Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Kepres 24/2021 Dikhawatirkan Perberat Beban BPJS Kesehatan

M. Iqbal Al Machmudi
16/1/2022 13:52
Kepres 24/2021 Dikhawatirkan Perberat Beban BPJS Kesehatan
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Adib Khumaidi. Sp.OT.(MI/M Irfan)

KEPUTUSAN Presiden (Kepres) Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Penetapan Status Pandemi Corona Virus Disease 2019 di Indonesia pada akhir tahun 2021 dinilai akan memperpanjang beban BPJS Kesehatan terkait pembiayaan pasien covid-19.

Dalam putusan tersebut disebutkan dalam rangka penanganan, pengendalian, dan/atau pencegahan panderni Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) beserta dampaknya khususnya di bidang kesehatan, ekonomi, dan sosial,

Pemerintah dapat menetapkan bauran kebijakan melalui penetapan skema pendanaan antara pemerintah dengan badan usaha yang bergerak di bidang pembiayaan pelayanan kesehatan dan skema lainnya.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Adib Khumaidi. Sp.OT mengatakan kalau bicara masalah pembiayaan, harus dipisahkan karena selama ini pembiayaan untuk BPJS masih banyak permasalahan ditambahkan dengan hal-hal yang berkaitan juga dengan masalah kebencanaan.

"Namun kalau kita bicara di dalam sebuah sistem kesehatan, pondasi bangunan yang sudah dibangun melalui BPJS sebenarnya luar biasa untuk dimanfaatkan," kata Adib dalam diskusi daring Bauran Kebijakan Pembiayaan Kepres 24/2021, Minggu (16/1).

Menurut Adib, selama ini ada hal yang sangat krusial tapi tidak termanfaatkan dengan baik yakni konsep terkait dengan sebuah pola sistem pelayanan.

"Konsep luar biasa oleh Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan dengan kemampuan jejaring fasilitas kesehatan primer sampai ke tingkat lanjutan terkait SDM yang ada belum dimaksimalkan dalam satu kegiatan penanganan pandemi," ungkapnya.

Ia mencontohkan upaya-upaya yang berkaitan dengan prefentif promotif yang seharusnya itu difokuskan puskesmas.

Kemudian kuratif melalui faskes primer yang lain termasuk faskes swasta yang sebaiknya dilibatkan banyak di dalam hal-hal berkaitan dengan penanganan.

"Dalam konsep sistem kesehatan maka semua unsur pasti akan dilibatkan apalagi dalam satu kondisi yang saat ini di bilang pandemi," ujarnya.

Di kesempatan yang sama Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dr Mahesa Paranadipa menjelaskan dalam Pada Pasal 82 Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dijelaskan bahwa pembiayaan dalam situasi bencana atau situasi wabah itu menggunakan anggaran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan atau masyarakat. Hal ini sejalan dengan di UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Kalau kita baca tentang (Kepres) 24/2021 tidak menyalahi terkait dengan asas Lex Superior ada keterlibatan masyarakat," ucapnya.

Adib menjelaskan yang ditekankan di Kepres tersebut adanya tentang bauran kebijakan dan belum ada penjelasan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan bauran kebijakan.

"Walaupun belum dipastikan betul terkait situasi pandemi hari ini pemerintah akan 'memaksa BPJS untuk terlibat dalam pembiayaan situasi pandemi' karena belum ada diskusi dan informasi lebih lanjut terkait dengan hal tersebut," ungkapnya.

Bahkan BPJS Kesehatan juga belum memberikan informasi cara gamblang apakah benar yang dimaksudkan dalam Kepres ini nantinya adalah BPJS kesehatan. (Iam/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya