KOALISI Advokasi untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan menilai pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait Baha'i merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Hak yang melekat kepada setiap individu sebagai salah satu hak asasi manusia dasar. Untuk itu, Koalisi Advokasi untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan mengapresiasi dan mendukung sikap Menteri Agama dalam video tersebut.
Hal itu, menurut Koalisi yang disampaikan melalui siaran pers, merupakan bentuk sikap kenegarawanan dalam mengayomi setiap warga negara apapun agama dan keyakinannya.
"Koalisi juga mendorong baik Pemerintah maupun masyarakat secara luas untuk memutus rantai kebencian dan diskriminasi terhadap kelompok yang berbeda, termasuk kelompok agama minoritas seperti Baha’i," jelas pernyataan koalisi yang diterima media indonesia, kemarin.
Koalisi terdiri dari YLBHI, HRWG, CRCS UGM, Paritas Institute, LBH Jakarta, Yayasan Inklusif, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), ELSA Semarang dan Sobat KBB.
"Keberadaan agama dan keyakinan yang beragam di Indonesia semestinya dihormati dan patut dibanggakan karena hal tersebut merupakan modal kebangsaan Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika," lanjutnya.
Baca juga: Survei Dewan Pers: Publik Percaya Berita Covid-19 dari Media Mainstream
Sebelumnya, dalam beberapa waktu belakangan, beredar video ucapan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB dari Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) yang ditujukan kepada umat Baha’i Indonesia. Video itu sendiri sebenarnya sudah tayang sejak beberapa bulan lalu (26 Maret 2021) di kanal akun Youtube milik Baha’i Indonesia.
Video itu menjadi viral di masyarakat, beragam respon muncul menanggapi isi video tersebut. Namun di antara sekian respon, tak sedikit respon negatif, tendensius, dan cenderung mendiskreditkan serta mendiskriminasikan umat Baha’i yang bermunculan dan tersebar di berbagai akun media sosial.
Di sisi lain, keberadaan penganut Agama Baha’i sudah ada di Indonesia sejak lama, bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia. Meskipun penganut Agama Baha’i dari segi jumlah tidak lebih banyak dari penganut agama-agama lain, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mendiskreditkan dan mendiskriminasi penganutnya, karena penganut Agama Baha’i di Indonesia sendiri merupakan Warga Negara Indonesia yang hak-haknya dijamin penuh oleh Konstitusi.
Kebebasan beragama merupakan “hak untuk menentukan, memeluk dan melaksanakan agama dan juga keyakinan. Hak ini bersifat mutlak dan tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun (non-derogable rights)”, yang jaminan perlindungannya sudah ada di dalam instrumen Hukum HAM internasional maupun aturan perundang-undangan nasional. (OL-4)