Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
PRESIDEN Joko Widodo menginstruksikan para pembantunya untuk serius dan fokus menjalankan program penurunan stunting atau gizi buruk.
Agenda tersebut harus dilaksanakan secara tepat sasaran dan bukan sekedar seremonial belaka seperti pemberian makanan tambahan (PTM) dan gizi yang selalu dilakukan setiap akhir tahun.
Baca juga: Butuh Sinergi Tuntaskan Stunting
Selain sekedar seremonial, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan, selama ini, program penanganan stunting berjalan tidak efektif karena dilakukan secara parsial oleh banyak kementerian/lembaga.
"Mereka punya program masing-masing. Akhirnya itu tidak efektif dan hanya menghabiskan anggaran saja," ujar Moeldoko selepas mengikuti rapat terbatas, Selasa (11/1).
Oleh karena itu, ke depan, percepatan penurunan stunting akan dilakukan secara terpadu di bawah tanggung jawab Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BKKBN dengan anggaran belanja sebesar Rp50 Trilun.
“Langkah ini diambil karena sebelumnya percepatan penurunan stunting melibatkan 19 kementerian/lembaga. Ini yang dinilai Bapak Presiden tidak efektif sehingga ke depan lebih disederhanakan,” tuturnya.
Selain itu, kata Moeldoko, percepatan penurunan stunting harus memanfaatkan program Satu Data Indonesia agar intervensi pada daerah-daerah yang memiliki prevalensi stunting tinggi bisa tepat sasaran.
Jika semua langkah tersebut dilakukan secara optimal, ia optimistis target penurunan stunting dari 24,4% di 2021 menjadi 14% pada 2024 dapat tercapai.
Dalam rapat terbatas yang digelar secara daring itu, Moeldoko juga menyampaikan beberapa rekomendasi untuk penurunan stunting secara nasional. Salah satu masukan yang disampaikan adalah perlunya dukungan pemerintah pusat berupa pendampingan teknis, barang, dan dana setidaknya untuk tiga provinsi dengan stunting tertinggi yakni NTT, Sulbar, dan Aceh.
“KSP juga meminta bapak Presiden memimpin Gerakan Nasional Posyandu Aktif sebagai garda terdepan cegah stunting,” ungkap mantan Panglima TNI itu.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan pihaknya bersama BKKBN akan melakukan dua program intervensi yakni intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
Kedua komponen itu menyumbang 30% dan 70% dalam penurunan angka stunting.
Secara lebih rinci, mantan Dirut Bank Mandiri itu menjelaskan intervensi gizi spesifik akan ditujukan kepada anak dalam usia 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan kepada ibu sebelum masa kehamilan atau remaja putri.
Adapun intervensi gizi sensitif akan ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan seperti penyediaan air bersih, penguatan pendidikan dan penanganan kemiskinan.
"Itu akan dikerjakan lintas sektor dengan sasaran masyarakat secara umum di lokus tertentu," terang Budi.
Di luar itu, pihaknya juga mengusulkan kepada kepala negara agar penanganan gizi buruk masuk ke program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Ia mengungkapkan, untuk penanganan bayi yang mengalami gizi buruk bisa mendapat rujukan dan penanganan dalam program BPJS Kesehatan.
"Kita masukkan ke paket BPJS agar bayi-bayi yang gizi buruk bisa dirujuk ke rumah sakit," tandasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved