Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Memasak Lemang Tradisi Syukur di Kaki Sinabung

Jabatin Bangun
18/4/2021 04:00
Memasak Lemang Tradisi Syukur di Kaki Sinabung
Memasak lemang untuk pesta tahunan di Karo, Sumatra Utara.(Dok. YOUTUBE DAMI PINEM)

DESA Batukarang di kaki Gunung Sinabung ialah daerah pertanian yang subur. Semburan abu vulkanis dari Sinabung, yang juga pernah meletus pada sekitar 600 tahun lalu, bermanfaat bagi lahan pertanian di desa tersebut. Selain itu, Desa Batukarang diapit oleh dua sungai besar, yakni Lau Borus dan Lau Biang, yang menjadi sumber air berlimpah untuk menggarap lahan sawah dan palawija.

Sistem pertanian di Batukarang dibagi dua kawasan musim, yakni tanah di sisi timur dan sisi barat, yang berperan sama dan saling berganti. Di saat musim tanam padi di kawasan timur, saatnya musim tanam palawija di kasawan barat. Begitu pun sebaliknya. Sistem pertanian saling tukar ini bertujuan menjaga kesuburuan tanah. Pertanian tradisi hanya menanam dua kali dalam setahun.

Ada tradisi unik dalam masyarakat pertanian di kawasan ini yang disebut kerja tahun ngerires sebagai penanda akhir musim panen dan memulai musim tanam. Ngerires adalah memasak lemang, beras ketan dicampur santan kelapa yang dimasak di dalam bambu. Bambu kemudian dibakar dengan api dan arang panas hingga masak. Rires (lemang) yang sudah masak langsung dapat dimakan. Hanya di Desa Batukarang yang memakai tradisi ngerires di seluruh kawasan budaya Karo. Masa jeda di antara musim ini dirayakan dengan doa syukur untuk keberhasilan musim tanam yang telah berlalu dan harapan untuk keberhasilan musim tanam berikutnya.

Kerja tahun dapat diartikan sebagai upacara atau pesta tahunan. Seluruh desa di kawasan budaya Karo mempunyai upacara tahunan ini dan setiap kawasan (beberapa desa) mempunyai nama tersendiri sebagai ciri khas. Waktu pelaksanaan pesta tahunan juga berbeda untuk setiap kawasan. Ada yang melaksanakan pada pertengahan tahun, ada yang disesuaikan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia (17 Agustus), dan seterusnya. Hanya Desa Batukarang dan Desa Rimokayu yang memakai istilah ‘kerja tahun ngerires’.

Beberapa kawasan desa lain melakukan kerja tahun dengan nama nimpanimpa, makanan yang dibuat dari tepung ketan berisi gula merah yang dibungkus daun pisang dan dikukus. Ada juga makanan dari tepung ketan dimasak seperti serabi, disebut dengan cimpa. Semua jenis makanan yang menjadi ciri khas dari berbagai kerja tahun itu adalah hasil pertanian sendiri. Beras ketan yang umum digunakan sebagai bahan utama merupakan hasil pertanian sawah. Setiap sawah yang digarap selalu memberikan bagian tertentu untuk ditanami padi ketan. Beras ketan ini tidak untuk dijual, tetapi sebagai bahan yang digunakan untuk masakan kerja tahun.

 

 

Ratusan Tahun

Kerja tahun ngerires di Batukarang sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lalu dan hingga kini masih dilakukan secara konsisten, walau banyak juga perubahan seiring dengan perubahan masyarakatnya. Kerja tahun ngerires selalu dilakukan pada awal tahun, bulan Januari. Tanggal pelaksanaan i tiktik (dikaji/ditentukan) oleh simeteh wari telu puluh (ahli yang mengetahui kesesuian dengan hari tiga puluh yang baik). Disebut dengan hari tiga puluh sesuai dengan kalender Karo yang jumlah harinya mempunyai siklus tiga puluh hari. Setiap hari mempunyai nama sendiri. Pilihan hari selalu jatuh pada cukera dudu (hari ke-13 dalam bulan Karo) dan belah purnama (hari ke-14). Kerja tahun dilaksanakan dalam dua hari.

Beras pati tangkep (hari ke-12) merupakan awal dari kegiatan ini. Pada masa sebelum agama masuk, masyarakat Batukarang mengadakan upacara pembersihan sumber mata air desa dan sekaligus memberikan cibal-ciibalen (berbagai jenis makanan) yang diberikan kepada ‘penjaga’ sumber mata air. Pembersihan sumber mata air dilakukan secara bergotong royong. Demikian pula mempersiapkan bahan cibal-cibalen ditanggung bersama. Upacara ini selalu dipimpin oleh guru sibaso (dukun). Sejak akhir 70-an, upacara ini tidak lagi dilaksanakan karena tidak sesuai dengan ajaran agama baru yang mereka anut.

Puncak acara dilakukan selama dua hari. Hari cukera dudu adalah hari persiapan, yakni melakukan mantem (menyembelih sapi atau kerbau). Beberapa keluarga meminta ahli pemotong sapi. Cara memotong sapi secara berkelompok ini bertujuan agar sapi yang disembelih dapat dibagi habis kepada semua keluarga. Jumlah keluarga sangat relatif, tergantung banyaknya daging yang diperlukan oleh tiap-tiap keluarga. Pada umumnya satu sapi dapat dibagi untuk 15 sampai 25 keluarga. Setiap keluarga memesan jumlah daging yang berbeda dan membayar sesuai dengan jumlah daging yang dipesan.

Lemang juga dipanggang pada hari cukera dudu sejak pagi. Lemang pada umum nya dipanggang oleh setiap keluarga atau beberapa keluarga secara bersama menggunakan tungku yang sama. Dataran tinggi Karo di pagi hari masih diselimuti embun. Asap pembakaran bercampur dengan embun pagi membuat pemandangan indah diterpa cahaya matahari pagi. Bau asap lemang yang mendidih, beserta amis pemotongan sapi, bercampur menjadi bau yang magis; selalu dirindukan oleh penduduk Batukarang, termasuk yang telah merantau.

Inti dari kerja tahun adalah berkumpulnya keluarga besar. Oleh karena itu, tidak sedikit keluarga yang telah menetap di Jakarta atau Pulau Jawa menyempatkan diri untuk pulang menghadiri kerja tahun ini. Para tamu yang diundang ini berkunjung ke rumah keluarganya masing-masing di Batukarang. Pihak tuan rumah menghidangkan makan dan lemang yang telah dipotong iris sebagai pembuka. Tamu wajib makan di setiap rumah keluarga yang dikunjungi; ini adatnya. Manakala sudah kenyang karena mengunjungi beberapa keluarga, cukup dengan mencicipi makan yang dihidangkan. Kerja tahun adalah makan, makan, dan makan.

Hari belah purnama menjadi puncak perayaan kerja tahun yang disebut dengan matana (puncak). Tamu sudah mulai mengunjungi keluarganya yang merayakan sejak hari cukera dudu, lantas saling menyapa pada hari puncak ini.

 

 

Guro-guro aron

Guro-guro aron merupakan kegiatan kesenian yang tidak pernah absen di setiap kerja tahun. Guro-guro artinya bermain atau bercengkerama. Aron adalah sekelompok pekerja tani bekerja di satu ladang secara bergotong royong. Pada zaman dahulu aron bisa bejumlah belasan orang. Setiap anggota aron mendapat hak yang sama untuk mendapat giliran menggarap ladangnya, dan kerja bersama itu dimanfaatkan menggelar pertunjukan gendang (musik) dan landek (tari).

Guro-guro aron memberikan kesempatan kepada muda-mudi (harus yang belum menikah) untuk menjadi penari. Maka itu, acara ini kerap disebut ajang mencari jodoh. Ini banyak benarnya. Muda-mudi sudah dilatih menari sejak tiga bulan hingga empat bulan sebelum kerja tahun. Para tetua adat sudah menyiapkan satu hari di setiap Minggu, biasa dimulai setelah makan malam, untuk para muda-mudi belajar menari.

Gendang (musik) yang mengiringi latihan tari ini sejak tahun tahun 70-an sudah memakai musik yang direkam. Sebelum teknologi pemutar kaset dipakai secara meluas, pengiring latihan tari ini dilakukan dengan pertunjukan musik hidup. Proses latihan ini dilakukan persis seperti pertunjukan sesungguhnya untuk menghormati adat. Setiap kelompok penari wanita (aron) duduk dalam lima kelompok sesuai dengan beru (sebutan marga untuk perempuan) yang berjumlah lima, yaitu Peranginangin, Karokaro, Tarigan, Ginting, dan Sembiring. Pengelompokan lima beru menjadi acuan untuk mendapatkan giliran menari ke panggung. Giliran pertama diberikan kepada aron Peranginangin, lalu diikuti oleh aron yang lain, begitu polanya.

Kenapa giliran memakai aron perempuan? Ini satu ketentuan dalam adat Karo. Tidak boleh menikah sesama marga, jadi pasangan menari tidak boleh sama marganya. Kalau kesempatan menari adalah aron beru Tarigan, marga Tarigan tidak boleh menari bersama, sedangkan empat marga lain boleh. Pada waktu latihan, muda-mudi cukup berpakain sopan (memakai sarung). Namun, sewaktu acara guro-guro aron pada kerja tahun, setiap aron laki-laki dan wanita harus memakai pakaian adat lengkap seperti layaknya untuk pernikahan. Pakaian yang sangat megah dengan emas-emas dan kain adat.

Melaksanan guro-guro aron pada setiap kerja tahun memerlukan dana besar. Dana terbesar ialah buat sound system serta lima musisi profesional plus dua perkolong-kolong (penyanyi dan penari profesional). Acara pokok guro-guro dimulai pada hari cukera dudu setelah makan malam dan berakhir di pagi hari ketika matahari terbit pada hari belah purnama. Bila dana mencukupi, guroguro aron dapat dilakukan pada hari cukera dudu sejak siang hingga sore dan hari belah purnama sejak siang hingga malam hari untuk mengantarkan tamu yang pulang. (M-4)

 

 

TENTANG PENULIS

Jabatin Bangun

Pengajar di Institut Kesenian Jakarta. Pengurus Asosiasi Tradisi Lisan Pusat, dan banyak melakukan penelitian dan pembuatan film kebudayaan Indonesia.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik