Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pandemi Covid-19 Jadi Ancaman Terbesar Bagi Kesehatan Mental

Atikah Ishmah Winahyu
28/12/2020 07:46
Pandemi Covid-19 Jadi Ancaman Terbesar Bagi Kesehatan Mental
Seorang perawat berbicara dengan seorang pasien gangguan mental di sebuah rumah sakit di Paris, Prancis.(AFP/Christophe ARCHAMBAULT)

KRISIS covid-19 menjadi ancaman terbesar bagi kesehatan mental sejak Perang Dunia II dan menimbulkan dampak yang dapat dirasakan selama bertahun-tahun setelah virus dikendalikan.

Presiden Royal College of Psychiatrists Adrian James mengatakan kombinasi penyakit, konsekuensi sosial, dan dampak ekonomi memiliki efek mendalam pada kesehatan mental yang akan terus berlanjut lama setelah epidemi terkendali.

Sebanyak 10 juta orang, termasuk 1,5 juta anak, diperkirakan membutuhkan dukungan kesehatan mental baru atau tambahan sebagai akibat langsung dari krisis.

Baca juga: Masyarakat Perlu Waspada Penularan Covid-19 Klaster Keluarga

"Ini akan berdampak besar pada kesehatan mental," kata James.

“Ini mungkin pukulan terbesar bagi kesehatan mental sejak Perang Dunia II. Itu tidak berhenti ketika virus terkendali dan hanya ada sedikit orang di rumah sakit. Anda harus menghadapi konsekuensi jangka panjang,” imbuhnya.

Pemodelan oleh Pusat Kesehatan Mental memperkirakan sebanyak 10 juta orang akan membutuhkan dukungan kesehatan mental baru atau tambahan sebagai akibat langsung dari epidemi covid-19.

Sekitar 1,3 juta orang yang tidak memiliki masalah kesehatan mental sebelumnya diperkirakan akan membutuhkan pengobatan untuk masalah kecemasan sedang hingga berat dan 1,8 juta pengobatan untuk depresi sedang hingga berat.

Angka keseluruhan mencakup 1,5 juta anak yang berisiko mengalami kecemasan dan depresi akibat isolasi sosial, karantina, atau rawat inap atau kematian anggota keluarga.

Jumlahnya mungkin meningkat karena dampak sangat terasa pada komunitas etnis kulit hitam, Asia dan minoritas, panti jompo, dan penyandang disabilitas.

Ancaman terhadap kesehatan mental telah digunakan sebagai argumen untuk menentang pembatasan atau lockdown. Tetapi, James mengatakan alasan kesehatan mental untuk mengendalikan virus tidak boleh diabaikan.

Selain takut terinfeksi atau membuat orang yang dicintai rentan jatuh sakit, menderita penyakit parah dapat memicu masalah kesehatan mental. Sekitar seperlima orang yang menerima ventilasi mekanis selama musim semi mengalami gangguan stres pascatrauma.

Sementara itu, kelompok lainnya menghadapi reaksi kesedihan yang kompleks setelah kehilangan orang yang dicintai karena virus, seringkali tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal secara langsung.

Potensi masalah kesehatan mental yang muncul akibat dampak covid-19 yang panjang juga merupakan kekhawatiran yang sangat nyata. Ketidakpastian atas pekerjaan, perumahan dan kesulitan ekonomi yang lebih luas di masa depan hanya akan menambah beban.

“Untuk mengatasi gelombang permintaan bantuan yang datang, layanan kesehatan mental harus ditingkatkan dan dibuat lebih mudah diakses,” kata James.

James yakin setelah vaksin diluncurkan dan risiko dari virus korona surut, banyak orang cenderung membutuhkan bantuan untuk memulihkan jaringan dukungan sosial mereka dan kembali ke kehidupan normal.

“Sangat mudah berpikir bahwa jika aman untuk melakukannya, kita semua akan keluar dan pergi dengan segera. Tapi, saya pikir akan butuh waktu untuk membuat orang terbiasa dengan itu. Orang yang paling mungkin menderita adalah orang dewasa yang lebih tua yang sudah terbiasa mengisolasi diri,” katanya.

“Kita perlu mendukung sektor sukarela, badan amal, yang membantu mereka keluar rumah untuk bersosialisasi dan terlibat dalam aktivitas yang bermakna. Kami tahu bahwa ketika Anda bertambah tua, jika Anda kehilangan koneksi sebentar, Anda bisa menyerah,” tandasnya. (The Guardian/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya