Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEJADIAN itu sudah berlalu enam tahun lamanya, tapi Siti, 53, masih amat berduka hingga hari ini. Kepergian mendiang Agung, 55, kakaknya yang divonis kanker limfoma, memang teramat cepat.
Pada April 2014, Agung mengeluhkan sakit di perut, keluarnya keringat dingin di malam hari, dan sebuah benjolan di ketiak kanannya. Dokter merekomendasikan biopsi untuk mengecek massa di dalam benjolan itu.
Setelah menunggu dua minggu, hasil patologi anatomi menyatakan cairan itu berisi sel kanker limfoma non-Hodgkin. Kabar itu sangat mengejutkan.
"Tidak ada garis kanker di dalam keluarga kami. Sebagai seorang tentara, fisik kakak saya juga sehat, kuat, dan atletis," tutur Siti kepada Media Indonesia, kemarin.
Agung memang sempat menjalani tiga kali kemoterapi, tetapi Tuhan memanggilnya lebih dulu pada Agustus 2014 atau empat bulan setelah vonis kanker dijatuhkan. "Sungguh cepat sekali si limfoma ini," ucap Siti.
Selain Siti, masih banyak orang yang belum mengenal apa itu limfoma. Itulah yang menjadi alasan munculnya Hari Kesadaran Limfoma Sedunia pada 15 September sejak 2004 lalu.
Dokter spesialis penyakit dalam hematologi onkologi medik RS Kanker Dharmais, Dr Ronald Alexander Hukom SpPD KHOM MHSC FINASIM, menjelaskan bahwa limfoma ialah kanker yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam kelenjar getah bening sehingga berubah menjadi ganas.
Menurut Ronald, limfoma merupakan jenis kanker yang bisa sembuh meskipun ada risiko untuk kambuh. "Pengobatan yang tepat dapat menyembuhkan limfoma," ujarnya saat webinar Hari Peduli Limfoma Sedunia via daring pada Minggu (20/9).
Ronald membeberkan sejumlah terapi untuk limfoma. Pertama ialah kemoterapi untuk menghilangkan atau mematikan sel yang melakukan pembelahan termasuk tumor. Lalu, ada terapi target yang spesifik ditujukan pada cara sel membelah. "Dia menahan cara yang dilakukan sel untuk memperbanyak diri," jelasnya.
Selain itu, ada immunoterapi yang dilakukan dengan mengandalkan kekuatan sistem kekebalan tubuh si pasien untuk mengenai sel kanker dan membunuhnya. "Ini diikuti dengan terapi sel punca," ujar Ronald.
Kenali tipenya
Limfoma ada dua jenis, yaitu Hodgkin dan non-Hodgkin. Pada limfoma non-Hodgkin tipenya cukup beragam, bahkan ada sekitar 30 subtipe. Namun, secara garis besar, non-hodgkin dibedakan menjadi 3 tipe, yakni indolent, agresif, dan sangat agresif.
Ronald menjelaskan, pada indolent biasanya kanker akan tumbuh pelan bahkan sering tanpa gejala atau keluhan pada saat ditemukan. Berbeda dengan agresif dan sangat agresif, tumbuhnya cepat dalam hitungan minggu.
"Jenis agresif seperti leukimia akut, pengobatan harus segera dimulai dengan membutuhkan lebih banyak obat dengan dosis yang lebih tinggi, bahkan bisa juga transplantasi," lanjutnya.
Salah satu jenis indolent, limfoma folikular, memiliki harapan hidup sekitar 72% dalam waktu 5 tahun. Begitu pun dengan jenis diffuse large B-Cell Lymphoma, sekitar 46% mampu bertahan hidup dalam waktu 5 tahun.
Pada jenis kanker limfoma yang bersifat agresif, seperti Mantle cell lymphoma, mampu bertahan 27% dalam waktu 5 tahun. Malt lymphoma yang dirasakan orang yang lebih tua atau 60 tahun ke atas, justru 74%-nya bisa bertahan 5 tahun.
Sebagai contoh, ada pesinetron Aldi Taher yang selama 4 tahun terakhir sembuh dari limfoma hodgin yang diidapnya. Sementara itu, Dokter spesialis anak konsultan hematologi onkologi dari FKUI/RSCM Prof dr Djajadiman Gatot SpA(K) menegaskan, limfoma tidak bisa sembarangan dioperasi karena bisa menyebar kemana-mana.
"Penanganannya mirip dengan leukimia. Karena kalau leukimia itu munculnya langsung dari sumsum tulang, tapi kalau limfoma mulainya dari kelenjar tapi dia bisa menyebar ke sumsum pada limfoma stadium 4," kata dr Djajadiman, Minggu (13/8). (H-2)
Penderita kanker anak di Indonesia banyak didominasi oleh jenis kanker leukimia
60-70 persen pasien kanker payudara datang ke rumah sakit dan terdiagnosis sudah dalam kondisi akhir yakni stadium 3 dan 4.
Melalui program JKN dan Takeda BISA, Takeda berkomitmen penuh untuk menyediakan akses terhadap terapi inovatif bagi pasien limfoma Hodgkin di Indonesia.
Ada kalanya, pasien datang ke dokter dengan kondisi sel kanker yang sudah menyebar ke organ lain.
Muhamad Satu bekerja sebagai petani. Hidupnya sangat sederhana. Tidak banyak harta yang bisa ia curahkan untuk pengobatan sang anak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved