Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Mendesak, RUU PKS Masuk Prolegnas 2021

Atalya Puspa
21/11/2020 15:45
Mendesak, RUU PKS Masuk Prolegnas 2021
Aliansi Gerakan Perempuan Anti Kekerasan melakukan Aksi Selasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/7)(NOVRIAN ARBI)

Sejumlah pihak mendesak agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) segera dibahas dan disahkan oleh DPR RI. Hal itu mengingat semakin meningkatnya data kasus kekerasan seksual di Indonesia.

Data Komnas Perempuan mencatat 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2019, di mana kasus Kekerasan Seksual di ranah publik 2.521 kasus dan di ranah privat 2.988 kasus. Kekerasan seksual juga di alami oleh perempuan dengan disabilitas, anak, lansia dan perempuan dengan HIV/AIDS.

Selain itu, data Forum Pengada Layanan (FPL) tahun 2020 yang dihimpun dari 25 organisasi lembaga layanan menyatakan bahwa selama pandemi covid-19, terdapat 340 kasus kekerasan seksual.

Baca juga: Komnas Perempuan Desak DPR Masukkan RUU PKS ke Prolegnas

Koordinator Seknas Forum Pengada Layanan Vani Siregar mengungkapkan, angka kekerasan seksual ini sesungguhnya merupakan fenomena gunung es yang hanya tampak dipermukaan saja. Faktanya masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan karena korban atau pihak keluarganya takut, malu, memiliki keterbatasan akses ke lembaga penyedia layanan dan enggan melaporkan kasusnya ke polisi.

Korban kekerasan seksual juga sampai saat ini sulit mendapatkan akses keadilan karena berbagai kendala dalam sistem hukum di Indonesia baik dari sisi substansi hukum (peraturan/kebijakan yang tertulis dan tidak tertulis), struktur hukum (institusi pemerintah, peradilan, dan aparat penegak hukum), maupun budaya hukum (cara pandang, nilai dan
kebiasaan dalam masyarakat dan Aparat Penegak Hukum).

"Tapi pembahasan RUU P-KS masih terkatung-katung di DPR. Kalau masalah data, sejak berapa tahun yang lalu kita selalu update data terkini kondisi kekerasan seksual di tanah air. Tapi komitmen DPR tidak berubah dari periode sebelumnya sampai sekarang. Sangat lambat direspon oleh DPR," kata Valentina dalam Media Briefing yang diselenggarakan secara daring, Senin (16/11).

Hingga kini, kata Valentina, terdapat tiga fraksi yang telah menyatakan secara resmi dukungan terhadap pembahasan RUU P-KS, diantaranya PKB, NasDem, dan PDI-P. Sementara, PKS tetap konsisten menyatakan ketidaksetujuannya.

"Kita belum tahu in bakal masuk prolegnas atau enggak. Bagimana dengan fraksi lain? Kami sudah melakukan dialog denga Gerindra, Demokrat, dan Golkar. Mereka secara lisan mendukung RUU P-KS ini masuk skala prioritas prolegnas 2021. Tapi belum ada surat resmi," bebernya.

Padahal, dikatakan oleh Aktivis Perempuan dan Penasihat Hukum Senior, pendiri Institut Perempuan dan Tim Substansi Jaringan Masyarakat Sipil, Valentina Sagala, RUU P-KS merupakan payung hukum yang komperhensif untuk melindungi korban kekerasan seksual. Pasalnya, di dalam draft yang berisi 11 bab dan 128 pasal tersebut, tertuang mengenai aturan pidana, pencegahan, keterlibatan masyarakat, perlindungan korban kekerasan seksual, hingga hak-hak yang dimiliki semua pihak yang terlibat.

Namun demikian, Valentina mengaku masih ada sejumlah perdebatan yang masih terus bergulir di area legislatif.

"Pertama, terkait dengan judul UU yang menggunakan frasa kekerasan seksual. Ada beberapa kelompok masyarakat yang ingin judulnya menjadi kejahatan seksual. Tapi, dalam KUHP disebutkan istilah kejahatan dan larangan dihapus jadi tindak pidana. Sehingga itu masih jadi perdebatan," ucapnya.

Selanjutnya, perdebatan terjadi pada definisi kekerasan seksual. Kata hasrat seksual yang digunakan dalam definisi tersebut dianggap sebagian pihak berkonotasi pada LGBT.

Selain itu, adanya kecenderungan sejumlah pihak yang ingin agar memasukan muatan zinah dalam RUU P-KS. Padahal, dalam RUU tersebut telah dijabarkan apa saja yang termasuk ke dalam perilaku kekerasan seksual, diantaranya pelecehan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan aborsi, pemerkosaan, eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, dan perbudakan seksual.

"Definisi kekerasan seksual hanya berfokus pada 9 kekerasan seksual itu. Untuk memasukan di luar 9 jenis kekerasan seksual ini harus sangat hati-hati. Karena RUU ini bertujuan untuk menolong korban," ucapnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik