Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Pembukaan Sekolah Harus Perhatikan Indikator Epidemiologis

Ferdian Ananda Majni
29/11/2020 20:20
Pembukaan Sekolah Harus Perhatikan Indikator Epidemiologis
Pelajar di Makassar,Sulawesi Selatan melakukan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan(Antara/Arnas Padda)

KETUA Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko mengatakan, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan untuk memastikan kesiapan pembelajaran tatap muka dengan indikator satgas Covid-19, yakni zonasi risiko yang didasari oleh 14 indikator diantaranya epidemiologi, indikator surveilans dan indikator pelayanan kesehatan.

"Paling tidak bisa menggunakan indikator epidemiologi, kalau kasus banyak atau zona merah dan oranye, saya sarankan tidak membuka (sekolah tatap muka) karena dengan SKB 4 keputusan dilemparkan ke daerah, baik provinsi atau kabupaten," kata Tri kepada Media Indonesia, Minggu (29/11).

Menurutnya, dalam SKB 4 Menteri disebutkan bahwa provinsi boleh menentukan buka atau tidak bukanya sekolah. Oleh karena itu, diberikan ketentuan berbagai macam cara dan kewenangannya ada di kabupaten/kota provinsi tersebut.

"Jadi menurut saya SKB 4 itu pemerintah tidak mau disalahkan, artinya pusat tidak salah, yang salah nanti ya daerah (kalau ada kasus) begitu juga kalau ditutup ya daerah. Jadi daerah serba salah, mau buka salah dan mau tutup juga salah," tuturnya.

Dia menegaskan, sekolah yang berada di zonasi merah atau oranye tidak melakukan pembelajaran tatap muka hingga kasus Covid-19 dikendalikan. Sementara itu, pada zonasi kuning dan hijau bisa melakukan pembelajaran tatap muka dengan syarat survei untuk proses swab kepada peserta didik serta guru.

"Harus dilakukan swab untuk membuktikan tidak ada kasus di sana, daerah kuning jika dipastikan kasusnya sedikit sehingga bisa dilakukan isolasi. Jadi tidak akan bercampur dengan masyarakat dan sekolah," lanjutnya.

Baca juga : Ketua IDAI Rekomendasikan Anak Tetap Belajar di Rumah

Kondisi itu harus dilakukan karena sejumlah guru diketahui telah berusia lanjut, bahkan beberapa juga mengalami penyakit kormobid.

"Kalau murid kan masih muda, paling bisa OTG atau mengalami gejala ringan. Kalau guru, ada yang berusia 40 tahun ke atas dan komorbid jadi risikonya besar," lanjutnya.

Tri menyebut, korban jiwa akibat pembukaan sekolah di masa pandemi harus dihindari. Ia menyebutkan, ada risiko besar ketika sekolah dibuka tanpa memperhatikan indikator epidemiologi.

"Risikonya besar, jadi saya tidak mau ada korban jiwa lagi, dari para pahlawan pendidikan, apalagi pahlawan kesehatan sudah banyak korbannya dan itu tidak bisa dihindari karena mereka harus memberikan pelayanan di rumah sakit. Nah, kalau guru masih bisa dihindari," pungkasnya.

Sebelumnya, Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.

Pemerintah pusat memberikan penguatan peran pemerintah daerah/kantor wilayah (kanwil)/ kantor Kementerian Agama (Kemenag) sebagai pihak yang paling mengetahui dan memahami kondisi, kebutuhan, dan kapasitas daerahnya dalam menentukan izin pembelajaran tatap muka tersebut berlaku mulai semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021 pada bulan Januari 2021.

Pembelajaran tatap muka, harus dilakukan dengan izin berjenjang. Mulai dari pemerintah daerah/kanwil/kantor Kemenag, dan tetap dilanjutkan dengan izin berjenjang dari satuan pendidikan dan orang tua. Pembelajaran tatap muka diperbolehkan namun tidak diwajibkan.

Sekolah baru dapat melakukan pembelajaran tatap muka dengan syarat memenuhi daftar periksa. Terdapat enam poin daftar periksa yang harus dipenuhi sekolah, sebelum melakukan pembelajaran tatap muka.

Enam poin yang harus dipenuhi itu adalah ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan (toilet bersih dan layak serta sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau penyanitasi tangan), mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan menerapkan masker.

Kemudian, memiliki thermogun, memiliki pemetaan warga satuan pendidikan (yang memiliki komorbid tidak terkontrol, tidak memiliki akses transportasi yang aman, dan riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko yang tinggi), dan mendapatkan persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya