ADA beberapa hal yang bisa dipertimbangkan sejak awal sebelum menentukan pasangan hidup demi mengantisipasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Berikut ciri orang yang mungkin suka melakukan KDRT.
"Ketika kita mau objektif dan peka sebelum menentukan pasangan hidup, ada beberapa hal yang bisa kita amati sejak dini," kata psikolog klinis Anggiastri Hanantyasari Utami dari Universitas Gadjah Mada, Kamis (13/10). Kekerasan dalam rumah tangga merupakan hal yang menjurus kepada isu kesehatan mental, bisa dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan ekonomi dengan tidak memberikan nafkah, kekerasan seksual dalam rumah tangga, maupun kekerasan secara psikologis.
Pertama, lanjut Anggota Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu, pelaku sering kali merendahkan kita, baik secara personal maupun di depan umum. Ciri lain yaitu tidak mampu mengomunikasikan dan menyelesaikan masalah berdua dengan baik bahkan cenderung menghindari atau kabur dari masalah.
Kemudian, perhatikan pasangan sering menggunakan kata-kata kasar saat menyampaikan keluhannya atau tidak. Hal lain yang harus diwaspadai yakni ketika pasangan memaksakan kehendak pada pada pasangannya seperti mengatur yang seharusnya dilakukan pasangan tanpa mau mendengar kebutuhannya.
Lalu, hati-hati bila pasangan merasa berkuasa dan merasa paling benar. "Ini ditandai dengan sering menyalahkan pasangan atas sikap dan perilaku kasar yang dilakukan dilanjutkan dengan mengatakan bahwa pasangan pantas mendapatkan hal tersebut," jelas dia.
Amati juga tentang pasangan bersikap buruk kepada orangtua dan orang-orang sekitarnya atau tidak. Soalnya, sikap dan perilaku seseorang mencerminkan cara ia tumbuh dan berkembang dalam keluarga.
"Bagaimana mereka memperlakukan orang-orang di rumah dan sekelilingnya dapat menjadi salah satu tanda, meskipun tidak mutlak, cara mereka akan memperlakukan pasangannya di kemudian hari," ujar Anggiastri.
Pasangan yang sudah menikah sebaiknya perlu saling belajar untuk bisa memahami satu sama lain dan menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Kelola emosi dalam pernikahan agar tidak berujung pada kekerasan dengan cara memahami kebutuhan diri.
Kemudian memahami kebutuhan pasangan dan saling mengkomunikasikannya dengan baik. Dengan menempatkan kepentingan bersama, secara otomatis masing-masing akan memikirkan cara terbaik memberikan kenyamanan dan memenuhi kebutuhan pasangan.
"Perlu diingat bahwa ketika menjadi pasangan suami istri, pasangan merupakan tim. Kesuksesan tim ini ada di tangan bersama," katanya. Ketika setiap orang mengedepankan ego dan merasa paling berhak mendapatkan yang diinginkan, yang terjadi ialah kegagalan komunikasi bahkan konflik. (Ant/OL-14)