Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Pemerintah Didorong untuk Meningkatkan Penggunaan Energi Bersih

Mediaindonesia.com
21/10/2021 20:50
Pemerintah Didorong untuk  Meningkatkan Penggunaan Energi Bersih
Sejumlah petugas tengah melakukan pemeriksaan di pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di kawasan Pantai Cilacap.(MI/Lilik )

MASALAH energi bersih kini memang menjadi perhatian dunia. Hal itu seiring dengan perubahan iklim yang terjadi di bumi dalam beberapa tahun terakhir.

Berangkat dari situ, Tempo Media Group  menggelar #TempoEnergyDay2021 berupa webinar yang berlangsung selama tiga hari (21-23 Oktober) mengusung tema 'Energi Bersih untuk Indonesia' dengan menghadirkan sejumlah narasumber para pengambil kebijakan sektor energi, pelaku usaha energi dan para pakar energi nasional.

Direktur Utama Tempo Inti Media Tbk, Arief Zulkifli mengatakan, penggunaan energi fosil dunia terus meningkat seiring peningkatan kegiatan ekonomi. Di satu sisi cadangan energi fosil terus menyusut, khususnya minyak bumi dan gas alam.

Baca juga: Pajak Karbon Dukung Pertumbuhan Pemanfaatan Energi Terbarukan

“Sebagai negara dengan sumber energi baru terbarukan melimpah, Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan cadangan energi fosil, khususnya minyak dan gas bumi. Saat ini total potensi energi terbarukan ekuivalen 442 gigawatt (GW) digunakan untuk pembangkit listrik. Namun, yang dimanfaatkan menjadi sumber energi baru 2,5% atau 10 gigawatt,” ujar Arief di acara pembukaan.

Potensi energi baru terbarukan yang sangat besar ini, harus segera dimanfaatkan dalam masa transisi energi. Segala hambatan dalam pengembangan energi ini harus segera diatasi. Publik juga menunggu kebijakan penggunaan energi baru terbarukan secara massif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif salam sambutannya menyampaikan, pemerintah menetapkan arah kebijakan energi nasional berupa transisi dari fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT). Upaya ini dilakukan dalam rangka mendukung transformasi ekonomi hijau yang menitikberatkan pada perlindungan lingkungan melalui pembangunan rendah karbon.

“Arah kebijakan energi nasional ke depan adalah transisi dari energi fosil menjadi energi baru terbarukan sebagai energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan,” ujar Arifin.

Dia menambahkan, pemerintah saat ini sedang menyusun Grand Strategy Energi Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan bauran energi nasional berdasarkan prinsip keadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi.

Arifin menjelaskan dokumen itu telah memetakan rencana penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan sebesar 38 gigawatt sampai 2035 dengan memprioritaskan pengembangan energi surya. Menurutnya, pembangkit energi surya dipilih karena biaya investasi yang relatif lebih rendah dan waktu implementasi yang lebih singkat, serta membuka peluang listrik energi baru terbarukan melalui ASEAN Power Grid.

Arifin mengatakan pembangkit energi bersih ini adalah bagian dari komitmen Indonesia menjalankan Paris Agreement. Di dalamnya, Indonesia bakal menurunkan emisi gas rumah kaca 29 sampai 41% pada 2030. Sektor energi diharapkan berkontribusi untuk menurunkan 314 sampai 398 juta ton CO2 emisi. Sehingga, pemerintah juga telah menyusun roadmap net zero emission 2021-2060. Strategi utamanya yaitu bauran energi bersih di 2060 bisa tercapai 100 persen.

Menteri Arifin menambahkan, dalam rangka mencapai target penurunan emisi telah juga disusun roadmap menuju net zero emission 2021 sampai 2060, dengan strategi utama pengembangan energi baru terbarukan secara masif untuk mencapai 100 persen dalam bauran energi 2060.

Indonesia mempunyai potensi energi baru terbarukan yang cukup besar untuk mencapai target bauran energi primer tersebut. Total potensi energi terbarukan ekuivalen 442 GW digunakan untuk pembangkit listrik, sedangkan BBN dan Biogas sebesar 200 ribu Bph digunakan untuk keperluan bahan bakar pada sektor transportasi, rumah tangga, komersial dan industri.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana; Program Manager Energy Transformation IESR, Deon Arinaldo; EVP Electricity System Planning PLN, Edwin Nugraha Putra; Corporate Secretary Pertamina Power Indonesia, Dicky Septriadi; dengan moderator Kepala Pemberitaan Korporat Tempo, Budi Setyarso.

Senada, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan, pemerintah secara regulasi mengacu kepada KEN, antara lain memaksimalkan pemanfaatan EBT, meminimalkan penggunaan BBM, mengoptimalkan penggunaan gas karena sumber daya banyak, dan menempatkan batubara sebagai swinger.

Program Manager Energy Transformation Institute for Essential Services Reform (IESR), Deon Arinaldo meganggap rencana tambahan pembangkit EBT di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) masih kurang. Alasannya, hingga 2025, PLN hanya akan menambah 10,6 Gigawatt (GW) pembangkit EBT. Dengan kapasitas saat ini yang baru 10,3 GW, maka total pembangkit hijau di 2025 baru mencapai 20 GW. Sementara dalam model IESR, Indonesia minimal butuh setidaknya 24 GW untuk mengejar target EBT sebesar 23%.

EVP Electricity System Planning PLN, Edwin Nugraha Putra, menyampaikan PLN berupaya mencapai target bauran energi primer 23% pada 2025, antara lain dengan memanfaatkan aset yang ada, yaitu batu bara  10-20 persen dilakukan co-pairing dengan biomassa. PLTU di Jawa akan diubah menjadi biomassa dengan tanpa melakukan investasi baru. Selain itu PLTS sangat booming, namun baru di luar negeri, sehingga semua masih impor. ‘Harus kembangkan industri di sini agar berhasil, dengan tahapan fokus dulu ke daerah remote, terutama yang memakai PLTD dengan harga mahal diganti PLTS dan batre dengan harga lebih murah. Industri PLTS kita kembangkan agar bisa berjaya di negeri sendiri.”

Corporate Secretary Pertamina Power Indonesia, Dicky Septriadi, menyampaikan EBT Pertamina sudah berlangsung. Pertamina grup sudah lakukan restrukturisasi dari holding ke subholdig, salah satunya Pertamina Power Indonesia fokus ke EBT.  “Kami punya beberapa inisiatif pengembangan EBT, misalnya unsur panas bumi dikelola anak usaha, dengan potensi 24 GW (gigawatt) baru terealisasi 2 GW. “Panas bumi akan dilakukan lebih advance ke depannya dengan dukungan berbagai pihak pihak, termasuk regulator,” ujarnya.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makro Ekonomi, Masyita Crystallin menyampaikan, transisi energi dan ketahanan energi sama-sama penting. “Energi terkait dengan development satu daerah atau negara. Akses terhadap energi listrik terutama berkaitan dengan poverty (kemiskinan) dan ketidaksetaraan di suatu daerah untuk capai Net Zero Emission perlu mengubah tatanan energi yang ada ke renewable energy,” ujarnya.

Kepala Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Enrico Haryono menyampaikan semua pihak harus mendukung penurunan emisi karbon.  “OJK sangat mensupport pembiayaan energi dan sektor lain yang mendorong penurunan emisi karbon, kami siapkan struktur kebijakan termasuk insentif dan disinsentif terukur dalam risk tolerance. Mengeksplor instrumen-instrumen sehingga bisa didesain khusus, misalnya project bond atau municipal bond. Semua channel bisa didorong untuk financing, termasuk perbankan dan pasar modal,” ujarnya.

Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur, Edwin Syahruzad, mengatakan bauran energi akan bergeser ke EBT. “Yang tak kalah penting elektrifikasi. Dua sub sektor itu harus didorong bagaimana agar orang mau berinvestasi ke project green. Saya lihat beberapa sub sektor sudah besar investasinya. Project hydro ata mini hydro misalnya, mungkin 10 tahun lalu pihak perbankan masih meraba-raba. Namun kini beberapa agregat sudah mengalami perubahan, bahkan ada yang bersiap IPO (mencatatkan diri di bursa). Saya kira, project hydro sekarang jadi mainstrean bagi pembiayaan lembaga keuangan dan perbankan,” ujarnya.

Menurut Edwin, Pemda mulai berminat pada mass rapid transport system, lebih baik kalau ramah lingkungan. “Itu akan makin mendorong potensi pembiayaan. Bukan hanya di level korporasi tapi juga pemda. Hal itu bisa sebagai katalis. Jakarta bisa menjadi contoh dalam penyelenggaraan transportasi publik massal alih-alih berbasis listrik,” tandasnya.

Corporate Banking Industry Group Head Resources and Property, UOB Indonesia, Susanto Lukman sepakat bahwa pembiayaan energi hijau menjadi isu penting. UOB Indonesia secara konsisten menyertakan pentingnya isu climate change (perubahan iklim). “Ancaman global yang dirasakan seluruh dunia. Green energy akan menjadi masa depan energi kita, dan akan makin affordable ke depannya dan besar,” ujarnya. (RO/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya