-akan perempuan tidak bisa punya kemampuan yang sepadan dengan laki-laki. Atau bila perempuan bisa mengerjakan hal-hal terkait mesin atau cemerlang di bidang sains, akan ada orang yang membawa gendernya saat melontarkan pujian. Padahal, terlepas dari jenis kelamin apa pun, seseorang patut dilindungi berdasarkan kapasitas dirinya.

Seksisme dapat memengaruhi setiap aspek kehidupan seseorang, termasuk hubungan mereka dengan orang lain, kesehatan mental dan fisik, harapan hidup, serta pendapatan. Membongkar institusi, hukum, dan praktik seksis penting untuk pemberdayaan semua orang tanpa memandang jenis kelamin atau gender mereka. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik