Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.
KETUA Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yang mengatur tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan harus ditinjau kembali, bahkan dicabut.
Menurutnya, surat itu tidak lagi mencerminkan pendidikan jika pendidikan tidak boleh melarang dan tak boleh mewajibkan soal pakaian atribut keagamaan.
"Kalau pendidikan tak boleh melarang dan tak boleh mewajibkan soal pakaian atribut keagamaan ini tak lagi mencerminkan pendidikan. Memang usia sekolah itu perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama karena untuk pembiasaan pelajar. Jadi SKB 3 Menteri itu ditinjau kembali atau dicabut," kata Cholil melalui akun Twitternya, @cholilnafis, Kamis (4/2).
Senada dengannya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas pun menilai sebagian isi Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri soal Pakaian Seragam tidak sesuai dengan amanah konstitusi. SKB Ini menurutnya tidak menjadi jalan tengah atas polemik pakaian seragam yang terjadi di Padang, Sumatera Barat, sebaliknya justru menjadi jalan sesat bagi siswi beragama muslim.
Anwar mengaku sepakat jika siswi-siswi yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu mendapat pendidikan yang sesuai dengan ajaran agamanya, sebab hal ini sesuai dengan konstitusi. Namun di sisi lain, ia tidak sepakat jila SKB ini juga melarang pemda dan sekolah dilarang mewajibkan siswi beragama Islam mengenakan jilbab.
Baca juga : Guru Besar IPB Dorong Ecologycal Philosophy Diajarkan sejak PAUD
"Untuk siswi beragama nonmuslim memang tidak boleh dipaksa untuk mengenakan jilbab, kecuali mereka ingin dan tanpa paksaan karena alasan kearifan lokal. Tapi juga harus mewajibkan siswi SD, SMP dan SMA beragama muslim mengenakan seragam sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya (berjilbab). Kalau siswi muslim dibebaskan memilih, itu bukan jalan tengah namanya, tapi jalan sesat," kata Anwar dilansir dari Medcom.id.
Ia menyebut, kewajiban mengenakan jilbab bagi siswi SD, SMP, dan SMA dibutuhkan karena anak di usia tersebut masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga perlu diajarkan hal-hal yang sesuai dengan aturan agama, termasuk kewajiban berjilbab bagi muslimah.
"Ini khusus untuk SD, SMP dan SMA saat di sekolah saja ya, kalau di luar sekolah mau dicopot jilbabnya ya silakan saja. Kenapa di usia tersebut? karena mereka masih anak-anak. Beda cerita lagi kalau sudah mahasiswa," terang Anwar.
Siswi muslim harus diwajibkan untuk berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaannya itu. Salah satunya karena ingin membuat negara dan anak-anak didik serta warga bangsa ini menjadi orang-orang dan warga bangsa yang toleran dan religius.
"Kita ini memang bukan negara agama, tapi negara yang sangat menjunjung tinggi agama, bukan menjadi orang-orang yang sekuler," tegas Anwar. (OL-7)
PENDIDIKAN adalah hak dasar setiap anak sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Raperda Penyelenggaraan Pendidikan sebagai bentuk upaya pemerintah menjamin layanan pendidikan untuk semua anak usia sekolah.
TPPK yang dibentuk di setiap sekolah bertugas melakukan upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan.
THEFI 2025 berawal pada 9 Agustus di Jakarta, lalu berlanjut di 10 Agustus di Bandung, 12 Agustus di Makassar, 14 Agustus di Surabaya, dan 16 – 17 Agustus di Medan.
DORONG pemanfaatan hasil TKA untuk kebutuhan evaluasi dan peningkatan kualitas pendidikan nasional, sehingga mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang berdaya saing.
Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 kembali menghadirkan program unggulan bertajuk GIIAS Education Day pada Rabu (30/7) di ICE BSD City, Tangerang.
WAKIL Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar abbas, mengatakan bahwa warga negara Indonesia benar-benar kehilangan dengan meninggalnya Kwik Kian Gie.
Fenomena sound horeg harus dilihat dari dampak yang ditimbulkan apakah itu baik atau merugikan masyarakat.
Fatwa MUI merekomendasikan agar Kemenkum tidak mengeluarkan legalitas sound horeg, termasuk kekayaan intelektual (KI) sebelum ada komitmen perbaikan
Judi dengan berbagai bentuknya termasuk dosa besar. Hal ini karena permainan judi termasuk dalam kategori gharar, yaitu transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian.
Penguatan diplomasi umat tidak hanya dapat dilakukan di tingkat negara atau lembaga resmi, tetapi juga melalui partisipasi masyarakat luas, khususnya generasi muda.
MUI melalui Ketua Bidang Fatwa, Asrorun Ni'am Sholeh, meminta agar pemerintah segera mengambil langkah tegas terkait kasus Ayam Goreng Widuran yang belakangan menuai kontroversi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved