Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Pemerintah Diminta Tetapkan Kejadian Gagal Ginjal Akut sebagai KLB

Indriyani Astuti
26/10/2022 16:23
Pemerintah Diminta Tetapkan Kejadian Gagal Ginjal Akut sebagai KLB
Ilustrasi gagal ginjal(MI)

DEWAN Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mendorong pemerintah menetapkan ratusan kasus gagal ginjal akut pada anak sebagai kejadian luar biasa (KLB). Menurutnya, status KLB diperlukan karena masalah gagal ginjal akut telah menyebabkan 143 anak meninggal dunia. Meskipun hingga saat ini Kementerian Kesehatan belum secara pasti mengetahui penyebabnya. Dugaan sementara adalah cemaran (impurities) zat kimia berbahaya yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang terkandung dalam obat sirop untuk anak.

"Kemenkes sebaiknya tidak berhenti pada takaran zat senyawa berbahaya. Ada problem regulasi," ujar Hermawan dalam acara Hotroom dengan tema Gagal Ginjal Akut Bikin Takut yang ditayangkan di MetroTV pukul 22.00 WIB, Rabu (26/10).

Selain fokus pada penyelamatan nyawa dan kasus tidak semakin bertambah, ia meminta pemerintah dengan cepat melakukan penelusuran dan meninjau kembali distribusi obat yang diduga tercemar zat kimia berbahaya melebihi ambang batas.

"Bisa saja ini semacam fenomena gunung es. Dengan menetapkan sebagai KLB, persoalan regulasi bisa di-draft (disusun) oleh pemerintah, tapi telusur, penanganan dan antisipasi masa mendatang harus dilakukan," tuturnya.

Selain itu, menurutnya perusahaan farmasi harus melakukan audit terhadap terhadap segala jenis obat berbentuk cair atau sirop yang diduga mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Farmasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Zullies Ikawati menilai perlu ada analisis kausalitas untuk mengetahui penyebab gagal ginjal akut pada anak yang berujung pada kefatalan. Pasalnya, tidak semua anak yang dilaporkan mengalami gagal ginjal akut mengonsumsi obat cair yang diduga tercemar mengandung EG dan DEG.

"Tidak semua pasien gagal ginjal akut memiliki karakteristik yang sama. Harus ada analisis kausalitas. Bisa multifaktorial, tidak bisa hanya single faktor saja," tuturnya.

Zullies menjelaskan registrasi produk obat, perusahaan farmasi tidak boleh menggunakan bahan etilen glikol (EG) dan dietilon glikol (DG) sebagai bahan baku obat. Namun, EG dan DG berpotensi muncul dari hasil digunakannya pelarut, semisal dalam obat sirup, dari bahan-bahan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin. Kemunculan EG dan DG sebagai kontaminan diizinkan dalam batas tertentu yang dapat ditoleransi tubuh, yaitu 0,5 miligram per kilogram berat badan per hari.

"Ini bukan barang yang dipakai obat atau makanan karena sifatnya beracun, dipakai untuk tujuan lain boleh. Senyawa ini biasanya dipakai untuk mesin seperti radioator. Apakah sekarang dipakai (pada obat)? harus diteliti dan diinvestigasi," ucapnya.

Baca juga:  Dinkes DKI Temukan 111 Kasus Gagal Ginjal Akut, 50% Meninggal Dunia

Ia menuturkan perusahaan farmasi dapat membantu dengan melakukan audit internal pada produk mereka.

Sementara itu, Direktur Eksekutif GP Farmasi Elfiano Rizaldi mengklaim audit internal tengah dilakukan untuk melalui verifikasi administrasi. Ia menjelaskan perusahaan farmasi melakukan pengujian pada tahap pre-market yang hasilnya dikirimkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

BPOM akan melakukan pengujian kembali untuk menerbitkan izin edar dan menyatakan obat tersebut memenuhi persyaratan izin edar. Selain itu, ada juga pengawasan post-market yakni BPOM melakukan uji sampling terhadap obat yang sudah memiliki izin edar dan dijual.

"Post-market harus diuji untuk sampling, apakah benar obat di lapangan sesuai atau tidak nanti ditemukan ada yang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Itu yang sekarang sedang dilakukan. Obat sirop dan cair jumlahnya ada ribuan (merek) dan membutuhkan waktu," tuturnya.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Nadia Wiweko mengatakan Kementerian telah berupaya menurunkan angka fatalitas dari penyakit gagal ginjal akut pada anak antara lain memberikan antidotum atau obat penawar untuk membunuh racun yang diduga menjadi penyebab penyakit tersebut. 

Kemenkes, imbuhnya, juga telah mengeluarkan daftar produk obat sirop di Indonesia yang dapat kembali diresepkan dan beredar di pasaran setelah dipastikan bebas dari senyawa berbahaya. Nadia setuju apabila industri farmasi membantu melakukan audit internal pararel dengan uji sampling yang sedang dilakukan oleh BPOM.

"Untuk mempercepat proses, industri farmasi bisa melakukan sendiri dan BPOM melakukan pararel untuk pengecekan ulang," tutur Nadia.

Sementara itu, pimpinan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendesak pemerintah dan industri farmasi memberikan santunan bagi keluarga pasien yang meninggal akibat gagal ginjal akut. Lalu, Asisten Ombudsman RI Bellinda W. Dewanty berpendapat ada dugaan maladministrasi menyangkut keseluruhan proses dan pengawasan yang dilakukan BPOM.

Balita itu adalah Muhammad Ali Subadar Hidayatullah putra dari pasangan suami istri Muhammad Sufian Sauri, 30. Sufian berharap semua pihak serius meneliti kasus tersebut sehingga jumlah korban tidak semakin bertambah.

"Tolong diteliti semuanya jangan sampai ada korban lagi," ucapnya seraya terisak.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya