Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Epidemiolog: Hati-hati dalam Mengakhiri PPKM

Dinda Shabrina
23/5/2022 23:00
Epidemiolog: Hati-hati dalam Mengakhiri PPKM
Virus korona.(CDC)

KEBIJAKAN pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di seluruh wilayah Indonesia berakhir pada hari ini, Senin (23/5). Pemerintah diingatkan untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan ini.

Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan agar kita bisa lebih bersabar dan tidak terburu-buru dalam memutuskan apabila ingin mengakhiri masa PPKM di seluruh Indonesia.

Pasalnya, Windhu menyebut masih banyak wilayah kabupaten kota di Indonesia yang masih berada di level 2 dan 3. Hal ini bisa membahayakan wilayah lain yang sudah masuk level 1 apabila kebijakan PPKM dihentikan.

“Kita tidak usah terburu dulu. Memang banyak yang level 1. Tapi yang level 2 dan 3 juga masih ada. Kalau kita mengumpulkan baju di dalam cucian, ada yang warna merah dicampur dengan warna putih, itu kan yang dikhawatirkan yang merah itu melunturi yang putih. Karena mobilitas antar daerah itu sekarang sudah sangat cair. Kalau ada level 2, 3 sudah dianggap sama dengan level 1, berisiko dong,” ujar Windhu kepada Media Indonesia, Senin (23/5).

Ia menyebut sekecil apapun, penting untuk memperhatikan risiko atau dampak yang akan terjadi apabila pemerintah gegabah mengambil keputusan.

“Taruh lah Jawa-Bali itu sudah punya 99%, sudah punya kekebalan. Tapi kan masih ada 1% ini yang belum. 1% ini cukup berbahaya kalau kebetulan dia ini orang yang punya komorbid, yang lansia, ini kan berisiko. 1% ini angka nya memang kecil, tetapi 1% dari penduduk Jawa-Bali, itu kurang lebih totalnya 60% nya nasional. 1% tok nya saja itu bisa 1,5 sampai 2 juta orang,” imbuh Windhu.

Windhu menyampaikan pemerintah daerah juga harus tahu diri. Termasuk juga masyarakat yang daerahnya masih dalam level 2 dan 3. Wilayah ini, kata dia harus tetap membatasi diri, menjaga protokol kesehatan dengan ketat. Sebab kalau terlalu kendor, daerah ini bisa merusak daerah sebelahnya yang sudah berada di level 1.

“Tahu diri agar jangan sampai mereka menjadi penyebab daerah sekitarnya yang sudah putih itu menjadi kelunturan. Itu akan merusak apa yang kita sudah capai,” lanjut dia.

Windhu menambahkan target dari pemulihan pandemi ini bukanlah endemic. Melainkan target utamanya adalah sporadic. Ia menyebut endemic hanya dijadikan target antara untuk bisa mencapai ke target sporadic.

“Fase endemic sekali lagi itu bukan situasi yang kita jadikan target. Itu fase antara. Target kita itu fase sporadic. Seperti DBD misalnya. Sekali ada, tetapi sebagian besar waktu tidak ada. Itu yang kita inginkan. Jadi kalau endemic itu ada terus, tapi kecil. Kita tidak harapkan ada terus. Dia harus kita ubah menjadi fase sporadis. Kalau sudah sporadic baru betul-betul kita sudah aman. Selama itu masih endemic, memang kita aman, tapi tidak aman betul karena masih ada kasusnya sepanjang waktu tapi rendah,” terang Windhu.

Itu sebabnya, Windhu menyarankan agar semua masyarakat tetapi mematuhi protokol kesehatan serta tetap menggunakan masker di ruang publik. “Meskipun presiden mengingatkan di luar ruangan bisa lepas masker, kalau saya menganjurkan, meski di luar ruangan, tetap pakai. Kecuali kita betul-betul bisa menilai situasi itu risiko rendah. Baru buka,” tandas Windhu.

Sementara itu, tanggapan lain datang dari Epidemiolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Pandu Riono justru menyarankan agar tidak memperpanjang PPKM dan mendorong pemerintah untuk mengakhiri PPKM di seluruh Indonesia. Bagi dia, tingkat imunitas yang sudah tinggi di Indonesia tidak lagi memerlukan pembatasan kegiatan di ruang publik.

“Diakhiri saja. Tetapi apakah pemerintah mempunyai keberanian untuk melakukan itu? Kalau menurut saya kita harus sudah berani. Karena tingkat imunitasnya sudah cukup tinggi,” ungkap Pandu.

Menurutnya, pengendalian pandemi setelah diakhirinya PPKM, hanya perlu dengan dua cara, yaitu protokol kesehatan dijalankan dan cakupan vaksinasi booster yang terus ditingkatkan pada semua penduduk di Indonesia.

“Kalau saya berani. Yang takut kan pemerintah. Yang penting vaksinasinya harus diteruskan. Kan selama mudik lebaran ini terus menurun. Harus dinaikkan kalau bisa 100% penduduk Indonesia harus divaksinasi. Harus sampai booster. Karena di semua negara, menganggap orang sudah divaksinasi kalau sudah dibooster. Kalau belum dibooster, berarti dianggap belum lengkap. Kalau belum lengkap, berarti harus ditesting kalau melakukan perjalanan,” pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya