Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Menteri Nadiem Makarim dinilai tidak memiliki wawasan filosofi dan sejarah yang memadai dalam memimpin Kementerian Pendidikan Nasional selama ini.
Demikian disampaikan Senator Abdul Rachman Thaha, anggota Komite I DPD RI, dalam keterangan tertulisnya, yang diterima redaksi, Rabu (21/4)
Abdul Rachman Thaha mengaku kekhawatirannya semakin kuat bahwa Indonesia kian nyata mau dibawa ke era abai sejarah dan sekulerisme. Beruntun masyarakat dipertontonkan kecenderungan itu. Sebelumnya tentang peniadaan pendidikan agama. Lalu larangan bahkan terhadap sebatas imbauan bagi siswa sekolah negeri untuk mengenakan busana sesuai ajaran agamanya.
Lebih lebar lagi, ungkap anak guru ngaji ini, perlakuan hukum yang diskriminatif terkait protokol kesehatan di masa pandemi. Juga, pemerasan Pancasila menjadi Ekasila, menunggangi pernyataan Bung Karno yang saya perkirakan lebih untuk menafikan sila pertama Pancasila.
"Sekarang, hilangnya nama KH. Hashim Asyari dari buku sejarah. Kalaulah dianggap semua itu adalah kebetulan, pertanyaannya adalah mengapa semua kebetulan itu punya benang merah," ujar dia.
Menurut Thaha, spesifik Nadiem Makarim, dalam catatannya memiliki torehan positif. Misalnya terkait critical thinking, creativity, communication, dan collaboration. Tapi Nadiem tak punya wawasan filosofi dan sejarah yang meyakinkan dalam cakrawala berpikirnya.
"Kendali kepempimpinannya juga rapuh. Hasilnya adalah muatan pendidikan yang mengarah pada materialisme gersang. Kebermaknaan hidup menjadi terkunci pada measurable, numeric productivity. Itu, jelas, bukan bangunan pendidikan yang kita idam-idamkan," tegasnya.
Karena itu, diringa mengaku waswas bahwa dunia pendidikan nasional semakin kritis. Setelah dibekap pandemi, orang nomor satu di kementerian pendidikan juga terlalu--maaf--yunior untuk mengurusi salah satu dimensi kehidupan yang paling fundamental.
"Saya enggan kaitkan itu ke isu reshuffle kabinet. Yang paling pokok adalah Presiden Jokowi sesungguhnya ingin meng-apa-kan anak-anak didik, guru, dan para pelaku pendidikan kita melalui tangan Menteri Nadiem. Kalau apa yang Menteri Nadiem lakukan--baik sengaja maupun tidak--adalah refleksi alam berpikir Presiden terkait dunia pendidikan kita, ini masalah serius. Sangat serius," tandasnya. (OL-13)
Baca Juga: Begini Aturan Baru saat Sekolah Tatap Muka Dimulai
Raden Ajeng Kartini, seorang Pahlawan Nasional Indonesia, memperjuangkan hak pendidikan, kesetaraan gender, dan hak-hak perempuan di masa penjajahan Belanda.
Agar anak-anak lebih semangat belajar, Bunda bisa memanfaatkan konten video pembelajaran yang dikemas menarik. Dengan cara itu, proses belajar menjadi lebih menyenangkan.
Hingga saat ini, melalui penjualan pakaian yang diproduksi oleh One Fine Sky bersama para dreamers atau kolaborator, telah berhasil mendonasikan 22.557 seragam
Program kuliah online bisa menjadi alternatif cara bagi para pekerja untuk meraih gelar sarjana. Seperti apa prosesnya?
Sedang memilih sekolah untuk si kecil? Idealnya, lokasinya jangan terlalu jauh dari rumah untuk mencegah kelelahan anak maupun orang tua.
Di tengah kondisi rakyat Indonesia yang membutuhkan protein untuk mengatasi stunting, potensi kekayaan harus dimanfaatkan optimal.
"Harta karun" sejarah apa yang tersimpan di dalamnya? Yuk, kenali sejarah lewat museum dengan nonton video ini sampai habis!
Kebaya merupakan busana tradisional Indonesia yang memiliki hubungan erat dengan Raden Ajeng Kartini, atau yang lebih dikenal sebagai Kartini.
peninggalan kerajaan majapahit yang berupa candi, prasasti hingga kitab yang berisikan informasi tentang kerajaan majapahit kala itu
peninggalan kerajaan Kutai dalam berbagai bentuk benda bersejarah dan tempat-tempat istimewa yang masih terjaga
sandi morse, bentuk komunikasi klasik yang masih digunakan hingga kini, umumnya digunakan untuk menyampaikan pesan rahasia
Aksara Bali ini adalah salah satu aksara atau tulisan tradisional yang masih berkembang di Indonesia, khususnya di Pulau Dewata.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved