Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Muslimat NU Diminta Respons Kebutuhan Dakwah Milenial

Suryani Wandari Putri Pertiwi
30/10/2020 14:24
Muslimat NU Diminta Respons Kebutuhan Dakwah Milenial
Pengunjung menghadiri Festival Roadshow Hijrah Fest 2019 di Medan, Sumatera Utara.(Antara/Septianda Perdana)

MENTERI Agama Fachrul Razi mengapresiasi kiprah Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) dalam merespons dinamika masyarakat, khususnya dalam pendidikan keagamaan.

Dia berharap Muslimat NU terus melakukan penerjemahan atas kebutuhan dakwah dan pendidikan agama kaum milenial.

“Pemerintah dan masyarakat sipil penyiar Islam, seperti Muslimat NU, perlu menerjemahkan setiap materi atau muatan agama yang akan disampaikan. Menjadi konten yang lebih mudah diterapkan, tanpa kehilangan bobotnya,” ujar Fachrul dalam rakernas Musliman NU, Jumat (30/10).

Baca juga: Wapres: Pemahaman Kebangsaan di Tubuh NU Relatif Matang

Menurutnya, era disrupsi saat ini cenderung mengedepankan media sosial. Bahkan, hampir semua orang menggunakan media sosial untuk berinteraksi dan mencari informasi, termasuk aspek keagamaan.

Selain itu, era disrupsi menciptakan dislokasi intelektual dan kultural. Berikut, mendorong budaya baru yang serba instan. Fachrul menilai banyak kaum milenial yang tidak belajar agama kepada ulama, namun mencari informasi di internet.

“Ini tantangan serius berupa peningkatan sikap keagamaan dan dapat dengan mudah menjadi embrio ekstremisme kekerasan,” imbuhnya.

Baca juga: Ulama Berperan Penting Persatukan Bangsa lewat Dakwah

Fachrul berpendapat otoritas keagamaan baru ini menantang struktur otoritas keagamaan konvensional. Pembelajaran agama yang diberikan otoritas keagamaan tradisional lewat masjid, surau, pesantren dan majelis keagamaan, kini beralih ke jejaring media sosial, seperti YouTube, Instagram dan Facebook.

Alhasil keberadaan masjid, surau dan pesantren sebagai sarana pembelajaran agama, perlahan tergantikan sarana pembelajaran berbasis digital. “Fenomena ini punya sisi positif dalam kecepatan dan akses informasi. Namun, juga menciptakan otoritas keagamaan yang memperuncing perbedaan di masyarakat,” pungkas Fachrul.

Menyikapi kondisi ini, lanjut dia, pemerintah perlu mengembangkan strategi komunikasi. Terutama pada generasi milenial yang lebih rentan terhadap ideologi ekstrem. Strategi tersebut bertujuan membangun gerakan kebudayaan dan akal sehat kolektif.(OL-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya