Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Libu Perempuan: Akhiri Kekerasan Berbasis Gender

Humaniora
07/3/2021 18:20
Libu Perempuan: Akhiri Kekerasan Berbasis Gender
Instalasi sepatu saat aksi diam 500 Langkah Awal Sahkan RUU PKS di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/11/2020)(ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

Lingkar Belajar Untuk (Libu) Perempuan Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan hari perempuan internasional tanggal 8 Maret 2021, harus menjadi perekat untuk membangun kebersamaan dan gerak bersama mengakhiri Kekerasan Berbasis Gender (KBG).
  
"Kerja dan gerak bersama dari berbagai pihak dan berbagai lapisan untuk melakukan penanganan dan membangun rujukan adalah harapan baik untuk penghapusan sebagai bentuk kekerasan berbasis gender ke depan," ucap Direktur Libu Perempuan Provinsi Sulteng Dewi Rana di Palu, Minggu (7/3).

Menurut Dewi Rana, salah satu bentuk kebersamaan dan gerak bersama yakni adanya pelibatan kaum adam dalam pembangunan kesejahteraan perempuan untuk mengakhiri kekerasan berbasis gender.

Baca juga: PJJ Picu Anak Putus Sekolah, KPAI: Bantuan belum Merata
  
"Pelibatan laki-laki dan unsur-unsur lainnya dalam penghapusan kekerasan berbasis gender yang telah digagas oleh DP3A provinsi harus
disambut baik sebagai salah satu jawaban atas persoalan ini," kata Dewi.
  
Di sisi lain, Dewi mengatakan kekerasan berbasis gender masih cenderung meningkat terutama pada situasi bencana, tanggap darurat
bencana dan pascabencana baik bencana alam maupun nonalam seperti covid-19 saat ini.
  
Di Sulteng misalnya, kata dia, kasus kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan masih cukup tinggi. Berdasarkan data DP3A melalui
Simfoni-PPA tahun 2020, jumlah kasus kekerasan di Sulteng bulan November berjumlah 312 kasus, terdiri dari 41 kasus korbannya adalah laki-laki dan 288 korbannya adalah perempuan.
  
Kemudian pada bulan September terjadi 239 kasus meliputi 34 kasus laki-laki sebagai korban dan 222 perempuan sebagai korban kekerasan. Berikutnya, bulan Oktober dalam Simfoni-PPA terdapat 270 kasus kekerasan terdiri dari 34 kasus laki-laki sebagai korban dan 253 kasus perempuan sebagai korban.
  
"Kerentanan ini diperparah dengan adanya aksi terorisme sebagaimana yang terjadi di Desa Lembantongoa beberapa bulan yang lalu. Pelibatan desa hingga unsur-unsur paling bawah sangat penting untuk dilakukan, terus membangun sosialisasi, penguatan kesadaran adalah hal-hal yang harus terus dilakukan kedepan," ujarnya.
  
Hari Perempuan Internasional, sebut dia, diperingati untuk melihat sejauh mana pencapaian pembangunan kesejahteraan perempuan di berbagai bidang. Mulai dari bagaimana kondisi penghapusan kekerasan berbasis gender apalagi di pascabencana dan di tengah pandemi seperti saat ini, bagaimana penghargaan atas hak-hak, kesetaraan, bagaimana diskriminasi pada perempuan dihapus, sejauh mana ruang kepemimpinan perempuan dibuka, bagaimana akses atas keadilan terutama bagi korban-korban kekerasan seksual didengar dihormati dan mendapatkan hak-haknya , bagaimana situasi perkawinan usia anak dan isu-isu lainnya. (Ant/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya