Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Pilkada serentak 2020 tampaknya akan tetap dilaksanakan meski sedang dalam masa pandemi covid-19. Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Mas'udi mengatakan, pemerintah atau panitia penyelenggara sebaiknya melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap tahapan penyelenggaraan Pilkada yang rencananya digelar pada 9 Desember 2020 mendatang ini.
Evaluasi yang dimaksud bukan hanya sekedar bersifat administratif, tetapi juga mengukur seberapa taat proses penyelenggaraan Pilkada terhadap protokol kesehatan.
“Karena ini Pilkada di zaman pandemi covid-19, tentu yang menjadi pertimbangan utama semestinya ukuran-ukuran kesehatan itu sendiri sebagai yang pertama. Jadi, perlu ada evaluasi secara menyeluruh dari berbagai pihak dari tahapan yang sudah dilakukan, seberapa berisiko jika dilanjutkan, atau justru malah akan melahirkan klaster baru bagi penyebaran covid-19," kata Wawan dalam pernyataan tertulis, Jumat (18/9).
Baca juga: Kemensos: Pengidap TBC akan Jadi Penerima PKH
Wawan menuturkan, jika hasil evaluasi telah didapatkan, baru kemudian ditentukan langkah-langkah berikutnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tidak ada risiko/risiko rendah, maka bisa dilanjutkan dengan pengetatan perilaku terutama untuk para kandidat dan tim sukses guna memastikan ukuran-ukuran kesehatan. Sebaliknya, jika memang hasil evaluasi memperlihatkan risikonya sangat tinggi, maka proses Pilkada sebaiknya kembali ditunda.
Selain itu, menurut Wawan, pemerintah juga dapat menggelar Pilkada dengan model klaster. Model klaster ini berdasar tingkat keparahan penularan covid-19 yang berbeda-beda, ada daerah dengan zona merah, zona kuning, zona hijau dan zona oranye.
“Berdasar itu maka pilkada bisa dibuat berkategori, mana klaster daerah yang harus ditunda, dan klaster daerah mana yang bisa lanjut. Dampaknya memang tidak bisa seserentak, tapi ini kan situasi darurat," ujarnya.
Wawan menilai, dari proses pendaftaran Pilkada yang belum lama berlangsung saja sudah tampak memprihatinkan. Banyak pihak mengabaikan protokol kesehatan, baik para kandidat maupun tim sukses.
Pengabaian tersebut sangat terlihat jelas, misalnya terhadap larangan untuk tidak melakukan arak-arakan dalam proses pendaftaran, tetapi kenyataan di banyak daerah memakai arak-arakan. Ketika tidak diperbolehkan mengumpulkan massa, namun tetap dilanggar oleh tim sukses.
“Artinya ada beberapa protokol dasar yang dilanggar oleh kandidat. Sayangnya, sanksi atas itu tidak cukup kuat ditegakkan. Ketika ada pelanggaran ya sudah hanya dibicarakan di media dan medsos kemudian selesai urusan. Padahal, mestinya kan harus ada semacam shock therapy yang dilakukan oleh KPU, semisal dengan teguran tertulis atau denda dari Gugus Tugas Covid-19, dan sebagainya," tuturnya.
Wawan menegaskan, harus benar-benar ada tindakan atau sanksi yang bersifat ekplisit terhadap para pelanggar. Apalagi jika melihat proses tahapan Pilkada selama ini sudah ditemukan klaster penularan, baik yang menjangkiti petugas KPU, komisioner KPU di pusat dan di daerah, kandidat , dan lain-lain.
“Intinya apa, dituntut harus berpikirlah. Kalau dalam sosial ekonomi orang selalu bilang untuk normalisasi sosial ekonomi dibutuhkan prasyarat kesehatan maka dalam Pilkada ini juga sama. Event politik atau gelaran politik harus juga mendahulukan kesehatan juga," tegasnya.
Menurut Wawan, jika kesehatan menjadi prioritas utama, maka penundaan Pilkada bisa dilakukan meski penundaan tersebut harus disertai dengan ukuran-ukuran yang jelas. KPU sebagai penyelenggara Pilkada harus membuat semacam parameter risiko kesehatan yang bisa dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses Pilkada.
“Dengan parameter bisa dilakukan evaluasi jika skor sekian maka Pilkada ditunda, jika skornya sekian maka pilkada dilanjutkan dengan kualifikasi atau persyaratan tertentu. Atau kemungkinan memakai klaster, sayang parameter tersebut belum dibuat oleh KPU. Selama ini yang ada kan hanya wacana ditunda atau dilanjutkan," jelasnya.
Dia menilai, pemerintah sebetulnya juga dapat menerapkan proses pemilihan dengan menggunakan aplikasi atau gagasan e-voting, meski banyak sekali prasyarat teknis yang berhubugan dengan teknologi, pengetahuan, dan pendidikan masyarakat terkait pemanfaatan serta akuntabilitasnya.
“Gagasan e-voting ini kan juga belum teruji, padahal sistem semacam ini perlu diuji. Kita belum punya pilot project, meski kemarin sudah dicoba dalam pemilu kepala desa dengan e-vooting di beberapa tempat, tapi itu kan selesai sebagai project, bukan sebagai pilot-project untuk pengembangan sistem electoral yang lebih memanfaatkan teknologi, masalahnya kan di situ," pungkasnya. (H-3)
Dalam menghadapi ancaman Covid-19 ini, Pemko Banjarmasin mulai melakukan mitigasi dengan melibatkan semua sektor.
KETUA Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene menilai lonjakan kasus covid-19 saat ini harus menjadi peringatan penting bagi pemerintah dan masyarakat.
KEPALA Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengimbau masyarakat Indonesia untuk kembali menerapkan protolol hidup sehat menyusul lonjakan kasus Covid-19
Sejulah atlet yang berkompetisi di Olimpiade Paris 2024 terjangkit Covid-19. Terbaru, perenang Inggris Adam Peaty dinyatakan positif setelah lima atlet polo air Australia.
Janji kampanye Ganjar terkait 1 nakes 1 desa dianggap tidak cukup penuhi kebutuhan layanan kesehatan
KASUS covid-19 di Kota Depok, Jawa Barat (Jabar) kembali mengalami peningkatan. Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mengimbau agar masyarakat tetap waspada.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved